Merana Karena Corona, Makin Merana Karena Pemerintah Tak Peka

Senin, 23 Maret 2020 14:38 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Indonesia tengah menghadapi kepanikan luar biasa dalam menghadapi serangan wabah virus corona. Terjadi pembelian masker besar-besaran, menyusul panic buying bahan pokok dan sembako, banyak kegiatan yang diliburkan, bekerja dan belajar di rumah mulai diterapkan. Sayangnya kepanikan masyarakat ternyata tidak satu frekuensi dengan sikap beberapa orang penting di negeri ini yang ternyata menunjukan respon berlawanan.

Indonesia telah menempati peringkat pertama dunia, tingkat kematian akibat Covid-19, yakni tembus diangka 8,37 persen. Hal tersebut didasarkan pada pernyataan Juru Bicara Pemerintah, Achmad Yurianto kamarin Rabu (18/03). Kabar buruk ini sangat amat bertentangan dengan ungkapan para pejabat negeri ini, yang sebelum-sebelumnya mereka seolah mengatakan Indonesia aman, virus corona tidak akan masuk ke negara kita, atau masyarakat kita kebal dan lain semisalnya.

Fakta di depan kita sekarang, Indonesia tengah menghadapi kepanikan luar biasa dalam menghadapi epidemi ini. Pembelian masker besar-besaran, menyusul panic buying bahan pokok dan sembako, banyak kegiatan yang diliburkan, bekerja dan belajar di rumah mulai diterapkan, kebijakan lockdown menjadi salah satu alternatif beberapa daerah meski masih mengalami pro dan kontra. Sayangnya kepanikan masyarakat ternyata tidak satu frekuensi dengan sikap beberapa orang penting di negeri ini yang ternyata menunjukan respon berlawanan.

Pemerintah indonesia dinilai terlalu santai dan cenderung menyepelekan kejadian luar biasa non bencana alam ini. Sebelumnya, Menteri Kesehatan, Bapak Terawan Agus Putranto pernah menyatakan bahwa corona bisa sembuh dengan sendiriya sebagaimana influenza. Disusul Bapak Tito Karnavian, Menteri Dalam Negeri yang juga pernah menegaskan bahwa virus corona tidak mematikan. Wakil Presiden Indonesia, Kyai Ma’ruf Amin juga pernah mengatakan Indonesia aman dari corona karena sudah dibacakan qunut oleh beliau.

Pada akhirnya semua statement mereka terpatahkan oleh fakta, yang menunjukan bahwa Indonesia telah diinvasi oleh virus corona, kasusnya terus meningkat dan korbannya bertambah banyak. Kita tahu bahwa angka yang dilaporkan oleh media adalah sekedar fenomena gunung es, tentu jumlah real di masyarakat lebih banyak lagi. Serangkaian prosedur tes Covid-19 cukup mahal untuk diakses, ditambah dengan inflasi parah yang menyebabkan melambungnya harga kebutuhan pokok, musim paceklik dan lain sebagainya, masyarakat pada umumnya tentu akan cenderung memilih untuk tidak tes Corona.

Yang paling membuat rakyat kecewa sekaligus marah terhadap pemerintah adalah sebelumnya tidak dilakukan pencekalan terhadap kedatangan turis asal China di Bali, sekarang diperparah dengan lolosnya tenaga kerja asing (TKA) dari China di bandara Kendari Sumatera Utara, sedangkan kondisi Indonesia saat ini adalah darurat Corona. Oleh Staf Khusus Kementerian Tenaga Kerja mereka dinyatakan ilegal.

Terlepas dari ilegal ataupun tidaknya dari sisi visa kerja, yang lebih perlu untuk diprioritaskan adalah melindungi masyarakat dari virus corona yang asal-muasalnya adalah dari Negeri Tirai Bambu tersebut. Idealnya Pemerintah melakukan penutupan akses dari dan menuju China secara total, meskipun itu urusan pariwisata dan tenaga kerja.

Ternyata tidak demikian sikap pemimpin-pemimpin kita. Setelah bagian Kantor Imigrasi mengakui telah meloloskan mereka, disusul oleh pembelaan dari pejabat penting negeri ini yakni Menteri Perhubungan Indonesia, Luhut Binsar Panjaitan yang melarang kasus ini untuk dibesar-besarkan, dan mengatakan bahwa mereka TKA asal Heinan China itu tidak ilegal. Hal itu didahului oleh penangkapan terhadap salah satu netizen yang mempelopori terungkapnya kasus ini, sekaligus ditutup-tutupinya fakta TKA asal China tersebut oleh Kapolres Sumatera Utara, meskipun pada akhirnya beliau memohon maaf.

Inilah wajah negeri kita, seolah keselamatan masyarakat tidak lebih berharga daripada bisnis, pemerintah cenderung bergerak lamban, enggan, dan serba permisif terhadap apa-apa saja yang berbau Negara China, atas dasar dalih ekonomi. Memang benar bahwa China memberikan banyak pinjaman kepada Indonesia, serta banyak berinvestasi di negeri ini, tapi itu tidak berdampak positif kepada sebagian besar masyarakat Indonesia. Semakin tinggi hutang dan semakin banyak investor ternyata tidak berbanding lurus dengan tingkat kesejahteraan rakyat.

Justru sebaliknya, kita banyak dirugikan oleh hal-hal yang berbau China, banyak TKA China merampas hak-hak tenaga kerja lokal indonesia, banyak pengusaha menengah bahkan BUMN gulung tikar karena harus bersaing bebas dengan produk-produk China, bahkan sekarang harus tertular penyakit mematikan. Ini kerugian yang luar biasa.

Negara ini mengklaim bahwa sedang memakai demokrasi dan Pancasila sebagai dasar negara dengan jargonnya dari rakyat, untuk rakyat dan oleh rakyat. Tetapi faktanya rakyat tidak pernah diutamakan, rakyat selalu menjadi bagian yang dimarginalkan dan dirugikan. Kenaikan pajak, Omnibus Law, suntikan dana untuk Jiwasraya, dan masih banyak lainnya, tidak ada satupun yang menjadikan rakyat sebagai pertimbangan utama dalam mengambil kebijakan.

Selalu saja sebagian kecil rakyat, yakni para pengusaha besar dalam negeri dan luar negeri yang diuntungkan. Semenjak dulu seperti itu dan seterusnya pun akan seperti itu. Lebih dari 70 tahun kita merdeka, teknologi dan ilmu pengetahuan semakin berkembang, dan manusia-manusianya pun semakin pintar. Lalu kenapa negeri ini tidak semakin baik? Kalau sudah seperti ini, kenapa kita masih percaya utopia demokrasi? (Uhiwa Nathakatta)

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Hima Wati

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Pengaturan Garam yang Makin Suram

Selasa, 6 April 2021 22:05 WIB
img-content

Pendidikan dan Muruah Guru ala Kapitalisme

Kamis, 4 Maret 2021 10:28 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler