x

Gombloh. dok TEMPO/Afrizal Anoda

Iklan

tuluswijanarko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 8 Agustus 2022 10:49 WIB

Lagu Legendaris Kebyar-Kebyar Diciptakan Gombloh saat Kerokan!

Lagu Kebyar-Kebyar yang kerap kita dengar –terutama—di bulan Agustus ini, sudah dianggap sebagai unofficially anthem atau juga lagu kebangsaan kedua oleh beberapa kalangan. Ya, karena saking kerap diperdengarkan, juga dinyanyikan. Belum lagi syairnya yang demikian menggugah semangat kebangsaan. Tak dinyana proses terciptanya lagu legendaris itu sangat unik. Seunik perjalanan hidup Gombloh.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Lagu Kebyar-Kebyar yang kerap kita dengar –terutama— di bulan Agustus ini, sudah dianggap sebagai unofficially anthem atau juga lagu kebangsaan kedua oleh beberapa kalangan. Ya, karena saking kerap diperdengarkan dan juga dinyanyikan. Belum lagi syairnya yang demikian menggugah semangat kebangsaan.

Indonesia merah darahku, putih tulangku, bersatu dalam semangatmu…

Siapa yang tak tergetar mendengar alunan lirik tersebut dalam nada menggelora? Gombloh, musisi pencipta lagu itu, sepertinya memang sangat mengenali saripati jiwa anak bangsa ini terhadap negerinya. Ia juga sangat jitu menggambarkannya lewat pilihan kata dan nada.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Tapi, taukah anda bahwa proses penciptaan lagu ini sangat unik? Menurut John Pa'I, sahabat almarhum, karya itu tercipta spontan begitu saja. Bibir sang musisi nyentrik tiba-tiba saja mengalunkan kata-kata tersebut, saat ia sedang dikeroki oleh John!

Dari peristiwa sederhana itulah lahir sebuah karya besar dan legendaris. Dan, John Pa’I menjadi saksi kelahirannya. John Pa’I sudah mengikuti proses berkesenian Gombloh sejak tahun 1975. Sampai sekarang dia masih menetap di Balai Pemuda Surabaya. Di tempat inilah sejak dulu banyak seniman besar kota Pahlawan berproses: Gombloh, Leo Kristi, Nanil, Franky Sahilatua dan lain-lain.

Sebelum asyik-masyuk bekreasi di Surabaya, Gombloh adalah warga Jombang. Dia lahir dengan nama Soedjarwoto Soemarsono pada 12 Juli 1948. Gombloh adalah anak ke-4 dari 6 bersaudara, ayahnya bernama Slamet dan ibunya Tatoekah. Slamet sehari-hari berdagang ayam potong di pasar tradisional setempat.

Sapaan “Gombloh” disematkan kepada Soedjawoto kecil oleh teman-teman sepermainannya. Sebabnya, ia sering mengucapkan kata itu saat melintas di depan kendang sapi tetangganya. “Gombloh kate dibeleh (Gombloh akan disembelih),” ucap dia. Gombloh adalah nama sapi itu. Saking seringnya dia berucap demikian, akhirnya nama itu justru disematkan pada dirinya.

Keluarga Gombloh hidup sederhana di kota itu. Meski demikian, sang ayah punya cita-cita agar anaknya bersekolah setinggi mungkin. Maka Gombloh pun diminta kuliah di Surabaya. Pemuda itu akhirnya mampu menembus jurusan Teknik Arsitektur, Institut Teknologi Sepuluh November (ITS), Surabaya.

Gombloh sebenarnya ingin kuliah di IKJ, tapi ia tak kuasa menolak permintaan sang ayah. Kelak kuliahnya tak rampung karena dia lebih memilih mengikuti panggilan jiwa seninya. Ia memilih drop-out dan menyusuri jalanan hidup sebagai seniman.

Selanjutnya: Interaksi dengan musisi asing

Ikuti tulisan menarik tuluswijanarko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler