Siapakah Sjam Kamaruzaman, Lelaki dengan Lima Alias Itu?

Sabtu, 15 Agustus 2020 06:39 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapakah Sjam Kamaruzaman yang sebenarnya? Tokoh yang memegang peran besar dalam persiapan penculikan para jenderal tersebut dianggap terlalu mudah menyampaikan informasi saat dalam tahanan. Bagaimana karier politiknya sehingga akhirnya bisa sangat dekat dengan Aidit? Apakah dia intel PKI yang disusupkan ke militer atau sebaliknya?

Judul: Sjam – Lelaki Dengan Lima Alias

Penyunting: Arief Zulkifli, dkk.

Tahun Terbit: 2010

Penerbit: Kepustakaan Populer Gramedia                                                         

Tebal: xvi + 100

ISBN: 978-979-91-0281-2

Ia datang bagai hantu: tiba-tiba, tak tentu asal

Sjam adalah tokoh kontroversial dalam sejarah kelam G30S 1965. Tokoh yang menurut kisahnya memegang peran yang sangat besar dalam persiapan penculikan para jenderal tersebut dianggap sebagai tokoh yang terlalu mudah menyampaikan informasi saat dalam tahanan.

Sjam adalah kepala Biro Chusus PKI yang keberadaannya antara ada dan tiada. Sebab hanya Sjam dan Aidit yang tahu akan keberadaan institusi partai tersebut. Bahkan semula Biro Chusus ini dianggap sebagai khayalan tentara untuk memudahkan Soeharto menghancurkan PKI. Namun saat bersaksi dalam kasus Sudisman, Sjam membeberkan dengan terang benderang akan adanya Biro Chusus ini. Bahkan ia menyampaikan bahwa pada awalnya sasaran penculikan bukan hanya para Jenderal AD, tetapi juga Wakil Presiden Muhammad Hatta dan Wakil Perdana Menteri III Chaerul Saleh.

Siapakah Sjam? Bagaimana karier politiknya sehingga akhirnya bisa sangat dekat dengan Aidit? Bagaimana perilakunya saat ditahan? Siapa Sjam dimata keluarganya? Buku pendek karya Tempo ini memberikan informasi-informasi awal yang bisa memicu penelitian sejarah lebih lanjut. Bukankah penelusuran Riwayat hidup seorang tokoh bisa mengungkap kejadian sejarah yang lebih presisi?

Sjam Kamaruzaman lahir di Kampung Kutorejo, Kecamatan Kota, Kabupaten Tuban pada tanggal 30 April 1924. Ayahnya bernama R. Achmad Moebaedah adalah seorang penghulu – semacam Kepala Pengadilan Agama. Sedang ibunya Raden Roro Siti Chasanah berasal dari Blitar. Anak kelima dari sepuluh bersaudara ini bersekolah di Sekolah Rakjat di Tuban dan melanjutkan ke Land-en Tuinbouw School dan Suikerschool di Surabaya.

Sekolahnya sempat terputus di Jaman Jepang, dan kemudian lanjut di Sekolah Menengah Dagang di Jogja. Sjam hanya sampai kelas dua di Sekolah Dagang. Sekolahnya terputus lagi karena perang kemerdekaan. Selanjutnya ia bersekolah di taman Siswa. Sjam aktif dalam kegiatan kepanduan Hizbul Wathan organisasi kepanduan dibawah Muhammadiyah.

Sjam mulai aktif di politik saat bersekolah di Jogja. Ia menjadi anggota Perkumpulan Pemuda Pathuk. Perkumpulan Pemuda Pathuk adalah kumpulan pemuda di Jogja yang berjuang sejak tahun 1943. Para pemuda ini selain berjuang di medan laga, mereka juga melakukan diskusi-diskusi intelektual, khususnya membahas marxisme. Mereka sering menyergap tentara Jepang dan membunuhnya. Jumlah anggota perkumpulan ini tidak pernah diketahui karena sifatnya yang sangat cair. Kedekatan Sjam dengan tentara dimulai dari perkumpulan pemuda pathuk ini. Sjam ikut serta di beberapa pertempuran di awal kemerdekaan, sebelum akhirnya melanjutkan sekolah ke Jakarta.

Di Jakarta ia mendirikan serikat buruh kapal dan Pelabuhan. Di sinilah ia bertemu dengan calon istrinya. Enok Jutianah adalah seorang aktifis buruh pelabuhan sebelum menjadi istri Sjam. Enok diminta untuk berhenti menjadi aktifis setelah menikah dengan Sjam. Keputusan tersebut adalah dalam rangka untuk menutupi penyamaran Sjam sebagai seorang intel PKI. Sjam menjadi Wakil Ketua organisasi gabungan serikat buruh yang akhirnya menjadi Sentral Organisasi Buruh Seluruh Indonesia (SOBSI).

Sjam pertama kali bertemu dengan Aidit pada tahun 1949, saat Aidit bersembunyi di Jakarta setelah pemberontakan PKI gagal pada tahun 1948. Sejak itu hubungan Sjam dengan Aidit menjadi semakin dekat. Sjam menjadi orang yang paling dipercaya oleh Aidit di PKI. Hubungan yang sangat dekat inilah yang kemudian membuat Aidit mempercayai Sjam untuk menggarap militer melalui biro chusus. Sjam mempunyai hubungan yang sangat dekat dengan tentara sehingga ia juga dijadikan sebagai intel tentara dan bisa dengan leluasa keluar masuk ke markas tentara.

Aksi penculikan jenderal-jenderal dilakukan pada dini hari tanggal 30 September 1965. Sebenarnya aksi tersebut memang dilakukan secara terburu-buru. Aidit yang mendengar bahwa Sukarno sakit tak ingin didahului oleh aksi dari Angkatan Darat. Sjam-lah yang meyakinkan bahwa PKI sudah siap untuk melakukan aksi. Pada pengakuannya kepada penyidik saat ia menjadi tahanan, Sjam mengatakan bahwa sebelum aksi penculikan para jenderal, ia telah berhasil merekrut dua peleton Brigade 1 Kodam Jaya, satu kompi Batalion Cakrabirawa, lima kompi Batalion 454 Diponegoro, lima kompi Batalion 530 Brawijaya dan satu battalion Angkatan Udara. Namun saat aksi dilakukan tidak semua tentara tersebut bergerak. Sehingga akhirnya aksi tersebut dengan cepat bisa dipatahkan.

Buku ini menceritakan hal menarik tentang perilaku Sjam saat ditahan. Ia dijauhi oleh tahanan politik lainnya karena dianggap terlalu mudah memberikan informasi kepada penyidik. Ia juga tidak kekurangan apapun saat ditahan. Bahkan menurut pengakuan anaknya yang pernah mengunjunginya di rumah tahanan, Sjam memiliki uang yang sangat banyak. Kelana (bukan nama sebenarnya), anak Sjam yang mengunjungi ke rumah tahanan melihat sendiri bahwa Sjam mempunyai 3-4 koper berisi uang baru.

Sjam menikah dua kali. Istri pertamanya meninggal karena sakit tifus. Tetapi mungkin juga sakit karena frustasi tidak boleh menjadi aktifis. Sjam memiliki 5 orang anak. Seperti anak-anak PKI dan yang dituduh PKI, mereka berupaya sebesar mungkin untuk menghilangkan jejaknya. Keluarga Sjam juga menyembunyikan identitasnya. Menurut anak-anak Sjam yang memberikan kesaksian kepada Tempo (walaupun identitasnya tetap disembunyikan), Sjam adalah ayah yang baik. Kepada keluarganya ia mengaku sebagai pengusaha. Sjam memang memiliki beberapa usaha. Ayah yang cukup akrab dengan anak-anaknya. Suka mengajak menonton sepak bola dan jalan-jalan.

Sjam ditangkap di Cimahi oleh Pasukan Siliwangi pada tanggal 9 Maret 1967. Setelah memberikan kesaksian dalam sidang Sudisman dan beberapa kali diinterogasi, Sjam dihukum mati pada tanggal 30 September 1986 di sebuah pulau di Kepulauan Seribu.

Buku pendek ini memberikan informasi yang sangat menarik tentang tokoh Sjam. Ia adalah seorang yang ikut berjuang di masa Jepang dan masa revolusi. Ia dekat dengan tentara sejak dari jaman Jepang di Jogja. Dari aktifitasnya di Perkumpulan Pemuda Pathuklah ia menjalin jaringan dengan tentara. Di Pathuk jugalah ia bertemu dengan Soeharto. Sjam dianggap sebagai intel tentara. Namun disisi sebaliknya, Sjam sangat dekat dengan Aidit. Sjam adalah Ketua Biro Chusus yang ikut merencanakan penculikan para jenderal. Saat ditahan ia seperti tidak kekurangan uang. Ia dijauhi oleh para tapol lain karena dianggap terlalu mudah memberikan informasi rahasia kepada para penyidik.

Jadi siapakah sesungguhnya Sjam Kamaruzaman? Agen ganda? Sejarah akan membuktikannya di kemudian hari. Semoga.

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler