x

MUI

Iklan

Indonesiana

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 11 November 2019 10:07 WIB

Soal Larangan Ucapkan Salam Lintas Agama, Apa Kata Buya Syafii Ma'arif?

Imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur agar pejabat dan umat Islam tidak mengucapkan salam lintas agama saat membuka sambutan dinilai bisa memarjinalkan penganut agama lain.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Imbauan Majelis Ulama Indonesia (MUI) Jawa Timur agar pejabat dan umat Islam tidak mengucapkan salam lintas agama saat membuka sambutan dinilai bisa memarjinalkan penganut agama lain. Sosiolog keagamaan dari Lembaga Ilmu Pengetahuan Indonesia (LIPI), Wahyudin Akmaliah menilai imbauan ini berpotensi menimbulkan persoalan baru di masyarakat.

"Secara teologis mungkin tidak salah, tapi secara publik dan etika imbauan ini akan menimbulkan persoalan. Karena berpotensi menyebabkan kelompok umat yang lain akan mengalami proses marjinalisasi hanya karena ucapan salam ini," kata Wahyudi Akmaliah seperti dikutip dalam Tempo.co, Senin, 11 November.

MUI Jatim telah mengeluarkan imbauan yang diteken Ketua MUI Jatim, KH. Abdusshomad Buchori, yang memuat delapan butir tausiyah atau pokok pikiran. Salah satu seruannya adalah agar umat Islam dan para pejabat muslim cukup mengucapkan kalimat "Assalaamu'alaikum. Wr. Wb." tanpa mengucapkan salam pembuka dalam agama lain, seperti Syaloom, Om swasti astu, Namo buddaya yang lazim diucapkan diawal sambutan.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Dengan demikian bagi umat Islam akan dapat terhindar dari perbuatan syubhat yang dapat merusak kemurnian dari agama yang dianutnya." Demikian bunyi imbauan tersebut.

MUI Jawa Timur berpendapat salam menurut Islam bukan hanya sekedar basa-basi melainkan bentuk doa dan ibadah kepada Alloh SWT, Tuhan yang diyakini umat Islam. Sementara, menurut MUI, salam pembuka dalam agama lain juga mencerminkan keyakinan pada Tuhan dari masing-masing agama tersebut.

Wahyudi mengatakan mengucapkan salam kepada 6 agama itu adalah tradisi baik di masyarakat yang dilakukan para pejabat. Kata dia, itu merupakan bentuk penghormatan dan bagian dari toleransi antar umat beragama di tanah air.

Dia mengingatkan seseorang yang sudah menduduki jabatan publik dia tidak lagi milik penganut agama tertentu. “Tapi milik semua golongan, itu ada etikanya dan itu juga bagian dari menjadi warga negara Indonesia," tutur dia.

Ada pun Mantan Ketua Umum Pimpinan Pusat (PP) Muhammadiyah, Buya Syafii Ma'arif menilai imbauan MUI Jatim itu janggal dan dia menyarankan MUI tidak terlalu ketat.

"Kita, kan, sebuah bangsa plural, bhinneka Tunggal Ika. Mereka yang non muslim juga kadang-kadang kan memakai salam juga. Jangan terlalu ketat," kata Buya kepada situs berita Detik.com di Desa Banyuraden, Kecamatan Gamping, Kabupaten Sleman, Minggu, 10 November.

Buya meminta masyarakat mengamalkan arti Bhinneka Tunggal Ika. "Kita harus menjaga keutuhan bangsa, kebersamaan kita. Kita tidak boleh eksklusif, tapi selalu inklusif," kata dia.

Ikuti tulisan menarik Indonesiana lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Hanya Satu

Oleh: Maesa Mae

Kamis, 25 April 2024 13:27 WIB