Banyak orang yang sedang bertanya tanya kapan virus korona ini hilang atau pergi. Lalu semua negara pun sedang berlomba dalam mencari vaksinnya masing masing. Yang kita ketahui semakin lama, virus korona ini kan bermutasi terus sehingga menciptakan sebuah koloni virus yang baru.
Gue juga sudah mendengar kabar di Indonesia sendiri ada dua jenis virus korona yang baru. Virus korona bawaan Eropa dan Amerika kalau tidak salah. Nah, yang akan dibahas disini mengenai apakah setelah ditemukannya vaksin atau obat untuk korona, virus itu akan hilang sepenuhnya? Apakah benar dengan heard immunity saja bisa membuat kita menjadi tidak tertular virus korona sama sekali?
Banyak contoh yang menunjukkan vaksin tidak bisa menghilangkan virus penyakit, tapi mengendalikan atau mencegah penularan. Sebagai contoh, vaksin campak dan rubella (MR) sudah diperkenalkan sejak 1963. Namun hingga saat ini, masih ada orang yang terpapar campak bila tidak divaksin.
Kabar baiknya, menurut dr. Mike Ryan, jika ada yang menemukan vaksin yang sangat efektif, vaksin itu dapat didistribusikan ke semua orang di dunia, barulah mungkin memiliki kesempatan untuk menghilangkan virus ini.
Menurut Indra Rudiansyah, kandidat doktor riset vaksin di Jenner Institute, Oxford University, jika virus corona hanya menular dari manusia ke manusia maka adanya vaksin sangat mungkin menghilangkan virus dari muka bumi.
Beda kasus dengan Covid-19, menurut. Indra, kalau penyakitnya zoonosis atau bisa menularkan dari manusia ke hewan, seperti malaria dan DBD, itu akan sangat sulit dieradikasi. Karena melibatkan dua organisme berbeda dan penyakit itu sulit dikontrol. Namun bisa dicegah.
Dapat ditarik kesimpulan vaksin atau bahkan obat antibodi sekalipun tidak dapat menghilangkan virus korona sepenuhnya jika penyakit virus korona itu bersifat zoonosis. Yang bisa dilakukan hanya mencegah.
Mengenai herd immunity, berdasar sebuah temuan baru, seperti dilansir Kompas.com disebutkan pnerapan herd immunity atau kekebalan kelompok di sebuah negara terbukti tidak efektif. Studi terbaru itu melibatkan 1.100 tes di Swedia dan dilakukan oleh badan kesehatan masyarakat negara itu. Ditemukan hanya 7,3 persen orang di Stockholm yang mengembangkan antibodi, seperti dilansir Reuters.
Para ahli mengatakan, populasi dapat mencapai apa yang disebut kekebalan kelompok terhadap virus ketika sekitar 60 persen orang telah terinfeksi. Tom Britton, profesor yang membantu mengembangkan model peramalan, mengakui perhitungannya bisa saja keliru.
Kesimpulan dari semua pemaparan sumber-sumber di atas bukan bermaksud untuk menakuti atau bahkan kekhawatiran kalian lebih tinggi terhadap virus korona ini. Tetapi disini hanya ingin mengedukasi betapa pentingnya memahami sebuah situasi atau keadaan yang sebenarnya terjadi saat ini.
Mencari vaksin bukan untuk menghilangkan tetapi untuk mencegah. Serta herd immunity strategi kita setelah 60 persen populasi terinfeksi.
Ikuti tulisan menarik Muhammad Ferry lainnya di sini.