x

Iklan

Yudel Neno

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 4 Maret 2020 09:28 WIB

Membaca Kedudukan Janji dalam Pusaran Praktek Korupsi  

Janji yang tidak realistis dapat menyebabkan si pemberi bersikap tidak realistis pula

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Selama menjalani masa studi Teologi di Seminari Tinggi Santo Mikhael Penfui Kupang, dalam rentang waktu 2017-2019, kami diberi kesempatan setiap hari Minggu, untuk melayani saudara-saudara kita di Lapas Dewasa kelas 2A, Liliba.

Dari banyak pertemuan dan sharing, saya menyimpul banyak hal terkait kasus praktek Tipikor. Saya tertarik pada salah satu faktor pemicu yakni janji. Dalam arti ini, saya melihat janji sebagai salah satu penyebab terjadinya praktek korupsi.

Praktek korupsi memang saat ini terjadi di mana-mana. Banyak pemimpin masyarakat terseret dalam kasus mengaruk uang publik ini. Kita bisa mengakses di media, sejauh mana, praktek korupsi berlangsung dan sedalam mana penanganannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tidak heran, para penyelidik, penyidik pusing tujuh keliling, lantaran administrasi pasca penggunaan finansial susul kemudian. Alhasil, rekayasa data atau administrasi lancar dimainkan.

Dari begitu banyak faktor penyebab korupsi, saya menilai, terdapat salah satu faktor penyebab yang tak kalah pentingnya. Faktor itu ialah janji.

Entah dalam masa kampanye maupun masa aktif roda pemerintahan berjalan, janji-janji terhadap masyarakat terkait dengan kesejahteraan masyarakat selalu saja diutarakan.

Lantas, apa yang dijanjikan oleh seorang calon pemimpin ataupun pemimpin, dipegang teguh oleh masyarakat setempat.

Masyarakat biasanya selalu menaruh harapan pada janji seorang calon pemimpin ataupun pemimpin. Berjanji berarti apa yang dijanjikan itu, terikat kewajiban untuk memenuhinya.

Masyarakat bakal kecewa atau kehilangan kepercayaan kalau apa yang dijanjikan itu, tidak terlaksana. Kekecewaan atau kehilangan kepercayaan seperti ini, banyak kali menyebabkan seorang gagal menduduki kursi politik ataupun kursi birokrasi.

Dalam kaitan dengan kekecewaan atau kehilangan kepercayaan masyarakat terhadap seorang pemimpin dan janji yang harus ditepati oleh seorang pemimpin, saya membaca menguatnya janji sebagai salah satu faktor penyebab korupsi.

Tatkala seorang pemimpin pasca janji, ia mempunyai perhitungan ke depan untuk tetap eksis dalam jabatannya. Apa yang dijanjikan, ketika bertemu dengan kinerja politis atau birokrasi yang sarat aturan, bisa saja tidak memungkinkan janji itu terealisir. Sementara masyarakat, tetap menunggu bahkan menuntut.

Dalam kondisi seperti ini, terbuka kemungkinan bagi si pemberi janji untuk nekat, sekalipun melanggar aturan, demi terpenuhinya janji. Korupsi bisa dilakukan demi memenuhi janji. Kegelisahan akan kehilangan jabatan atau kedudukan bisa juga memicu terjadinya korupsi.

Korupsi, lantas dilakukan demi mempertahankan status quo pemimpin. Korupsi juga bisa dilakukan karena "beban bathin" seorang pemimpin demi memenuhi janji. Di sini, janji berpotensi membongkar komitmen moral.

Karena itu, saya menilai bahwa kalau ingin menjanjikan kesejahteraan, hendaklah diteliti lebih dahulu, realistis atau tidak, dan dimungkinkan oleh aturan atau tidak. Jangan sampai, aturan direkayasa atau dilanggar demi memenuhi apa yang telah dijanjikan kepada masyarakat.

Dalam arti di atas, kampanye seorang calon pemimpin ataupun yang sementara memimpin, "memang sarat janji-janji", tetapi diperlukan janji yang realistis, relevan dan signifikan. Resolusi berarti janji itu dapat terlaksana. Relevan berarti janji itu sesuai atau memenuhi kebutuhan hidup masyarakat, yang paling vital. Signifikan berarti janji itu memang sangat penting dan karena itu diutamakan demi kesejahteraan masyarakat.

Berjanji itu memang tidak salah tetapi perlu diwarnai dengan sikap kritis dalam berjanji. Sikap kritis dalam berjanji akan memudahkan janji terealisir sebab selalu diandaikan bahwa janji itu telah dikaji dan memenuhi syarat untuk dieksekusi.

Sebagai seruan akhir, waspadalah dengan janji dan timbang-timbanglah sebelum berjanji. Janji ibarat hujan; bisa membawa keuntungan bagi si pemegang payung tetapi bisa membawa bencana untuk si penjual es.

Memang janji tidak dapat disangkal keberadaannya semasa seorang calon pemimpin atau pemimpin, saat berkampanye. Karena hanya dengan janji, masyarakat dapat membaca sedalam mana visi-misi seorang pemimpin.

 


Rm. Yudel Neno, Pr, Pastor Pembantu Santa Maria Fatima Betun, Kabupaten Malaka

Ikuti tulisan menarik Yudel Neno lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu