x

Iklan

Alin FM

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 30 Maret 2020

Senin, 20 Juli 2020 16:52 WIB

Keluarga Muslim "Malu-malu" pada Syariah


Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Oleh Alin FM, Praktisi Multimedia dan Penulis

Setiap keluarga akan selalu berharap rumah tangga yang dibangunnya dipenuhi suasana sakinah mawaddah wa rahmah. Suami atau istri yang menyejukkan pandangan mata, saling melengkapi satu sama lain, anak-anak yang soleh dan solehah dan berbakti kepada orang tua. Dan mendapatkan lingkungan yang baik. Sayangnya, mewujudkan keluarga ideal di era Kapitalisme-sekuler sekarang ini bukanlah hal yang mudah.

Keluarga dalam sistem Kapitalisme-sekuler gamang dengan agama, hubungan yang terjalin terjebak pada pemenuhan kebutuhan hawa nafsu dan materi semata. Sistem sekularisme juga menjadikan ukuran kebahagiaan adalah terpenuhinya materi sebanyak-banyaknya. Dan sistem Kapitalisme-sekuler memelihara kondisi lingkungan materialistis dan konsumtif hingga tingkat stres tinggi dialami para suami dan istri mengakibatkan sulitnya tercipta keharmonisan di dalam keluarga akhirnya keutuhan rumah tangga pun terancam. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sistem Kapitalisme-sekuler yang dianut negeri ini menjadikan kapitalisme mengatur sistem ekonomi dengan serakah. Sistem ekonomi kapitalis membuat kekayaan alam di negeri ini dikuasai segelintir orang maupun kelompok.

Negara pun setengah hati membuka lapangan pekerjaan yang layak bagi para Suami pencari nafkah. Lebih membuka keran sebesar-besarnya pada para perempuan untuk mengisi lapangan pekerjaan yang ada.

Terlebih negara memungut pajak di setiap jengkal ekonomi menambah beratnya pemenuhan kebutuhan ekonomi keluarga. Disamping itu pemenuhan kebutuhan pokok masyarakat bukanlah tugas negara untuk mengurusinya. 

Tak dipungkiri, sistem Kapitalisme-sekuler yang mengungkung masyarakat  saat ini membuat kehidupan serba sempit. Berbagai krisis terus mewarnai kehidupan masyarakat, mulai dari krisis politik berbasis pencitraan, krisis ekonomi, krisis moral dan budaya, krisis sosial, dan lain-lain.

Kenyataan ini mau tidak mau berdampak pada kehidupan keluarga muslim. Jarang ditemui keluarga muslim yang benar-benar bisa menegakkan nilai-nilai Islam. Keluarga muslim bahkan ikut terjebak pada kehidupan yang materialistik dan individualistik. Khususnya anak yang menjadi korban utama seperti pola asuh dan proses pendidikan akan terhambat. Kenakalan anak dan remaja, narkoba, pergaulan bebas, dan penyalahgunaan media sosial menjadi potret buram keluarga muslim hari ini yang tentu saja akan menjadi ancaman serius bagi nasib umat Islam di masa depan.

Sudah seharusnya dari tiap keluarga muslim berupaya menjaga keluarga dari virus Sekulerisme yang menjadi biang dari seluruh persoalan keluarga. Sehingga terlahir generasi terbaik yang akan membawa kemajuan negeri ini. Selain dengan memupuk keimanan, ketakwaan, dan kesiapan mengarungi bahtera rumah tangga dan negara memiliki andil dan peran besar untuk menyelesaikan persoalan rumah tangga.

Saat ini, keluarga muslim  lemah secara akidah sehingga tidak memiliki visi-misi hidup yang jelas. Hal ini diperparah dengan lemahnya pemahaman mereka terhadap aturan-aturan Islam, termasuk tentang konsep pernikahan dan keluarga, fungsi, dan aturan-aturan hak dan kewajiban di dalamnya.

Kemudian di sisi lain, Barat mempropagandakan adanya upaya penghancuran keluarga muslim melalui berbagai pemikiran, gaya hidup, habit dengan budaya sekuler yang rusak dan merusak, terutama paham liberalisme yang menawarkan kebebasan individu, baik dalam berpendapat, berperilaku, beragama, maupun dalam kepemilikan. Dan budaya permisif "serba boleh", boleh melakukan apapun walaupun menabrak rambu-rambu syari'ah Islam 

Paham ini secara langsung telah mengeliminasi peran agama dari pengaturan kehidupan keluarga muslim, sekaligus menjadikan keluarga muslim yang bebas menentukan arah dan cara hidupnya, termasuk yang terkait dengan relasi dalam kehidupan keluarga.

Dengan paham ini membuat keluarga muslim "malu-malu" terikat dengan syariat Islam. Terlebih syariat Islam sengaja dipropagandakan barat sebagai aturan yang kolot, antikemajuan, eksklusif, bias gender, dan gambaran buruk lainnya.

Kini, apa yang harus dilakukan untuk memperkuat bangunan keluarga muslim dalam hegemoni sistem Kapitalisme-sekuler. Yang harus dilakukan untuk memperkuat bangunan keluarga dalam hegemoni ini tidak lain adalah dengan meningkatkan ketaqwaan.

Ketaqwaan yang terkolaborasi dengan tiga aspek, yaitu: individu, masyarakat, dan negaraPertama, ketakwaan individu. Tidak bisa dipungkiri, ketakwaan individu memiliki kedudukan yang penting. Individu yang bertakwa mampu memilih aktivitas mana yang dibolehkan agama mana yang tidak.

Landasan berpikir seorang muslim membuat Ia akan memutuskan tindakan tersebut membahayakan dirinya atau tidak. Ia pun akan memaksimalkan skala prioritas amal.Allah SWT berfirman:

لَّيۡسَ ٱلۡبِرَّ أَن تُوَلُّواْ وُجُوهَكُمۡ قِبَلَ ٱلۡمَشۡرِقِ وَٱلۡمَغۡرِبِ وَلَـٰكِنَّ ٱلۡبِرَّ مَنۡ ءَامَنَ بِٱللَّهِ وَٱلۡيَوۡمِ ٱلۡأَخِرِ وَٱلۡمَلَـٰٓٮِٕڪَةِ وَٱلۡكِتَـٰبِ وَٱلنَّبِيِّـۧنَ وَءَاتَى ٱلۡمَالَ عَلَىٰ حُبِّهِۦ ذَوِى ٱلۡقُرۡبَىٰ وَٱلۡيَتَـٰمَىٰ وَٱلۡمَسَـٰكِينَ وَٱبۡنَ ٱلسَّبِيلِ وَٱلسَّآٮِٕلِينَ وَفِى ٱلرِّقَابِ وَأَقَامَ ٱلصَّلَوٰةَ وَءَاتَى ٱلزَّڪَوٰةَ وَٱلۡمُوفُونَ بِعَهۡدِهِمۡ إِذَا عَـٰهَدُواْ‌ۖ وَٱلصَّـٰبِرِينَ فِى ٱلۡبَأۡسَآءِ وَٱلضَّرَّآءِ وَحِينَ ٱلۡبَأۡسِ‌ۗ أُوْلَـٰٓٮِٕكَ ٱلَّذِينَ صَدَقُواْ‌ۖ وَأُوْلَـٰٓٮِٕكَ هُمُ ٱلۡمُتَّقُونَ

Bukanlah menghadapkan wajahmu ke arah timur dan barat itu suatu kebajikan, akan tetapi sesungguhnya kebajikan itu ialah beriman kepada Allah, hari kemudian, malaikat-malaikat, kitab-kitab, nabi-nabi dan memberikan harta yang dicintainya kepada kerabatnya, anak-anak yatim, orang-orang miskin, musafir [yang memerlukan pertolongan] dan orang-orang yang meminta-minta; dan [memerdekakan] hamba sahaya, mendirikan shalat, dan menunaikan zakat; dan orang-orang yang menepati janjinya apabila ia berjanji, dan orang-orang yang sabar dalam kesempitan, penderitaan dan dalam peperangan. Mereka itulah orang-orang yang benar [imannya]; dan mereka itulah orang-orang yang bertakwa. (Q.S.al-Baqarah: 177)

Kedua, ketakwaan masyarakat. Sejatinya ketakwaan individu saja tak akan cukup. Perlu dukungan dari ketakwaan masyarakat. Masyarakat yang bertakwa akan berbondong-bondong saling menjaga, memperhatikan dan mengingatkan. Atau dalam bahasa Syariat Islam adalah amar makruf nahi mungkar.وَلْتَكُنْ مِّنْكُمْ اُمَّةٌ يَّدْعُوْنَ اِلَى الْخَيْرِ وَيَأْمُرُوْنَ بِالْمَعْرُوْفِ وَيَنْهَوْنَ عَنِ الْمُنْكَرِ ۗ وَاُولٰۤىِٕكَ هُمُ الْمُفْلِحُوْنَ ﴿آل عمران : ۱۰۴﴾  "Dan hendaklah di antara kamu ada segolongan orang yang menyeru kepada kebajikan, menyuruh (berbuat) yang makruf, dan mencegah dari yang mungkar. Dan mereka itulah orang-orang yang beruntung. (QS. Ali 'Imran: 104)

Ketiga, ketakwaan negara. Ketakwaan negara adalah mahkota dari dua ketakwaan sebelumnya. Tidak bisa dipungkiri negara mengambil peran paling penting dalam masalah ini. Ketakwaan individu sewaktu-waktu bisa luntur mana kala tak ada bentengnya. Pun ketakwaan masyarakat suatu saat bisa sirna jika tak ada penjaganya. Benteng dan penjaga ketakwaan itu adalah negara. Imam Al Ghazali Rahimahullah berkata:
فإن الدنيا مزرعة الآخرة، ولا يتم الدين إلا بالدنيا. والملك والدين توأمان؛ فالدين أصل والسلطان حارس، وما لا أصل له فمهدوم، وما لا حارس له فضائع، ولا يتم الملك والضبط إلا بالسلطان
“Sesungguhnya dunia adalah ladang bagi akhirat, tidaklah sempurna agama kecuali dengan dunia. Kekuasaan dan agama adalah saudara kembar; agama merupakan pondasi dan penguasa adalah penjaganya. Apa saja yang tidak memiliki pondasi akan hancur, dan apa saja yang tidak memiliki penjaga akan hilang. Dan tidaklah sempurna kekuasaan dan hukum kecuali dengan adanya negara.

Negara memiliki andil dan kewajiban dalam penerapan aturan. Jika pemimpinnya bertakwa, tapi negaranya tidak berlandaskan akidah Islam, maka sia-sia. Pasalnya, manusia bisa berubah. Pemimpin adalah individu. Jika kedaulatan hukumnya Cacat, maka kebijakan pemimpin pun mengikuti arus kecacatannya.

Begitu pula sebaliknya, tak cukup menggunakan negara berlandaskan akidah Islam tanpa pemimpin yang bertakwa. Meskipun aturannya benar, bisa saja ada penerapan yang diselewengkan.

Maka, ketakwaan negara hanya dapat dicapai jika pemimpinnya bertakwa dan aturan negara juga berdasarkan akidah Islam. Pemimpin yang bertakwa hanya akan menjalankan aturan sesuai dengan perintah Alquran dan Sunah. Ia akan melaksanakan dengan sungguh-sungguh. Karena paham bahwa kepemimpinan yang ada di pundaknya adalah amanah yang kelak akan diminta pertanggungjawaban.

Ikuti tulisan menarik Alin FM lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB