x

Gajah Mandi

Iklan

Warkasa 1919

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 27 Februari 2020

Kamis, 27 Februari 2020 07:51 WIB

Kisah si Rahman, Gajah Sumatera yang Berpatroli di Tesso Nilo

Cerita fiksi tentang Gajah Sumatera ditengah habitatnya yang semakin sempit dan berkurang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Gajah bernama Rahman sedang mandi

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Saat kisah ini mulai dituliskan, pembukaan hutan alam di tempat itu hingga kini masih berlanjut. Sisa luas tutupan hutannya saat ini diperkirakan hanya tersisa 23.550 Ha atau 28,79% dengan luas perambahan mencapai 58.243 Ha atau 71,21% dari total luas 81.793 Ha yang telah disahkan oleh pemerintah pada 2014 yang lalu. Sementara disitu ada tiga kelompok gajah dengan jumlah 30 ekor perkelompok yang bermukim di kawasan ini. Selain gajah, di kawasan ini juga masih terdapat hewan langka, seperti harimau dan tapir.

Sebelum bertemu Rahman. Aku tidak tahu berapa luas Taman Nasional yang di tetapkan melalui Keputusan Menteri Kehutanan Republik Indonesia dengan Nomor: Sk.6588 / Menhut-VII / KUH / 2014, Tanggal 28 Oktober 2014, Tentang Penetapan Kawasan Hutan Taman Nasional Tesso Nilo dengan luas 81.793 Ha di Kabupaten Pelalawan dan Kabupaten Indragiri Hulu Provinsi Riau.

Pertemuan dengan Rahman beberapa waktu yang lalu, membuatku tertarik untuk mencari tahu segala sesuatu tentang Kawasan yang menjadi Rumah bagi Raman dan teman-temannya itu. Taman Nasional Tesso Nilo ini merupakan salah satu kawasan hutan sekunder yang masih merupakan hutan di Riau, juga merupakan distrik yang dideklarasikan di negara-negara berkembang.

Kawasan yang sekarang menjadi tempat tinggal bagi Rahman bersama teman-temannya itu, dahulunya adalah Konsesi Perusahaan PT. Dwi Marta dan PT. Nanjak Makmur. Kawasan ini di kelilingi oleh IUPHH dan Desa.

Kehadiran gajah di suatu kawasan juga menandakan sumber daya untuk mendukung kehidupan satwa lainnya. Taman Nasional Tesso Nilo merupakan salah satu kawasan konservasi gajah Sumatera yang memiliki habitat gajah yang relatif lebih baik dibandingkan daerah sekitarnya. Namun konversi dan fragmentasi hutan melepaskan gajah yang dulunya hidup dalam skala besar sekarang terpecah-pecah dalam kelompok yang lebih kecil yang dapat memfasilitasi memunculkan konflik antara manusia dan gajah.

Kawasan yang menjadi tempat tinggal Rahman dan teman-teman itu hingga saat ini masih disetujui oleh masyarakat adat sebagai wilayah ulayat kebatinan. Setidaknya tercatat ada 9 kecamatan dan 23 desa di Taman Nasional Tesso Nilo ini. Kondisi tempat tinggal Rumah Rahman dan teman-teman di tempat ini rentan terhadap masalah hasil hutan, pemanfaatan hasil hutan secara berlebihan, perambahan hutan, perburuan satwa liar, dan lain-lain.

Berbicara panjang lebar tentang Taman Nasional yang memiliki 360 jenis flora yang tergolong dalam 165 marga dan 57 suku, 107 jenis burung, 23 jenis mamalia, tiga jenis primata, 50 jenis ikan, 15 jenis reptilia dan 18 jenis amfibia di setiap hektar-nya itu adalah sama saja seperti makan sayur tanpa garam jika tanpa menuliskan nama Rahman dan teman-teman yang berpartisipasi di dalamnya.

Jauh sebelum cukong-cukong kayu alam, serta toke-toke sawit yang belakangan ini mulai hilir mudik dengan kendaraan 4x4  terbarunya memasuki kawasan Taman Nasional ini, teman-teman Rahman sudah terlebih dahulu menginjakkan kakinya dan tinggal di tempat itu.

Rahman merupakan gajah Sumatera bagian dari pasukan gajah "Elephant Fying Squad" yang di bina oleh WWF dan BKSDA Riau di Taman Nasional Tesso Nilo (TNTN). Rahman saat ini di perkirakan berumur 35 sampai 40 tahun dengan berat 40 ton, berjenis kelamin jantan.

Pada tahun 2004 WWF-Indonesia bersama Balai Taman Nasional Tesso Nilo membentuk Tim Patroli Gajah atau Regu Terbang Gajah. Tim tersebut terdiri dari 4 gajah setuju dan 8 perawat / mahout yang mengirim gajah pembohong yang pindah kebun untuk dapat kembali ke habitatnya di Taman Nasional Tesso Nilo. Dan Tim Gajah Flying Squad secara rutin, dua kali dalam seminggu, berpatroli ke daerah yang berbatasan dengan Taman Nasional Tesso Nilo.

Makanya, kata temanku, jangan pernah mengulas cerita tentang Taman Nasional yang menjadi tempat tinggal bagi 60-80 ekor gajah dan merupakan kawasan konservasi gajah Sumatera tanpa menyebut nama Rahman dan teman-teman yang disitu.

Gajah Sumatera (Elephas maximus sumatranus) saat ini berada dalam status Kritis (Sangat Terancam Punah) dalam daftar merah spesies terancam punah yang dikeluarkan oleh Lembaga Konservasi Dunia --IUCN). Di Indonesia, Gajah Sumatera juga masuk dalam perlindungan satwa berdasarkan Undang-Undang No 5 Tahun 1990 tentang Konservasi Sumber Daya Alam Hayati dan Ekosistemnya dan diatur dalam peraturan pemerintah, yaitu PP 7/1999 tentang Pengawasaan Jenis Tumbuhan dan Satwa.

Masuknya gajah Sumatera dalam daftar ini disebabkan oleh aktivitas pembalakan liar, penyusutan dan fragmentasi habitat, serta pemulihan akibat konflik dan perburuan. Perburuan biasanya hanya mengambil gadingnya saja, sedangkan sisa tubuhnya dibiarkan membusuk di lokasi.

Di tengah habitatnya semakin sempit dan berkurang, aku seperti melihat Rahman dan teman-temannya saat ini tengah melihatnya sayu ke arahku. Dan dari mata mereka, aku seperti melihat gajah Sumatera memasuki wilayah yang lebih dekat dengan manusia. Seringkali konflik yang terjadi antara manusia dan gajah ini juga merugikan gajah. Sebabkan mereka di anggap hama dan untuk mengurangi gangguan gajah, tak jarang masyarakat menggunakan cara-cara yang berakibat pada kematian gajah.

Dan menurutku, ini bukan hanya soal populasinya yang semakin menurun seiring dengan semakin tingginya laju kehilangan hutan. Tapi ini soal pesan yang harus di sampaikan. Semoga kedepannya, tata kelola hutan dan lahan mengacu pada proses, mekanisme, aturan dan lembaga untuk memutuskan bagaimana hutan, tanah dan sumber daya alam itu dapat di manfaatkan

Negara Kesatuan Republik Indonesia (NKRI), atau lebih umum disebut Indonesia, adalah negara di Asia Tenggara yang dilintasi garis khatulistiwa dan berada di antara lintas benua Asia dan Australia, serta antara Samudra Pasifik dan Samudra Hindia.

Indonesia adalah negara kepulauan terbesar di dunia yang terdiri dari 17.504 pulau. Dengan populasi Hampir 270.054.853 jiwa pada tahun 2018. Dan Indonesia adalah negara berpenduduk terbesar di dunia dan negara yang berpenduduk Muslim terbesar di dunia, dengan lebih dari 230 juta jiwa.

Dan menurutku, Fatwa Nomor 14 Tahun 2014 tentang Pelestarian Satwa Langka untuk Keseimbangan Ekosistem itu sangat pas dengan kondisi bangsa ini. karena aku percaya, bahwa keberadaan makhluk hidup dengan segala fungsinya itu adalah salah satu cara Tuhan memberi petunjuk akan kekuasaan-Nya. Dan keterlibatan seluruh pihak, menurutku, sangatlah penting dan diperlukan guna melestarikan, dan menjaga keseimbangan ekosistem yang ada.

 

Sumber Bacaan: 1,2,3,4

 

Ikuti tulisan menarik Warkasa 1919 lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler