x

benar baik

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 6 Maret 2020 17:58 WIB

Baik dan Benar atau Benar dan Baik?

Selama ini penggunaan kata baik dan benar, benar-benar salah kaprah.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perbuatan, tindakan, sikap, perilaku, keputusan, kebijakan dari mulai rakyat biasa, elite partai politik, hingga para pemimpin negeri ini, sampai saat ini masih sangat kuat terhadap paradigma tentang baiknya, bukan tentang benar dan kebenaran. 

Kesalahan paradigma dan pemahaman tentang baik dan benar, sudah sangat salah kaprah (kesalahan umum yang orang tidak merasakan lagi sebagai kesalahan).

Seharusnya yang mengemuka dan mengakar kuat di setiap rakyat, utamanya adalah perbuatan benar, tindakan benar, sikap benar, perilaku benar, keputusan benar, kebijakan benar, dan lain sebagainya, baru diikuti oleh kata baik. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Di setiap ajaran agama apa pun, tentunya juga diajarkan hal yang benar baru diikuti oleh hal yag baik. Jadi, pola berpikir baik dan benar yang selama ini terbalik, wajib luruskan. 

Dalam kehidupan berbangsa-bernegara dan bermasyarakat di Indonesia, terutama yang dicontohkan oleh para elite partai politik yang duduk di parlemen dan pemerintahan, hingga detik ini, lebih kepada hal-hal yang sengaja dilakukan agar dipandang "baik", namun banyak hal yang sejatinya tidak benar. 

Demikian pula pada kehidupan rakyat biasa, hal-hal yang benar semakin dijauhi, sementara, masyarakat lebih memilih kepada hal-hal yang ukurannya baik. 

Apa bukti dan faktanya? Sebelum kita buktikan bahwa di negeri ini, hal baik lebih diutamakan dari pada hal yang benar, coba kita perhatikan makna benar dan baik sesuai Kamus Besar Bahasa Indonesia (KBBI). 

Baik, memiliki 10 arti turunan, yaitu 1) elok; patut; teratur (apik, rapi, tidak ada celanya, dan sebagainya), 2) mujur; beruntung (tentang nasib); menguntungkan (tentang kedudukan dan sebagainya), 3) berguna; manjur (tentang obat dan sebagainya), 4) tidak jahat (tentang kelakuan, budi pekerti, keturunan, dan sebagainya),  jujur, 5) sembuh; pulih (tentang luka, barang yang rusak, dan sebagainya), 6) selamat (tidak kurang suatu apa), 7) selayaknya,  sepatutnya, 8) (untuk menyatakan) entah, 9) ya (untuk menyatakan setuju), 10) kebaikan, kebajikan. 

Bila ditelisik dari 10 arti turunan baik, semuanya adalah hal yang normatif sesuai kaidah situasi dan lingkungan. Sangat berbeda dengan arti kata benar. 

Benar, memiliki 6 arti, yaitu: 1) sesuai sebagaimana adanya (seharusnya), betul; tidak salah, 2) tidak berat sebelah,  adil, 3) lurus (hati), 4) dapat dipercaya (cocok dengan keadaan yang sesungguhnya), tidak bohong, 5) sah, 6) sangat, sekali, sungguh. 

Sesuai arti kata baik dan benar tersebut, betapa kini kita terbuka mata, bahwa selama ini, rakyat menjerit, teriak, protes, demonstrasi kepada parlemen dan pemerintah, karena banyaknya ketidakbenaran yang sesuai dengan makna benar. 

Pemimpin negeri ini tidak sesuai, tidak betul, berat sebelah, tidak adil, tidak lurus hati, lari dari kepercayaan, sangat memaksakan kehendak, dalam menjalankan amanah memimpin negeri, yang semuanya bukan untuk kepentingan rakyat, namun untuk kepentingan mereka sendiri. 

Ini adalah akibat dari paradigma perbuatan baik lebih diutamakan, sementara perbuatan benar menjadi nomor dua. Tak pelak, di seluruh lapisan masyarakat pun hal-hal yang semestinya dilakukan dengan benar, menjadi diabaikan, karena masyarakat lebih melihat kepada perbuatan sesuai norma yang berlaku di masyarakat selama ini, yaitu lebih utama perbuatan baik dari pada tindakan yang benar. 

Parahnya, hal ini juga sudah sangat mengakar, sebab, setiap bayi lahir pun, orangtua selalu mendoakan agar anakny menjadi anak saleh/salehah, lalu menjadi anak baik, bukan menjadi anak benar. 

Ditambah adanya anjuran penggunaan bahasa Indonesia yang baik dan benar, meskipun kini paradigmanya juga sudah dibalik, yaitu gunakanlah bahasa Indonesia yang benar dan baik. 

Yang pasti, salah kaprah menyoal perbuatan, tindakan, sikap, perilaku,  keputusan, kebijakan dari mulai rakyat biasa, elite partai politik, hingga para pemimpin negeri ini, yang sampai saat ini masih sangat kuat terhadap paradigma tentang baiknya, bukan tentang benar dan kebenaran, wajib segera dikikis. 

Masa, bangsa dan negara ini, selamanya akan dipimpin oleh pemimpin yang seharusnya amanah, namun hanya menjalankan kepercayaan rakyat hanya sebatas ukuran baik. 

Pemimpin harus benar. Harus lurus, harus adil, tidak berat sebelah, tidak memihak, tidak memaksakan kehendak, dan dapat dipercaya. Dengan begitu, maka rakyat biasa pun akan mengikuti apa yang dicontohkan pemimpin. 

Ayo berpikir dan bertindak yang benar dalam segala hal dan aspek kehidupan di rumah, lingkungan, sekolah/kampus, tempat kerja dll, dan hal-hal yang baik tentu akan mengiringi. 

Jangan salah kaprah lagi. Yang benar, tentu baik. Bukan yang baik dan benar. 

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler