Kerusuhan yang terjadi di Manokwari, Sorong, dan kota lain di Papua beberapa waktu lalu kembali memberi pelajaran kepada kita sebagai bangsa yang majemuk.  Di tengah kenyataan kita sebagai bangsa dengan kebudayaan yang beragam, rupanya persatuan kita masih cukup rentan. Isu suku, agama, ras, dan antargolongan (SARA) masih mudah mengoyak tenun kebangsaan kita hari ini.

Beruntung, situasi di beberapa kota di Papua serta kota lain saat ini berangsur pulih. Tentu terucap doa semoga konflik ini bisa segera berakhir.

Tidak cukup hanya dengan saling memaafkan, maka masalah lantas dianggap sepenuhnya selesai. Yang lebih penting dari itu adalah bagaimana menemukan akar permasalahan setiap konflik yang berdimensi rasial. 

Tentu akar permasalahan penting diurai agar kejadian serupa tidak terulang lagi. Kenapa hal itu menjadi wajib, sebab Indonesia adalah negara pemilik keragaman budaya tiada duanya di dunia. 

Kita memiliki 1.128 suku dengan agama berbeda-beda. Juga ada ratusan bahasa daerah. Kekayaan budaya ini tentu bisa menjadi modal kita untuk mencapai kemajuan. 

Namun, jika itu tidak dikelola baik maka yang muncul adalah potensi konflik dan kehancuran tentunya.  "Pemantiknya" pun bisa bermacam-macam. Bisa karena ditunggangi kepentingan politik para elite, kesenjangan ekonomi, ketimpangan pembangunan, sentimen rasial, dan yang terbanyak yakni SARA. 

Dan disini aparat keamanan TNI-Polri diuji untuk bekerja cepat dan transparan. Sumber permasalahan tentu harus bisa diurai dengan jelas. 

Tak kalah penting adalah masyarakat jangan mudah terprovokasi oleh hoaks dan informasi yang menyesatkan. Di tengah situasi yang tidak kondusif, semua pihak harus bisa menahan diri. 

Karena kita berharap kedamaian di Bumi Papua dan Indonesia secara umum bisa tetap terjaga dan ber-Bhineka Tunggal Ika. 

Ikuti tulisan menarik Ferguso Kubangun lainnya di sini.