x

Agus Harimurti Yudhoyono. Antara/Akbar Nugroho Gumay

Iklan

adi karnadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Februari 2020

Kamis, 6 Februari 2020 14:05 WIB

Demokrat Beruntung Punya AHY, tapi Bisakah Mendongkrak Suara Partai di Pemilu Mendatang?

Realitas kuatnya status quo DALAM PARATI POLITIK, tercermin jelas di beberapa parpol. PDIP, misalnya, yang memilih kembali Megawati sebagai Ketua Umumnya, lalu Muhaimin Iskandar di PKB, Surya Paloh di Nasdem dan lainnya. Semua itu terjadi karena partai-partai itu cenderung menutup pintu regenerasi kepemimpinan atau memang tidak memiliki figur yang dianggap layak menjadi calon pemimpin partai. Nah, bagaimana AHY di Demokrat?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perkembangan partai politik ditentukan oleh corak dan karakter yang beragam. Merujuk pada pemikiran politik Huntington dan Nelson (1976), terdapat sejumlah partai yang terbentuk oleh kesamaan visi kebangsaan, identitas budaya, hingga digerakkan oleh kepemimpinan seorang tokoh lokal maupun nasional.

Kendati demikian, perkembangan partai-partai politik cenderung tidak bersifat linier. Artinya, perkembangan mereka tidak hanya selalu didorong oleh satu faktor, melainkan juga berbagai faktor.

Misalnya, partai-partai tokoh yang sudah kuat dan dikelola dengan baik, akan memiliki struktur partai dan infrastruktur kepartaian yang memadai. Sebaliknya, partai-partai ideologis yang tidak memiliki tokoh utama (central figure) dalam kepemimpinan partai seringkali terjebak dalam faksionalisme dan konflik internal partai.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Karena itu, partai-partai politik, baik partai modern maupun partai tradisional, harus fokus menyiapkan calon kepemimpinan organisasi secara matang. Tanpa kepemimpinan yang kuat dan mampu menyatukan semua, partai-partai politik akan mudah menciptakan friksi internal yang menggembosi kekuatan partai. Meskipun memiliki bekal logistik yang memadai, konflik internal akan lebih mudah menjalar dan memberangus kekuatan partai.

Konflik-konflik internal partai yang tercipta akibat tidak matangnya penyiapan figur kepemimpinan itu terlihat di Kongres Partai Golkar, PAN, hingga Hanura.

Sebaliknya, partai-partai yang mengklaim diri sebagai partai modern tetapi tidak memiliki keberanian untuk melakukan inovasi kepemimpinan partai, cenderung berusaha melanggengkan status quo dengan tetap mempertahankan wajah-wajah lama di pucuk pimpinan partainya.

Realitas kuatnya status quo itu jelas tercermin jelas di PDIP yang memilih kembali Megawati sebagai Ketua Umumnya, lalu Muhaimin Iskandar di PKB, Surya Paloh di Nasdem dan lainnya. Semua itu terjadi karena partai-partai itu cenderung menutup pintu regenerasi kepemimpinan atau memang tidak memiliki figur yang dianggap layak menjadi calon pemimpin partai.

Salah satu partai politik nasional yang saat ini dianggap telah memiliki figur yang layak melanjutkan estafet kepemimpinan partai adalah Partai Demokrat (PD).

Keberadaan Agus Harimurti Yudhoyono (AHY) sebagai salah satu kader PD yang notabene juga anak biologis dan ideologis Ketua Umum Partai Demokrat Susilo Bambang Yudhoyono (SBY) merupakan “anugerah” besar bagi PD.

Sebab, “anugerah” itu akan lebih mudah dimanfaatkan untuk mengkonsolidasikan kekuatan partai dan mengkonversinya menjadi kekuatan suara di Pemilu-pemilu mendatang.

Dengan adanya AHY sebagai calon pemimpin dan penerus ide dan gagasan kebangsaan SBY, PD akan diuntungkan karena beberapa hal. Pertama, keberadaan tokoh utama dalam partai akan menghindarkan partai dari timbulnya friksi, faksionalisme hingga konflik-konflik internal partai. AHY yang belakangan terus berkeliling Indonesia mengkonsolidasikan kekuatan struktur dan kader PD, akan mampu menjembatani komunikasi lintas wilayah yang begitu kompleks. Jika komunikasi internal partai lancar, maka kekuatan partai akan lebih solid.

Kedua, hadirnya tokoh sentral dalam kepemimpin partai akan lebih mudah mendongkrak popularitas dan perolehan suara partai. Artinya, fenomena efek ekor jas (coat-tail effects) cenderung lebih mudah ditemukan di negara-negara berkembang seperti Indonesia.

Sebab, keberadaan tokoh lebih mudah melekat dan diingat oleh perilaku pemilih ketimbang narasi panjang lebar visi-misi partai politik. Artinya, keberadaan AHY yang mampu mengkomunikasikan nilai-nilai dasar perjuangan Partai Demokrat akan lebih mudah meraup dukungan massa pemilih pemula, milenial dan swing voters.

Sebab, citra tokoh akan lebih mudah ditransfer menjadi citra partai politik. Karena itu, PD harus lebih intensif mengkapitalisasi figur AHY dalam upaya komunikasi politik publiknya.

Ketiga, keberadaan AHY sebagai calon pemimpin masa depan PD harus dioptimalkan untuk mengkonsolidasikan kekuatan partai dan juga memapankan infrastruktur partai.

Dengan struktur dan infrastuktur yang kuat, PD akan terhindar dari fenomena “bubble party” atau partai balon, dimana posturnya akan mengembang jika ditopang oleh figur dan logistik yang kuat, dan akan mengempes tatkala popularitas figure utamanya terkoreksi oleh publik.

Keempat, figur AHY lebih dikenal sebagai pemimpin muda yang egaliter, berpandangan luas dan terbuka. Jika AHY dan PD bisa terus mempertahankan karakternya yang terbuka dan egaliter tersebut, proses rekrutmen politik akan lebih mudah dilakukan untuk memperkuat mesin politik PD.

Sebab karakter tokoh pemimpin partai akan menentukan mudah dan sulitnya mencari partner koalisi dan merekrut kader-kader baru. Jika tokoh utama lebih terbuka, maka pintu rekrutmen dan kaderisasi akan terbuka bagi semua kalangan, mulai dari kalangan aktivis, birokrasi, militer, dunia usaha, hingga akademisi.

Karena itu, PD harus sadar dengan kekuatannya. Pada saat yang sama, potensi kepemimpinan AHY juga layak diperhitungkan untuk diberi kesempatan berkembang dan membesarkan partainya. Namun, keputusan itu kembali kepada keberanian para kader dan jajaran pengurus di struktur PD di tingkat pusat, daerah hingga cabang.

Jika Ketua Umum DPP PD SBY yang notabene juga ayah biologis dan ideologis AHY memberikan restu dan senantiasa membimbing putranya, maka transformasi dan kebangkitan Partai Demokrat benar-benar akan terjadi di masa depan.

Ikuti tulisan menarik adi karnadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

4 hari lalu