x

Ilustrasi wartawan televisi. shutterstock.com

Iklan

Syafiul Hadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2020

Senin, 27 April 2020 05:45 WIB

Banyak Media, Sedikit Konten: Banjir Berita Seragam Akibat Kuasa Korporasi

Banjirnya konten pemberitaan di era konvergensi media memang benar secara kuantitas, namun jika dilihat secara kualitas, konten tersebut ternyata serupa. Ini tak lepas dari faktor kepemilikan berbagai media massa di bawah beberapa korporasi raksasa yang berdampak pada produksi dan distribusi konten. Perusaahan media besar, dalam konteks ini, hanya menciptakan konten yang massanya demi meraup keuntungan lebih besar.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Perkembangan teknologi informasi dan media baru dewasa ini menciptakan perubahan yang cukup mencolok terhadap media massa di Indonesia. Konvergensi media setidaknya membuat kepemilikan industri ini menjadi tersentralisasi ke beberapa korporasi besar. Misalnya saja Chairul Tanjung memiliki Trans Corporation yang menaungi Trans TV, Trans 7, CNN Indonesia dan Detik.com.

Lalu ada MNC Corporation milik Hary Tanoesoedibjo yang menaungi MNC TV, RCTI, Global TV, iNews, Koran Sindo, dan beberapa lainnya. Serta Kompas Gramedia Group milik Jacoeb Oetama yang menaungi Koran Kompas, Kompas TV, Tribunnews, Kontan.co,id, dan masih banyak yang lainnya.

Kepemilikan beragam media di bawah beberapa pemilik tunggal ini nyatanya berdampak pada konten media-media tersebut.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Banjirnya konten pemberitaan di era konvergensi media memang benar secara kuantitas. Terutama di media daring, zaman sekarang masyarakat seakan mendapat tsunami berita yang juga dapat diakses dengan sangat mudah.

Namun, benarkah konten-konten media ini memberikan banyak sekali informasi yang beragam? Jika dilihat secara kualitas, konten tersebut ternyata serupa.  Fenomena ini tak lepas dari faktor kepemilikan berbagai media massa di bawah beberapa korporasi raksasa yang berdampak pada produksi dan distribusi konten. Perusaahan media besar, dalam konteks ini, sebisa mungkin menciptakan konten yang bisa didistribusikan ke berbagai media massanya demi meraup keuntungan lebih besar.

Sebuah contoh menarik yang bisa diambil yakni pada pemberitaan Kompas Gramedia Group pada kasus staf khusus milenial Presiden Joko Widodo alias Jokowi. Kasus yang dapat dibilang masih hangat ini menuai banyak pemberitaan media, salah satunya bagaimana staf khusus Jokowi ini memiliki banyak perusahaan pribadi. Misalnya, pemberitaan Kompas.com dengan judul ‘4 dari 7 Staf Milenial Jokowi Miliki Perusahaan Sendiri, Siapa Saja Mereka?’ pada 19 April 2020. Berita ini setidaknya telah disalin ke beberapa anak perusahaan Kompas Gramedia Group dengan judul mirip dan konten tak kalah persis.

Itu terlihat, seperti di berita Tribunnews.com dengan judul ‘Daftar Staf Khusus Milenial Presiden Jokowi yang Punya Perusahaan Sendiri’; berita Kontan.co.id berjudul ‘4 Staf Khusus Milenial Jokowi Ini Punya Perusahaan Sendiri, Siapa Saja Mereka?’ dan berita video Kompas.tv berjudul ‘4 Stafsus Milenial Jokowi Ini Punya Perusahaan Sendiri’.

Berita dengan konten serupa di Tribunnews.com juga melalui beragam duplikasi ke portal berita Tribunnews di beberapa wilayah, yakni Tribun Banyumas, Tribun Manado, Trubun Kupng, Tribun Jogja, Tribun Jateng, dan Tribun Batam.

Berbagai media di bawah satu perusahan besar ini nyatanya memproduksi konten yang kemudian diteruskan ke media lain dengan isi serupa. Adanya praktik seperti ini ternyata berbuah ke homogenisasi konten berita yang mana merupakan salah satu dampak dari konvergensi dalam kepemilikan industri media.

Dalam salah satu konsep Ekonomi Politik Media milik Vincent Mosco, ada yang disebut sebagai spasialisasi, yakni bagaimana media memangkas ruang dan waktu untuk lebih menyebarluaskan konten pemberitaannya. Pada contoh di atas misalnya, spasialisasi yang dilakukan korporasi besar adalah dengan menyalin berita di salah satu media kemudian dijadikan konten serupa di media-media lain. Dengan memanfaatkan kemajuan teknologi dan di bawah konvergensi kepemilikan ini, media-media yang berada di naungan mega korporasi memilih membuat konten seragam demi menghemat biaya produksi, menjangkau audiens lebih luas, serta memaksimalkan kerja buruh media.

Homogensisasi konten ini tak lebih jauh mengarah kepada kapitalisme perusahaan media atas konten publik. Di satu sisi, konten seragam dari media-media di bawah perusahaan induk atau yang berbeda kepemilikan dapat dikritik karena menghilangkan hak audiens untuk mendapatkan konten yang beragam secara kualitas. Hal terkait yang lebih jauh tentunya juga bisa melunturkan salah satu fungsi media yakni sebagai penyampai informasi di negara demokrasi. Di mana media sebagai pilar keempat demokrasi harus menjamin informasi yang beragam untuk publik, bukan hanya untuk kepentingan media saja.

Fenomena homogenisasi konten di sisi lain juga akan tercipta jika berita tersebut menciptakan traffic yang bagus. Traffic yang tinggi sebagai indikator atas konten yang banyak dibaca oleh khalayak membuat media-media di perusahaan berbeda mengikuti hal tersebut.

Hal ini nyatanya juga mendukung kritik bagaimana ekosistem pemberitaan media massa kini membuat publik seakan kebanjiran informasi, namun setelah ditelaah informasi-informasi tersebut hanyalah salinan dari berita-berita dari media-media yang sudah ada. Adapun, perkara ini menyiratkan satu hal bahwa media selama ini bukan saja memediasi informasi publik, namun media memiliki peran besar dalam mengubah perilaku masyarakat dalam konten-konten pemberitaannya selama ini.

Ikuti tulisan menarik Syafiul Hadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler