x

Iklan

Rudi Fitrianto

Pengamat Kebijakan Publik, Politik dan Hukum
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 25 Oktober 2019 07:31 WIB

Jika Strategi SBY Tepat, Bisa Menarik Simpati Pendukung Prabowo

Kabinet Indonesia Maju telah diumukan Presiden Jokowi tidak ada satu kaderpun partai Demokrat yang dipanggil ke Istana oleh Jokowi. Jika Demokrat memilih jadi oposisi akan dapat memainkan panggung dalam menghadapi Pileg dan Pilpres 2014

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia telah berhasil menyelenggarakan Pemilu Presiden (Pilpres) dan Pemilu Legislatif (Pileg) dengan aman dan damai. Ini tentunya capaian yang sangat baik bagi bangsa kita di mata dunia Internasional, karena dapat menyelenggarakan hajat besar tersebut secara bersamaan dengan lancar. Tentu saja, ke depan masih terdapat catatan untuk perbaikan dan penyempuraan sistem Pemilu serentak.

Hasil pemilu tahun 2019 ini juga sudah di umumkan oleh Komisi Pemilihan Umum (KPU)—lembaga yang berwenang untuk menyelenggarakan hajat besar ini. Tentunya ada pihak yang merasa bebangga diri dan kecewa atas raihan suara dalam Pileg dan Pilpres tahun 2019. Hal tersebut tentunya wajar karena sejatinya dalam kompetisi adakalanya kita menang dan kalah. Pemilu seperti halnya siklus dalam hidup, adakalanya kita berbangga diri dan adakalanya kita harus belajar lebih untuk menuju kesuksesan dalam hajat besar politik tahun 2024.

Presiden dan Wakil Presiden pilihan rakyat Indonesia (Ir. Joko Widodo dan KH. Ma’aruf Amin) untuk masa bakti 2019–2024 pada hari Minggu tanggal 20 Oktober 2019, telah dilantik dihadapan sidang paripurna Majelis Permusyawaratan Rakyat (MPR) dan dihadiri oleh Presiden ke – 5 Megawati dan Presiden ke – 6 Prof. Dr. Susilo Bambang Yudhoyono. Beliau berdua hadir dalam sidang paripurna dengan menggandeng Wapres masing–masing pada zamannya. Prabowo dan Sandiaga Uno, rival Jokowi-Ma'ruf Amin selama Pilpres pun hadir. Hal inilah yang membuat masyarakat berbahagia dan teduh melihat para tokoh bangsa akur dan tanpa sekat bersatu dalam harmoni kebersamaan. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menteri Jokowi

Pasca dan sebelum pelantikan Presiden sejumlah tokoh bangsa mulai dari Ketua Umum Partai Demokrat SBY sampai dengan Ketua Umum Partai Gerindra Prabowo bertandang ke Istana Merdeka untuk menemui Presiden terpilih Jokowi. Ketika SBY datang ke Istana Merdeka pertemuan dengan Jokowi digelar secara tertutup, mereka bertemu kurang lebih selama satu jam. Hal yang dibahas menurut keterangan Pers Jokowi mulai dari isu Ekonomi hingga situasi Politik dan Keamanan Dewasa ini.

Kedatangan SBY juga membawa dua pesan, yakni kedatangan beliau sebagai Presiden Republik Indonesia ke – 6 yang memberi masukan secara murni untuk keberlanjutan Indonesia mendatang tanpa embel–embel politik. Kedua, SBY datang sebagai ketua umum Partai Demokrat sebuah partai yang berjaya selama 10 tahun di negara ini. Tentunya pesanya lain jika beliau sebagai Ketua Umum sebuah partai. Hal inilah yang kemarin Jokowi sendiri belum mengkonfirmasi maksud kedatangan SBY ke Istana.

Berbeda dengan kedatangan Prabowo ke Istana Merdeka, pasti publik langsung menilai bahwa beliau datang sebagai ketua Umum Partai Gerindra dan mantan rival Jokowi kemarin. Pastilah pertemuan antar keduanya tidak lain terkait tentang politik yang tidak jauh dari ajakan atau tolakan mengenai posisi dalam 5 (lima) tahun mendatang. Dan terbukti pada hari Rabu kemarin tanggal 23 Oktober 2019, Prabowo telah masuk dalam Kabinet Indonesia Maju yang dikomandoi Presiden Jokowi.

Sebenarnya ini bentuk komunikasi politik yang baik dari Presiden Jokowi dapat merangkul lawan dengan sangat elegan untuk bersama–sama membangun bangsa. Hal ini bisa juga mengurangi pertarungan akar rumput pendukung keduanya yang terus terjadi di media sosial. Tentunya tantangan pemerintahan kedepan jauh lebih berat dan membutuhkan politik yang stabil agar dapat meraih capaian nyata.

Sebelum Jokowi mengumumkan susunan menteri tanggal 23 Oktober, pesan viral di Whatsapp maupun yang dimuat berita online banyak yang memproyeksikan bahwa putra sulung SBY yakni Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) digadang – gadang akan menduduki posisi menteri di kabinet Jokowi. Mantan Perwira menengah TNI ini dikabarkan  akan menduduki posisi Kementrian Pemuda dan Olahraga dan terakhir Kementrian Pertahanan. Tetapi dalam kenyataanya proses politik tidak menghendaki demikian, sampai selasa malam putra sulung SBY tidak terlihat hadir di Istana, dan beberapa media online mengutip pernyataan Ibas bahwa  dalam hal pemilihan menteri Demokrat dalam keadaan menunggu tidak lebih.

Jauh sebelum Pilpres 2019 digelar memang hubungan antara SBY dan ketua Umum PDIP Megawati Soekarnoputri tidak hamonis. Hal ini dikarenakan pertarungan diantara keduanya di tahun 2004 yang membuat luka hati  yang mendalam. Banyak diskursus yang mengatakan hubungan SBY Mega mulai mencair pasca wafatnya Ibu Ani Yudhoyono, dengan ditandai kedatangan Mega secara langsung dalam upacara terakhir Ibu Negara ke – 6 di TMP Kalibata Jakarta Selatan. Dan terakhir persepsi tanda hubungan keduanya mulai membaik adalah saat datang bersamaan ke ruang paripurna pelantikan Jokowi tanggal 20 Oktober 2019 kemarin.

Andi Arief dalam cuitan di akun resmi twitternya tanggal 20 Oktober 2019  mengatakan bahwa Presiden Jokowi secara langsung ataupun melalui utusan menterinya menginginkan Demokrat masuk dalam Kabinet Indonesia Maju untuk 5 (lima) tahun mendatang. Tapi, kata Andi, ada pihak yang tidak menginginkan Demokrat masuk dan bergabung dalam kabinet ini. Dari cuitan Wakil Sekjen Partai Demokrat inilah publik mulai mendapat gambaran bahwa tidak benar faktor Presiden Jokowi yang tidak menginginkan Demokrat masuk kabinet jilid II.

Memang dalam kenyataanya tidak seperti partai lain menjelang pelantikan Presiden Jokowi, banyak yang melakukan lobi–lobi politik agar dapat diterima sebagai mitra koalisi dalam kabinet mendatang. Tetapi Demokrat detik–detik terakhir pun masih terlihat calm tidak agresif untuk menemui sejumlah tokoh yang disebut berpengaruh.

Mungkin SBY mawas diri, beliau tidak ikut berkeringat untuk memenangkan Jokowi dalam periode kedua ini sehingga tidak elegan jika harus meminta–minta jabatan menteri. Toh, SBY dan Demokrat sudah berkuasa satu dasawasa mewarnai politik dinegeri ini. Mungkin ini alasan SBY hanya bisa berpasrah diri dalam hal menteri kemarin.

SBY dan Demokrat

SBY selaku Politisi senior dan tokoh dalam tubuh partai berlambang Mercy ini tentu tidak akan tinggal diam pasca pengumuman posisi menteri Kabinet Indonesia Maju kemarin. Walaupun tidak mendapat posisi dalam kabinet kemarin saya yakin Jenderal bintang empat ini mempunyai skenario lain kedepan.

Sesuai informasi yang beredar SBY dalam waktu dekat akan memberikan pidato politik untuk menentukan sikap politiknya dalam 5 (lima) tahun mendatang. Masyarakat tentunya masih bertanya– anya apakah SBY dan Demokrat akan tetap masuk koalisi Jokowi tanpa kursi menteri atau mendudukan diri diluar pemerintahan?

Didalam sistem presidensial murni sebenarnyatidak mengenal sistem koalisi seperti yang ada di Indonesia sekarang ini. Saya pun tidak setuju kalo Indonesia disebut menganut sistem presidential murni tetapi lebih tepatnya semi-presidential dan parlemeter. Karena keduanya dianut didalam sistem kita sekarang ini.

Seperti di Amerika, misalnya, idealnya di dalam sistem presidential hanya ada dua partai karena di kala partai Demokrat berkuasa partai Republik yang diluar bisa melakukan pengawasan. Bagaimana sekarang Indonesia?

Konsekuensi multi partai sekarang ini menciptakan tubuh koalisi yang besar sehingga kontrol oposisi juga tidak efektif, sehingga banyak pihak yang khawatir kontrol terhadap pemerintahan kedua Jokowi oleh anggota parlemen lebih banyak yang mengamini kebijakanya daripada memberikan sanggahan atau kritik. Jika dilihat sekarang komposisi parpol koalisi pemerintah mempunyai jatah lebih banyak daripada partai non-pemerintah. Apakah hal ini sehat? Tentunya tidak. Power tend to corrupt but absolute power tend to corrupt absolutely – Lord Action -

Seperti kita ketahui bersama SBY dan Demokrat dalam periode pertama Presiden Jokowi mendekelarasikan diri sebagai penyeimbang artinya bukan oposisi dan bukan koalisi. Ini sebenarnya andagium baru dalam perpolitikan kita. Konsekunsi ini memang Demokrat sering dicap abu–abu oleh lawan politiknya. Lalu bagaimana sikap Demokrat kedepan?

Belajar dari periode pertama kemarin, saya yakin SBY dan Demokrat akan tetap bertahan ditengah sehingga sering disebut safety player. Padahal apabila SBY mendeklarasikan diri secara tegas  sebagai oposisi akan lebih baik karena pemilih yang antipati dengan pemerintahan akan mendekatkan diri ke partai berlambang mercy ini. Oposisi juga tidak harus brutal dan memandang selalu salah setiap kebijakan pemerintah. Tapi jadilah oposisi yang  kritis serta logis dalam melihat keadaan.

Apabila SBY dapat memainkan peran dan panggung selama lima tahun ke depan untuk menjadi oposisi dengan maksimal, akan mungkin pemilih Prabowo dan Partai Gerindra berpindah haluan secara perlahan ke partai berlambang mercy ini. Mengapa? Karena Demokrat dan Gerindra sangat identik, dipimpin oleh seorang purnawiran militer dan memiliki platform yang sama yakni nasionalis yang menjadi dasar partai bekerja.

Tetapi apabila SBY dan Demokrat tidak memaksimalkan panggung oposisi secara baik, saya yakin pemilih Prabowo akan berlari ke PKS dan PAN. Menurut perhitungan resmi KPU hasil perolehan suara Presiden Jokowi periode ke 2 menang tipis atas Prabowo yang artinya pemerintah harus ektra kuat untuk meraih hati pemilih yang antipati denganya dan lebih berhati-hati dalam mengambil kebijakan.***

Ikuti tulisan menarik Rudi Fitrianto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler