x

Gambar : kawanuainside.com

Iklan

Fauzi Edi Hariyanto

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 2 Desember 2019

Rabu, 4 Desember 2019 09:14 WIB

Produksi Terus Membubung, Harga Cabai Rawit kok Melambung ?

Mengapa kita sering mendengar harga cabai rawit melambung tinggi sedangkan konsumsi menurun dan produksi selalu naik? Kenaikan cabai rawit tidak selalu terjadi sepanjang tahun, kenaikan harga cabai rawit biasanya hanya terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya mendekati lebaran.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi orang Indonesia tentu tidak bisa jauh dari yang namanya rasa pedas. Selera orang Indonesia memang unik, makanan bahkan bisa terasa hambar bila tidak ada sambal atau cabai di atasnya. Begitu banyak makanan Indonesia yang menggunakan cabai sebagai bahan bakunya. Beragam makanan dari Indonesia bagian barat hingga ke Indonesia timur, masing-masing memiliki makanan pedasnya sendiri. Tentu saja, cabai adalah kunci dari rasa pedas tersebut.

Tidak melulu makanan tradisional, makanan-makanan yang selalu populer di Indonesia sering berkaitan dengan rasa pedas. Sebut saja mie super pedas yang terkenal selama beberapa tahun terakhir, bahkan popularitasnya masih ada hingga kini. Cabai terutama cabai rawit benar-benar menjadi komoditas yang sangat penting dan sulit dipisahkan dari kultur makanan masyarakat Indonesia.

Walaupun makanan pedas masih menjadi primadona, tetapi menurut hasil susenas, konsumsi cabai rawit tahunan per kapita di Indonesia terus mengalami penurunan sejak 2014 hingga di tahun 2017. Pada 2014, konsumsi cabai rawit tahunan per kapita di Indonesia berada di angka 12,619 ons, kemudian menurun drastis di tahun 2015 menjadi hanya 2,972 ons saja. Di tahun berikutnya, konsumsi cabai rawit menurun menjadi 2,451 ons. Di tahun 2017, konsumsi cabai rawit kembali turun signifikan menjadi hanya 1,512 ons per kapita setahun.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dengan data perkapita di atas, kita dapat mengetahui perkiraan konsumsi cabai rawit di Indonesia dengan mengalikan konsumsi cabai perkapita dengan banyaknya jumlah penduduk pada tahun yang bersangkutan. Di tahun 2014, perkiraan konsumsi cabai rawit di Indonesia mencapai angka 318 ribu ton, kemudian di tahun 2015 hingga 2017 berturut-turut 76 ribu ton, 63 ribu ton, dan 40 ribu ton.

Berbeda dengan konsumsi cabai rawit yang terus mengalami penurunan, produksi cabai rawit justru terus mengalami peningkatan. Pada tahun 2014, tercatat oleh kementerian pertanian bahwa produksi cabai rawit secara nasional sebesar 800 ribu ton. Pada tahun berikutnya, naik menjadi 869 ribu ton. Kemudian di tahun 2016 menjadi 915 ribu ton dan pada 2017, produksi cabai rawit bahkan sudah menembus Lebih dari 1 juta ton, tepatnya di angka 1,1 juta ton.

Lantas, mengapa kita sering mendengar harga cabai rawit melambung tinggi sedangkan konsumsi menurun dan produksi selalu naik? Kenaikan cabai rawit tidak selalu terjadi sepanjang tahun, kenaikan harga cabai rawit biasanya hanya terjadi pada saat-saat tertentu, misalnya mendekati lebaran. Karena pada saat mendekati lebaran, permintaan terhadap cabai rawit meningkat drastis, sedangkan ketersediaan pasokan cabai rawit pada musim tersebut belum tentu sebanyak yang digambarkan oleh data produksi tahunan. Ketersediaan pasokan cabai rawit ini pun dapat disebabkan oleh berbagai hal, seperti gagal panen, musim kemarau yang panjang, dan lain sebagainya. Ketersediaan pasokan tersebut dapat berbeda di tiap daerah di Indonesia, sehingga kenaikan harga pun bervariasi.

Kenaikan harga musiman ini juga disebabkan oleh ketergantungan masyarakat Indonesia terhadap cabai rawit segar. Ketika produksi cabai rawit melimpah dan permintaan rendah, akan terjadi kelebihan pasokan yang dapat berakhir pada cabai rawit yang busuk dan tidak dapat diperdagangkan kembali pada saat permintaan tinggi. Karena alasan inilah, produksi tahunan yang besar tidak dapat menjamin kestabilan harga cabai rawit sepanjang tahun.

Untuk mengatasi hal ini, pemerintah dapat mengambil peran dengan mendorong masyarakat agar tidak bergantung pada cabai rawit segar yang tidak dapat bertahan lama di pasaran dan beralih kepada cabai rawit olahan yang lebih tahan lama. Selain itu, pemerintah juga harus memperhatikan pertanian cabai rawit yang rawan gagal panen apabila terjadi cuaca ekstrim.

Ikuti tulisan menarik Fauzi Edi Hariyanto lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler