x

Founder & CEO Of Future Leader Indonesia

Iklan

La Ode Muhammad Aril Masri

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 Juli 2020

Kamis, 30 Juli 2020 06:31 WIB

Realitas Pandemi Covid-19 dan Puncak Bonus Demografi 2030

Bonus Demography ditengah pandemi

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Realitas pandemi Covid-19 telah mengubah tatanan kehidupan hampir seluruh umat manusia di Indonesia, baik itu dari segi pendidikan, ekonomi, kesehatan, budaya bahkan sisi sosial. Fenomena ini menjadi tantangan baru bagi generasi muda bahwa proses menuju dan mencapai puncak bonus demografi 2030 tidaklah mudah.

Banyak tantangan-tantangan yang sifatnya unpredictable yang bisa datang kapan saja dan memaksakan generasi muda untuk menyiapkan strategi-strategi baru dalam menghadapai berbagai fenomena yang dapat menghambat tercapinya puncak bonus demografi.

Bonus demografi ini adalah fase baru bagi Indonesia dimana popolasi umur produktif lebih banyak dari populasi umur non-produktif (dibawah 15 tahun dan diatas 64 tahun). Sebagaimana data yang di rilis Badan Pusat Statistik (BPS) pada 2018 bahwa populasi umur produktif (15-64 tahun) mencapai 179.13 juta jiwa atau sekitar 67.6 % dari total populasi di indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ini menunjukan bahwa bonus demografi bisa benar-benar akan menjadi bonus jika pemudanya menjadi produktif karena generasi muda adalah bagian dari bonus demografi. Sebaliknya akan menjadi bencana jika pemudanya tidak produktif apalagi kalau tidak terserap dipasar kerja. Jika hal ini terjadi maka mereka justru akan menjadi beban atau jumlah kepala yang ditanggung menjadi bertambah.

Tantangan bonus demografi ditengah pandemi Covid-19

Pandemi Covid-19 tentu menjadi tantangan bagi generasi muda dalam menyambut bonus demografi 2030. Tantangan-tantangan itu hadir dan menyentuh ruang-ruang pendidikan, ekonomi dan sosial yang melahirkan berbagai perspektif baru dalam menyelesaikan berbagai persoalan yang muncul akibat dari pandemi covid-19. Dalam realitas pendidikan indonesia saat ini telah memasuki fase baru dimana proses pembelajaran face to face harus dihentikan dan dilakukan secara daring atau online.

Tentu ini memiliki keuntungan dan kerugian masing-masing sebab tujuan pendidikan tidak hanya sebagai transfer ilmu, lebih dari itu pendidikan membutuhkan interaksi sosial antara satu dan lainnya. Anjuran-anjuran seperti physical distancing, sosial distancing dan stay at home memberikan impact yang luar biasa bagi tatanan kehidupan. Selain itu, krisis ekonomi selama pandemi adalah dampak dari stay at home dan anjuran itu juga memperbanyak kaum rebahan yang tidak lagi produktif.

Tantangan-tantangan itu tidak boleh menjadi alasan untuk tidak melakukan hal-hal yag produktif. Bonus demografi tidak akan tercapai atau malah menjadi bencana jika pemudanya tidak lagi produktif dan melakukan aktivitas yang bermanfaat. Kesulitan dimasa pandemi mesti menjadi stimulus pergerakan anak muda dalam memberikan solusi terbaik atas berbagai persolan. Dengan begitu anak muda bisa memenangkan puncak bonus demografi 2030.


Membangun optimisme pemuda di tengah pandemi


Serangan Covid-19 telah memperlihatkan siapa saja yang benar-benar produktif. Gerakan-gerakan anak muda seperti kerelawanan, platfrom-platform yang bertujuan untuk peningkatan produktifitas atau juga self-development banyak lahir ditengah pandemi covid-19. Yang menjadi pionernya adalah generasi muda yang sadar bahwa untuk menikmati hasil dari bonus demografi harus menjadi produktif.

Semangat ini lahir dilatarbelakangi oleh beberapa faktor seperti eksistensi pemuda melalui gerakan empowerment, desakan-desakan ekonomi yang menyebabkan lahirnya platform-platfom pengembangan individu yang bisa diakses secara berbayar. Optimisme ini adalah menjadi modal awal dalam menghadapi puncak bonus demografi dan juga optimisme ini adalah spirit dalam melahirkan solusi baru dalam memecahkan tantangan-tantangan yang ada.


Komposisi pemuda indonesia hampir seperempatnya merupakan golongan pemuda yang memiliki usia 16 sampai dengan 30 tahun sesuai UU Republik Indonesia Nomor 40 Tahun 2019 Tentang Kepemudaan. Persentase ini cukup besar yang mana diatas 60 % penduduk indonesia adalah anak muda (laki-laki dan perempuan).

Oleh karena itu, potensi untuk mencapai puncak bonus demografi cukup terbuka lebar jika optimisme pemuda terus diperjuangan dan agenda-agenda kepemudaan mendapatkan dukungan penuh dari pemerintah dalam melaksanakan pembangunan berkelanjutan. Mindset pemerintah bahwa pemuda hanya sebagai obyek pembangunan harus direkontruksi. Pemuda tidak hanya menjadi obyek dari pembangunan melainkan sebagai subyek pembangunan. Maka dipandangan perlu bahwa anak muda harus dilibatkan dalam merumuskan agenda-agenda pembangunan bangsa.

Anak Muda, Medsos dan Bonus Demografi

Riset We Are Sosial Hootsuite yang dirilis januari 2019 mengatakan pengguna media sosial di Indonesia mencapai 150 juta atau sebesar 56% dari total populasi yang mana meningkat sebanyak 20% dari survei sebelumnya. Sementara pengguna media sosial mobile (gadget) mencapai 130 juta atau sekitar 48% dari total populasi. Jumlah pengguna terbanyak media sosial seperti facebook adalah anak muda (laki dan perempuan) yang berumur kisaran 20-29 tahun.


Penggunaan media sosial ini akan terus meningkat sampai pada puncak bonus demografi 2030. Potensi untuk mencapai puncak bonus demografi semakin terbuka lebar jika pemanfaatan media sosial bisa secara maksimal. Digitalisasi terjadi hampir disegala sektor yang mengharuskan transaksi-transaski ekonomi dilakukan secara digial pula. Namun yang perlu diperhatikan adalah pemuda yang menggunakan media sosial sebagai panggung kehidupan baru yang mana media sosial menjadi tempat pagelaran eksistensi yang tidak produktif.

Juga sebalinya, media sosial bisa menjadi ruang untuk mengekspresikan diri dengan tujuan self-development. Saat ini banyak platfom yang bertujuan untuk pengembangan diri. Menjaga produktifitas ini adalah perlu dalam mempersipakan diri menghadapi revolusi industri 4.0 dan 5.0.

Perjalanan menuju puncak bonus demografi akan terus beriringan dengan kemajuan teknologi. Dalam realitas perkembangan teknologi saat ini, pemuda diperhadapkan dengan kecanggihan-kecanggihan teknologi seperti artificial inteligence dan big data. Dua isu ini akan menjadi sentral pembahasan dimasa depan. Oleh karena itu, anak muda mesti dibekali dengan kemampuan mengelola teknologi informasi sejak dini sebelum berkutat pada puncak bonus demografi 2030.

Penulis : La Ode Muhammad Aril Masri
Fungsionaris PB HMI Bidang Kepemudaan Dan Kemahasiswaan
Founder dan CEO Future Leader Indonesia

Ikuti tulisan menarik La Ode Muhammad Aril Masri lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler