x

ironi

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 8 April 2020 14:49 WIB

Ada yang "Sok" Paham: Inilah Realitas PSBB itu!

Banyak netizen yang kini menjadi ahli dan "sok" paham situasi. Padahal faktanya, pencegahan, antisipasi, dan penanganan virus corona di NKRI, realitasnya begini, seperti pelaksanaan PSBB ini.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Banyak netizen yang kini menjadi ahli dan "sok" paham situasi. Padahal faktanya, pencegahan, antisipasi, dan penanganan virus corona di NKRI, realitasnya begini, seperti pelaksanaan PSBB ini.

Bila banyak pihak dan masyarakat yang menyatakan aneh atas apa yang terjadi di Indonesia, memang masuk akal. Virus corona yang tanpa henti terus menyebar dan telah membuat ratusan nyawa melayang, bukannya pemerintah pusat yang mengambil tindakan pencegahan, antisipasi, dan penanganan secara resmi dan masif, justru malah harus di lemparkan kepada pemerintah daerah dengan dalih bernama Pembatasan Sosial Berskala Besar (PSBB). 

Sudah begitu, pemerintah daerah pun wajib mengajukan surat permohonan bila mau melakasanakan kebijakan PSBB kepada pemerintah pusat (Kemenkes), sesuai UU, padahal pandemi corona sudah menjadikan kodisi darurat dunia. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Berdasarkan Permenkes mengenai pedoman PSBB yang diterbitkan pada 3 April, ada dua cara penetapan PSBB di suatu daerah. Pertama, Pemerintah Daerah (Pemda) bisa mengajukan permohonan PSBB kepada Menkes Terawan. Selain itu Menkes Terawan juga bisa menetapkan PSBB di suatu daerah berdasarkan masukan Ketua Gugus Tugas Percepatan Penanganan COVID-19. 

Ironisnya dalam kondisi gawat seperti ini, masih ada alur birokrasi yang wajib dilalui dan sangat berbelit, sebab pemda harus melengkapi sejumlah data yang diminta sesuai Pasal 4 Permenkes PSBB yaitu, harus ada catatan peningkatan jumlah kasus menurut waktu, penyebaran kasus menurut waktu, kejadian transmisi lokal, serta adanya kesiapan daerah tentang aspek ketersediaan kebutuhan hidup dasar rakyat, sarana dan prasarana kesehatan, anggaran dan operasionalisasi jaring pengaman sosial, dan aspek keamanan. 

Bila prasyaratnya demikian, sejak corona hadir di Indonesia, selama ini negara (baca: pemerintah) ke mana saja? Oleh sebab itu, pakar Hukum Tata Negara, Refly Harun, meminta pemerintah jangan terlalu berbelit dalam memproses penetapan PSBB suatu daerah dan menyarankan pemerintah agar memberikan kesempatan terlebih dahulu kepada kepala daerah untuk menetapkan PSBB. 

Adapun data-data yang harus dilengkapi bisa menyusul. "Kasih kesempatan ke kepala daerah untuk memeranginya (wabah corona) dengan izin pemerintah pusat, walau itu entah izin di belakang dan lain-lain," ujar Refly kepada awak media, Selasa (7/4). Jangan sampai, kata Refly, ada kesan rivalitas antara pemerintah pusat dan daerah sehingga izin PSBB berbelit. Sebab jika demikian, pemda enggan untuk mengajukan PSBB, padahal daerah merupakan bagian dari pusat. "Pemerintah tak boleh terlalu birokratis, apalagi ada nuansa persaingan pusat dan daerah," ucapnya. 

Bahkan dalam siaran ILC di TV One Selasa, (7/4/2020), Refly pun kembali mengungkap hal birokratif tersebut. 

Dari kacamata awam, masyarakat saja bingung atas kebijakan pemerintah pusat menyoal PSBB ini. Sejak di dengungkan lahirnya PSBB, masyarakat berpikir, PSBB akan langsung diputuskan oleh pemerintah pusat. Kok, ini malah pemerintah pusat malah sekadar "mengerjai" pemerintah daerah. 

Kalau hanya menganjurkan dan memerintah, masyarakat biasa juga dapat lakukan itu. Meski pandemi corona sudah hadir di Indonesia sejak awal Maret 2020, pasien yang positif terinfeksi per 7 April 2020 sudah berjumlah 2.738 orang, 221 orang di antaranya meninggal dunia dan 204 pasien dinyatakan sembuh, ternyata tindakan serius pencegahan, antisipasi, dan penanganannya oleh pemerintah Indonesia baru tercatat resmi pada tanggal 7 April 2020 juga. 

Itu pun tetap pemerintah daerah yang bergerak, pemerintah pusat hanya sekadar tanda tangan atas dasar permohonan dari pemerintah daerah, yaitu Provinsi DKI. 

Menteri Kesehatan Terawan Agus Putranto menyetujui permohonan Pemerintah Provinsi (Pemprov) DKI untuk menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB). Kepala Bidang Media dan Opini Publik Kementerian Kesehatan Busroni menyampaikan bahwa PSBB langsung berlaku setelah ditetapkan oleh Menteri yang mana tertanggal pada hari ini Selasa (7/4/2020). 

Pemerintahpun  tidak mempermasalahkan keputusan Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan yang mulai menerapkan pembatasan sosial berskala besar (PSBB) secara efektif pada 10 April mendatang. Pemerintah menyebut DKI Jakarta butuh persiapan. "DKI Jakarta butuh waktu persiapan (pembatasan sosial berskala besar)," kata Juru Bicara Pemerintah untuk Penanganan COVID-19 Achmad Yurianto, saat dihubungi detikcom, Rabu (8/4/2020). 

Oleh karena itu, penghitungan 14 hari masa PSBB di DKI Jakarta dimulai sejak waktu efektif PSBB itu dijalankan, yaitu 10 April, meski Kemenkes menetapkan PSBB di DKI dimulai sejak kemarin. Menurut Yuri, masa berlaku PSBB juga bisa diperpanjang. Selain DKI Jakarta, Yuri menyebut sejumlah wilayah di DKI Jakarta hari ini juga akan mulai mengajukan PSBB. 

Sementara itu, seusai menggelar rapat dengan Forum Komunikasi Pemimpin Daerah (Forkopimdo) DKI, menyatakan, "DKI akan melaksanakan PSBB sebagaimana digariskan oleh keputusan menteri, efektif mulai hari Jumat, 10 April 2020," kata Anies dalam konferensi pers di Balai Kota DKI Jakarta, Jakarta Pusat, Selasa (7/4). 

Masih ada dua hari, khususnya bagi masyarakat yang tinggal di DKI untuk mempersiapkan diri dan memahami apa dan bagaimana pelaksanaan PSBB itu nanti di DKI. 

Meski ada penerapan PSBB, tetap ada pelayanan kepada masyarakat. Berikut adalah daftar lengkap kantor-kantor yang masih akan bekerja di DKI. 

A. Sektor Pemerintah Pusat dan Daerah, BUMN, BUMD di antaranya: TNI dan Polri; Bank Indonesia, lembaga keuangan, dan perbankan; Ultilitas publik seperti pelabuhan, badara, pusat distribusi logistik, telekomunikasi dan lainnya; Pembangkit listrik dan unit transmisi; Kantor Pos; Pemadam Kebakaran; Pusat informatika nasional; Lembaga pemasyarakatan atau tahanan; Bea Cukai di pelabuhan, bandara, perbatasan darat; Karantina hewan dan tumbuhan; Kantor Pajak; Lembaga/Badan yang bertanggung jawab dalam manajemen bencana; Unit penanggung jawab kebun binatang, pembibitan, margasatwa, penyiram tanaman, patroli dan transportasi yang dibutuhkan; Unit pengelola panti asuhan, sosial dan jompo. 

B. Sektor swasta antara lain: Toko yang berhubungan dengan kebutuhan pokok; Bank, kantor asuransi, penyelenggara sistem pembayaran dan ATM; Media cetak dan elektronik; Telekomunikasi, layanan internet, penyiaran dan layanan kabel; Penerima semua bahan pangan dan kebutuhan pokok termasuk makanan, obat-obatan, dan peralatan medis; Pompa bensin, LPG, toko ritel dan penyimpanan minyak dan gas bumi; Pembangkit listrik, unit dan layanan transmisi dan distribusi; Layanan Pasar Modal sesuai dengan ketentuan Bursa Efek Jakarta; Layanan ekspedisi barang. Catatan ojek online hanya boleh membawa barang dan tidak penumpang; Layanan penyimpanan dan pergudangan dingin; Layanan keamanan pribadi. 

C. Perusahaan industri dan kegiatan produksi, yaitu: Unit produksi komoditas esensial, termasuk obat-obatan, farmasi, perangkat medis atau alat kesehatan, perbekalan kesehatan rumah tangga, bahan baku dan zat antaranya; Unit produksi, yang membutuhkan proses berkelanjutan, setelah mendapatkan izin yang diperlukan dari Kementerian Perindustrian; Produksi minyak dan gas bumi, batubara dan mineral dan kegiatan yang terkait dengan operasi penambangan; Unit manufaktur bahan kemasan untuk makanan, obat-obatan, farmasi dan alat kesehatan; Kegiatan pertanian bahan pokok dan holtikultura; Unit produksi barang ekspor; Unit produksi barang pertanian, perkebunan, serta produksi usaha mikro kecil menengah. 

D. Perusahaan logistik dan transportasi, yakni: Perusahaan angkutan darat untuk bahan dan barang pangan atau barang pokok serta barang penting, barang ekspor dan impor, logistik, distribusi, bahan baku dan bahan penolong untuk industri dan usaha mikro kecil menengah; Perusahaan pelayaran, penyeberangan, dan penerbangan untuk angkutan barang; Perusahaan jasa pengurusan transportasi dan penyelenggara pos; Perusahaan jasa pergudangan termasuk cold chain. 

Itulah daftar  perkantoran yang masih diperkenankan beraktivitas dan beroperasi. Meski demikian diharuskan untuk bekerja dengan jumlah minimum karyawan dan mengutamakan upaya pencegahan penyebaran penyakit sesuai dengan protokol masing-masing. 

Apakah PSBB di DKI akan berjalan sesuai harapan? Apakah pemda lain segera mengajukan PSBB kepada pemerintah pusat dan pengajuannya akan lulus seperti DKI? 

Sungguh menarik, dalam kondisi gawat seperti ini, nyawa setiap hari ada yang melayang, justru tetap harus pemda yang berjibaku dan dikerjai, langkahnya pun tetap wajib melalui birokarasi, padahal corona hadir dan menyerang siapa saja tanpa perlu wajib lapor, mengajukan diri, apalagi harus diuji kelayakannya. 

Lalu, sebenarnya siapa pemimpin negeri ini yang wajib melindungi rakyat? Inilah realitas ironi kebijakan pencegahan, antisipasi, dan penanganan corona di negeri ini.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler