Presiden Joko Widodo (Jokowi) menyampaikan pidato usai menerima penghargaan Indonesian Mining Association (IMA) Award 2019 di Jakarta, Rabu, 20 November 2019. Jokowi mendapatkan penghargaan tertinggi di bidang pertambangan tersebut lantaran dinilai telah mendukung industri pertambangan dalam negeri. ANTARA
Senin, 2 Desember 2019 18:43 WIB
Reaksi Keras Presiden Soal Amandemen: Siapa Mau Tampar Jokowi? Ini Sederet Manuver Aneh…
Presiden Joko Widodo akhirnya bicara soal usulan perpanjangan masa jabatan presiden diperpanjang hingga tiga periode lewat amendemen Undang-Undang Dasar 1945.
Dibaca : 5.857 kali
Presiden Joko Widodo akhirnya bicara soal usulan perpanjangan masa jabatan presiden hingga tiga periode lewat amandemen kontitusi. Jakowi mempertanyakan motif pengusul.
Kemungkian, "Ingin menampar muka saya, ingin cari muka padahal saya sudah punya muka, atau ingin menjerumuskan saya," kata Jokowi, 2 Desember 2019. Presiden setuju amendemen UUD 1945 asalkan terbatas, yakni menghidupkan kembali GBHN. Namun, ternyata melebar ke mana-mana.
Baca juga:
Tertahannya Imam FPI: Mahfud Bilang Tak Melapor, Rizieq Beberkan Peran Orang BIN…
"Sekarang kenyataannya begitu, kan. Ada yang lari presiden dipilih MPR, lari tiga periode. Jadi lebih baik gak usah amandemen. Kita konsentrasi saja ke tekanan eksternal yang tidak mudah diselesaikan," ujar Jokowi.
Manuver politikus PPP
Isu perpanjangan masa jabatan presiden itu dilontarkan oleh Wakil Ketua MPR dari Partai Persatuan Pembangunan (PPP), Arsul Sani. Ia mengatakan selain periode 3x5 tahun, ada pula yang mengusulkan perubahan 1x8 tahun. "Ya, itu kan baru wacana ya," kata Asrul . 21 November 2019.
Sebelumnya, Ketua Fraksi Partai Nasional Demokrat (NasDem) MPR Johnny G. Plate, juga mengatakan perlunya perpanjangan masa jabatan bertujuan demi konsistensi pembangunan. "Konsistensi pembangunan juga terikat dengan eksekutifnya. Masa jabatan presiden juga berhubungan," ujar Johnny, 7 Oktober 2019.
Bermula dari PDIP
Isu amandemen UUD 1945 mula-mula berasal dari PDIP. Dalam Kongres Bali, partai mengusulkan menghidupkan kembali GBHN. "PDIP mengusulkan amandemen terbatas UUD 1945 untuk menetapkan kembali MPR sebagai lembaga tertinggi negara dengan kewenangan menetapkan GBHN," ujar Sekretaris Jenderal Hasto Kristiyanto, 10 Agustus 2019.
Banyak pengamat politik yang melihat bahwa usulan itu sebetulnya hanya pintu masuk untuk amandemen UUD 1945. Target sebenarnya adalah pemilihan presiden oleh MPR. Hal ini terlihat dari dukungan partai ini terhadap mantan Ketua DPR, Bambang Soesatyo untuk menduduki posisi sebagai Ketua MPR. Misi utamanya yakni mengubah konstitusi.
Sebelumnya, Bambang sudah melempar wacana pemilihan presiden lewat MPR. Salah satu alasannya, pemilihan presiden langsung cukup rumit dan mengundang polarisasi dalam masyarakat. "Apa enggak sebaiknya Pilpres dikembalikan lagi ke MPR," kata Bambang, 9 Agustus lalu.
Presiden ke-5 RI Megawati Soekarnoputtri (tengah) berbincang dengan Ketua MPR Bambang Soesatyo (kiri) dan Wakil Ketua MPR Ahmad Basarah (kanan) disela memberikan keterangan pers di kediaman Megawati, di Jakarta, Kamis 10 Oktober 2019. ANTARA FOTO/Nova Wahyudi
Analisis: Jokowi bukan dalang
Jika kita amati, narasi amamenden UUD 1945 tampaknya bukan keinginan kubu Jokowi, melainkan PPDP. Dalam analisis politik, Jokowi sebagai aktor politik perlu dipisahkan dengan PDIP sebagai penyokong utamanya. Di luar Jokowi dan PDIP, masih ada juga partai koalisi pemerintah yang lain, kemudian partai-partai yang berada di luar pemerintahan.
Tak sulit untuk memahami bahwa amandemen UUD 1945 berkaitan dengan kepentingan politik 2024. Di sinilah kita bisa sedkit berimajinasi, apakah Jokowi ingin mempertahankan kekuasaan secara lama, atau sekedar mau menyelesaikan jabatannya hingga 2024?
Isu memperpanjang masa jabatan jadi 3 periode boleh jadi hanyalah manuver agar orang bicara soal amandemen UUD 1945. Ujung dari wacana yang ngalor-ngidul ini sebetulnya amat jelas: pemilihan presiden oleh MPR.
Siapakah yang menginginkan hal itu? Tentu partai-partai politik yang merasa lebih nyaman memakai lewat mekanisme pemilihan presiden oleh MPR. Kalau mekanisme pilpres langsung, partai-partai harus kompromi dengan tokoh populer. Jika presiden dipilih oleh MPR, partai bisa merancang dan menentukan presiden lewat deal di antara partai-partai.
Sulit dibayangkan Jokowi berkepentingan betul urusan ini karena ia produk pemilihan presiden secara langsung. Bahkan, ia pun belum tentu diusung lagi oleh partai-partai, andaikata nanti ada mekanisme baru mekanisme MPR. Dalam awal pencalonan Jokowi dulu pun, kalangan partai seolah “dipaksa” untuk mengusung dia karena popularitasnya dalam survei.
***
Baca juga:
Tertahannya Imam FPI: Mahfud Bilang Tak Melapor, Rizieq Beberkan Peran Orang BIN…
Ikuti tulisan menarik Andi Pujipurnomo lainnya di sini.
Suka dengan apa yang Anda baca?
Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.
1 hari lalu

Generasi Milenial Butuh Hal Baru dari Politik dan Aktivisme Mahasiswa
Dibaca : 231 kali
2 hari lalu

Netizenokrasi: Wajah Intelektualisme Publik Era Milenial
Dibaca : 322 kali
3 hari lalu

Ironis, 85% Taman Bacaan di Indonesia Tidak Pernah Dibantu Pemerintah Daerah
Dibaca : 318 kali
3 hari lalu

Novela Seno Gumira Ajidarma: Suara Hati Seorang Pelacur
Dibaca : 2.282 kali
5 hari lalu

Apresiasi juga Dengki Iringi Kunjungan Jokowi ke Ukraina dan Rusia
Dibaca : 1.056 kali
5 hari lalu

Pendidikan Jarak Jauh Ketlisut dan Raib dari Draft RUU Sisdiknas?
Dibaca : 776 kali
2 hari lalu

Penguatan Profil Pelajar Pancasila melalui Projek dalam Kurikulum Merdeka
Dibaca : 559 kali
4 hari lalu
