x

cover buku HB IX Pengorbanan Sang Pembela Republik

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 15 April 2020 10:15 WIB

Hamengku Buwono IX - Pengorbanan Sang Pecinta Republik

Kisah HB IX dalam menghidupkan dan menghidupi Republik Indonesia.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Hamengku Buwono IX – Pengorbanan Sang Pembela Republik

Tim Produksi: Eko Punto Pambudi, dkk.

Tahun Terbit: 2015

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia                                                         

Tebal: xii + 178

ISBN: 978-979-91-0979-8

 

Ketika pada tahun 1983 saya membaca  Tahta Untuk Rakyat-Celah-celah Kehidupan Sultan Hamengku Buwono IX, saya merasa kagum karena dalam buku tersebut Kustiniyati Mochtar berani mengungkapkan siapa penggagas Serangan Umum 1 Maret 1949. Sebab saat itu Suharto sedang kuat-kuatnya memimpin Indonesia. Suharto memiliki versinya sendiri tentang Serangan Umum 1 Maret ini.

Namun saat membaca buku Hamengku Buwono IX – Pengorbanan Sang Pembela Republik, kekaguman saya kepada Ngarso Dalem menjadi semakin besar. Buku ini mengungapkan begitu banyak peran beliau dalam menghidupkan dan menghidupi Republik Indonesia. Peran beliau secara politik, ekonomi dan militer terungkap dengan jelas dalam buku Seri Bapak Bangsa yang dikel uarkan oleh Tempo ini.

Hamengku Buwono IX (HB IX) adalah seorang yang mencintai Republik jauh sebelum Republik Indonesia lahir. Ngarso Dalem meyakini bahwa Republik akan berdiri setelah orang-orang Jepang meninggalkan Indonesia. Cinta beliau kepada Republik tidak hanya nyata saat awal berdirinya Republik, tetapi juga nyata saat Republik dalam kesulitan. Buku ini menggambarkan peran beliau saat ikut serta membidani lahirnya Republik, saat Republik bertikai dengan Belanda di akhir tahun 1940-an dan saat Republik mengalami kesulitan politik dan ekonomi di akhir era Sukarno serta di awal pemerintahan Suharto.

Sebagai seorang putra yang diberi gelar Pangeram Mangkubumi dan disemati Keris Jalak Puturun, Gusti Raden Mas Dorojatun mewarisi tahta Jogjakarta sepeninggal HB VIII. Namun proses pengangkatan beliau menjadi Sultan Jogja tidaklah mudah. Seperti Sultan-sultan sebelumnya harus ada kontrak politik dengan Belanda sebelum bisa di-jumeneng-kan. Pembahasan kontrak politik tersebut berlarut-larut karena GRM Dorojatun tidak mau Belanda mempunyai peran yang lebih besar dalam mengelola Keraton Jogjakarta. Namun karena beliau mendapatkan wisik maka akhirnya beliau bersedia menandatangani kontrak politik tersebut. Maka resmilah beliau bertahta di Kesultanan Ngayogjokarto Hadiningrat. Wisik itu mengatakan bahwa masa Belanda di Indonesia sudah tidak lama lagi.

Benar saja. Tepat 2 tahun beliau bertahta, Jepang datang ke Jawa. PB IX sadar bahwa Jepang bukanlah pihak yang akan memerdekakan Indonesia. Jepang justru akan membawa kesengsaraan yang lebih besar bagi rakyat Jogja. Oleh sebab itu PB IX mengupayakan supaya rakyat Jogja tidak menyetorkan padi kepada Jepang serta tidak membuat rakyatnya menjadi romusha. HB IX membuat laporan bahwa hasil panen di Jogja tidak berhasil. Kemaru panjang dijadikan alasan sehingga rakyat Jogja tidak perlu menyetorkan padi kepada Jepang. Sedangkan untuk menghindari romusha, HB IX mengusulkan kepada Jepang supaya rakyat Jogja membangun saluran irigasi saja untuk meningkatkan hasl panen. Maka Jepang pun setuju, bahkan membantu pembangunan Selokan Mataram. Maka terhindarlah sebagian besar rakyat Jogja dari kekejaman Jepang.

HB IX adalah Sultan pertama di Indonesia yang menyetujui Proklamasi yang dikumandangkan oleh Sukarno-Hatta di Jakarta. Dua hari setelah dikumandangkan HB IX mengirim telegram ucapan selamat kepada Sukarno-Hatta. Telegram tersebut kemudian disusul dengan maklumat untuk menggabungkan Kesultanan Jogjakarta kepada Republik Indonesia dengan status Daerah Istimewa. Padahal saat itu Sultan bisa saja mendirikan negara sendiri.

Ketika pada tahun 1946 Jakarta sudah dikepung, dan pemimpin bangsa dalam incaran Belanda, HB IX mengusulkan supaya Sukarno dan Hatta mengungsi ke Jogja. Beliau mengusulkan supaya Ibukota Negara dipindahkan ke Jogja. Maka operasi senyap memindahkan pemimpin negara dengan kereta api pun dijalankan. Untuk sementara Pusat Pemerintahan Republik Indonesia dipindahkan ke Jogja. saat klas dengan Belanda, meminjamkan Jogja sebagai Ibukota Republik. Gedung Agung dipinjamkan menjadi Kantor Kepresidenan.

Ketika Sukarno-Hatta ditawan Belanda, HB IX menggagas Serangan Umum 1 Maret untuk menunjukkan bahwa Indonesia masih ada. Setelah berkirim surat kepada Sudirman, HB IX sempat bertemu dengan Kolonel Suharto untuk membahas Serangan Umum 1 Maret. Episode pertemuan Sultan dengan Suharto ini sengaja dihilangkan saat Rejim Orde Baru berkuasa. Upaya tersebut adalah untuk membangun image bahwa Suhartolah yang mempunyai prakarsa serangan umum tersebut. Fakta pertemuan tersebut bukan hanya dihilangkan dari sejarah resmi, tetapi juga dihilangkan dari buku-buku matapelajaran, buku penunjang pembelajaran dan bahkan film-film yang mendokumentasikan peristiwa sejarah tersebut.

Saat Indonesia akhirnya diakui kemerdekaannya oleh Belanda pada tahun 1949, sekali lagi HB IX berperan besar untuk memberikan modal kepada Republik yang sama sekali tidak punya uang. Beliau menyerahkan uang sebsar 6 juta gulden kepada Sukarno dan Hatta sebagai modal awal Republik muda tersebut.

Peran HB IX saat Indonesia mengalami krisis politik dan ekonomi di tahun 1966-1969 juga sangat nyata. Saat Republik mengalami masa sulit secara politik dan ekonomi, HB IX bersama dengan Suharto dan Adam Malik mengambil peran inti untuk mengembalikan stabilitas politik dan ekonomi. Sebagai Menteri Utama Bidang Ekonomi dan Keuangan, HB IX berperan memasukkan kembali Indonesia menjadi anggota PBB, IMF dan Bank Dunia. HB IX juga sangat aktif melakukan kunjungan ke negara-negara yang sebelumnya menjadi musuh Indonesia. Beliau melakukan lawatan ke Jepang untuk mendapatkan pinjaman.

Banyak yang tidak tahu bahwa HB IX-lah yang menjadi pemimpin Tim Berkeley dalam mencari investor di awal pemerintahan Suharto. Beliau memimpin delegasi Indonesia untuk bertemu dengan para calon investor di Jenewa pada tahun 1967. Tim Berkeley inilah yang kemudian menjadi teknokrat Suharto dalam membangun ekonomi di era Orde Baru.

Buku ini juga dilengkapi masa kecil, masa sekolah dan masa kuliah di Belanda GRM Dorojatun. Meski dicatat sebagai mahasiswa yang biasa-biasa saja, tetapi HB IX berhasil meraih gelar di Jurusan Indologi. Meski tidak sempat menyelesaikan gelar doktoralnya, karena saat sedang menulis disertasi tiba-tiba diminta pulang oleh ayahnya, akhirnya toh Universitas Leiden mengirimkan ijazah doktoralnya setelah beliau wafat.

HB IX adalah Raja Jawa yang benar-benar memegang teguh ajaran Jawa. Beliau memilih untuk diam jika ada hal yang tidak disetujuinya. Ketika beliau merasa sudah tidak sejalan lagi dengan Suharto, beliau memilih untuk tidak mau diangkat kembali sebawai Wakil Presiden.

HB IX adalah seorang tokoh yang benar-benar cinta Republik Indonesia.

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler