Beberapa waktu lalu saat melewati sepanjang jalan Gatot Subroto Jakarta, sebuah mini bus menarik perhatian saya. Sepertinya, mobil itu milik Kementerian Pertahanan Republik Indonesia.

Pada dinding mini bus itu bertuliskan kalimat yang begitu jelas: ‘Bela Negara bukan Wajib Militer’.

Kalimat itu mungkin ingin menegaskan bahwa, program Bela Negara dari Kementerian Pertahanan berbeda dengan Wajib Militer. Di sebagian negara menerapkan wajib militer, tapi tidak untuk Indonesia.

Wajib militer memang sempat menjadi perbincangan menarik, menyusul adanya sosialisasi program Bela Negara dari Kementerian Pertahanan. Sebagian orang menilai, Bela Negara harus wajib militer.

Saya kemudian tertarik untuk mencoba membahas hal ini dari perpektif pribadi, mengingat kondisi bangsa kita saat ini membutuhkan kehadiran masyarakat dalam menyikapi berbagai isu yang berkembang.

Tentu saja isu-isu yang berkembang demikian dinamis ini, ada keterkaitan dengan program Bela Negara dari Kemhan RI yang berfungsi menjaga pertahanan nasional dan kedaulatan NKRI.

Mengutip pernyataan Menteri Pertahanan Ryamizrd Ryacudu, negara tidak menerapkan sistem wajib militer dalam bela negara. Pada hakekatnya, bela negara merupakan salah satu upaya dalam melakukan pengelolaan sumber daya nasional untuk pertahanan.

Jadi, satu hal yang perlu diingat, bela negara tak melulu wajib militer. Esensi dari bela negara menurut hemat saya adalah membela kedaulatan NKRI, UUD 1945 dan ideologi Pancasila.

Mungkin itu maksud dari Menhan agar seluruh masyarakat Indonesia turut serta menjadi benteng, menjadi penggerak, juga menjadi generasi penerus bangsa yang berdiri paling depan untuk menjaga kedaulatan negara dari berbagai tantangan dan ancaman. (*)

Ikuti tulisan menarik Ahmad Irso Kubangun lainnya di sini.