x

Ilustrasi eSports. (foxpsorts.com.au)

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Selasa, 12 November 2019 08:22 WIB

Minat Jadi Atlet E-Sport Pro? Penghasilannya Bisa Rp 60 Juta

Menjadi atlit e-sport alias olahraga berbasis digital kini bisa dilirik sebagai alternative karir. Para pelaku usaha e-sport menuturkan potensi bisnis cabang olahraga virtual itu tak kalah seksi dengan olahraga konvensional.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

JAKARTA –  Menjadi atlit e-sport alias olahraga berbasis digital kini bisa dilirik sebagai alternative karir. Para pelaku usaha e-sport menuturkan potensi bisnis cabang olahraga virtual itu tak kalah seksi dengan olahraga konvensional. Presiden Direktur Aerowolf, Iwan Iman, misalnya, mengungkapkan bahwa gaji pemain e-sport profesional bisa diadu dengan pendapatan direksi bank swasta atau pemain bola profesional.

Iwan mengatakan pada 2017, gaji atlet Aerowolf masih sekitar Rp 2 juta. “Saat ini gaji mereka sudah naik 30 kali lipat,” kata dia kepada Koran Tempo, akhir pekan lalu.

Hal itu bisa terjadi, kata dia, karena tim-tim unggulan oleharaga ini sudah mulai kebanjiran sponsor. Berbagai pemilik merek komersial kini berlomba-lomba menyalurkan dukungan untuk tim e-sport.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Iwan, yang baru merintis bisnis tim profesional e-sport dua tahun lalu, menuturkan tawaran pemilik merek komersial yang mengajak berkolaborasi tak putus-putus. Aerowolf yang berisi 60 pekerja dan atlet profesional ini sudah menjalin kerja sama dengan Red Bull, Asus, dan Ternakopi. “Namanya ada gula, pasti dikelilingi semut,” ujar Iwan.

Selain itu, hadiah berbagai kejuaraan juga lumayan tinggi. Tentu saja semakian tinggi kelas sebuah kejuaraan, makin bikin ngiler pula hadiah yang disediakan.

Pemilik Cloud9 (salah satu tim kelas dunia), Jack Etienne, mengatakan aktivitas bisnis e-sport makin menggeliat setelah Activision dan Riot membuat kejuaraan terpisah dan eksklusif. Activision adalah pengembang permainan Overwatch, yang memperoleh sponsor dari pabrikan mobil Toyota. Adapun Riot adalah pengembang League of Legends, yang memperoleh sokongan dari Mastercard.

"Tim yang lolos dua kejuaraan itu bisa mendapat bayaran US$ 10 juta (Rp 145 miliar)," kata Etienne. Pertandingan final kedua kejuaraan yang digelar pada 2018 itu mendekati 100 juta orang. Angka tersebut hanya terpaut sedikit dibanding pertandingan final rugbi Superbowl, yang rekornya mencapai 103 juta penonton. Entienne yakin rekor pertandingan Superbowl akan segera terlampaui dalam waktu dekat.

Menggiurkan bukan? Tapi jangan slaah, tidak gampang untuk menjadi atlet e-sport yang handal. Menurut Iwan jadi atlet e-sport profesional saingannya sangat lebar. Die mengatakan dari 20 juta pemain di sebuah permainan, yang bisa sukses paling 50 orang.

Untuk menjaid pemain top, kata dia, perlu kemauan keras dan latihan teratur. Untuk permainan tembakan, misalnya, atlet e-sport bisa latihan menembak 500-1.000 kali per hari. “Tentu itu sangat membosankan,” kata dia. Latihannya pun bukan hanya main game. “Ada latihan fisik juga.”

Dan, jangan lupa, ada batas umur yang mesti dipatuhi. Olahraga virtual yang bersifat tembakan banyak yang masuk kategori remaja atau dewasa. “Artinya, mereka yang belum 18 tahun tidak boleh main,” kata Iwan.

Selain itu umur keemasan atlet e-sport juga tidak Panjang. Biasanya mereka bisa bertahan hinga usia 25 tahun saja. Sebab labih dari itu, refleksnya sudah berkurang dan kalah bersaing.

Bagaimana, minat?

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler