x

buzzer

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Jumat, 21 Agustus 2020 08:03 WIB

Enaknya Menjadi Influencer dan Buzzer Zaman Ini di +62

Enaknya jadi influencer dan buzzer di zaman pemerintahan Jokowi. Padahal, masyarakat umum menganggap pekerjaan sebagai influencer dan buzzer itu hanya menjadi "tukang kompor" yang tentu saja berkonotasi negatif. Masa sih? Benerkah demikian? Memang apa sih Influencer dan buzzer itu? Sebab, ternyata, banyak masyarakat yang masih belum paham.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Enaknya jadi influencer dan buzzer di zaman pemerintahan Jokowi. Padahal, masyarakat umum menganggap pekerjaan sebagai influencer dan buzzer itu hanya menjadi "tukang kompor" yang tentu saja berkonotasi negatif. Masa sih? Benerkah demikian? Memang apa sih Influencer dan buzzer itu? Sebab, ternyata, banyak masyarakat yang masih belum paham.

Dari berbagai literasi, influencer adalah seseorang yang bisa memberikan pengaruh di masyarakat. Mereka bisa merupakan selebritis, blogger, youtuber, ataupun seorang public figure yang dianggap penting di komunitas tertentu dan umumnya, memiliki jutaan pengikut (follower) di media sosial.

Sementara buzzer adalah pendengung. Sejak pemerintahan Jokowi semakin naik daun, setali tiga uang dengan influencer, yaitu sebagai channel komunikasi pemasaran, baik untuk komunikasi pemasaran sebuah produk, jasa, dan terkhusus komunikasi "pemasaran" di bidang politik.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Atas keberadaan influencer dan buzzer yang kini justru dimanfaatkan oleh pemerintahan Jokowi, masyarakat pun menjadi berpikir, mengapa pemimpin kita sampai harus "menyewa" mereka dengan menghabiskan dana miliaran demi menjadi "kompor?"

Karenanya, sejak Presiden Jokowi berhasil memenangi Pilpres, hingga kini duduk di periode pemerintahan kedua, negeri ini terus kisruh. Hampir dapat dipastikan, satu di antara pemicu kisruh itu adalah karena pekerjaan buzzer.

Sebagai contoh, hampir di seluruh berita di media massa yang mengangkat berita, opini, komentar, dll dari lawan politik Jokowi, pasti dikolom komentar akan segera dipenuhi rangkaian komentar yang bukan secara kebetulan bernafas sama, mengkritik balik, menanggapi, hingga menghujat, pun dengan diksi yang kasar dan sangat kasar. 

Demikian juga di layar kaca, dalam setiap diskusi atau acara yang menghadirkan nara sumber, peristiwa serupa juga akan mudah kita temui.

Sampai masyarakat pun bingung, apakah buzzer juga disewa oleh lawan politik Jokowi? Atau lawan politik Jokowi justru malah menyewa dua kategori buzzer sekaligus, yaitu buzzer yang ngompori negatif dan positif, sehingga saat dilihat masyarakat seolah sedang terjadi perseteruan antara dua kubu.

Atau buzzer itu hanya ada dari pihak Jokowi, namun juga ada pembagian peran yang berbeda. Sebagian besar tukang kompor dan sebagian yang lainnya difungsikan sebagai peredam. Ini pun dilihat oleh masyarakat jadi tetap terlihat ada dua kubu.

Namun, yang menjadi pertanyaan, apakah influencer dan buzzer juga disewa oleh lawan politik Jokowi? Lalu, bila benar disewa, kira-kira siapa yang mendanai? 

Influencer dan buzzer Jokowi

Bila Enaknya jadi influencer dan buzzer di zaman pemerintahan Jokowi. Padahal, masyarakat umum menganggap pekerjaan sebagai influencer dan buzzer itu hanya menjadi "tukang kompor" yang tentu saja berkonotasi negatif. Masa sih? Benerkah demikian? Memang apa sih Influencer dan buzzer itu? Sebab, ternyata, banyak masyarakat yang masih belum paham. belum ada pihak yang coba mengulas apakah benar lawan politik Jokowi menyewa dan membayari influencer dan buzzer demi kepentingan mereka terutama untuk politik, namun khusus untuk influencer dan buzzer Jokowi, bahkan telah menghabiskan dana rakyat sampai berapa sudah ada yang mengulas.

Saya lansir dari Tempo.co,  Kamis (20/8/2020) Peneliti Indonesia Corruption Watch (ICW) Egi Primayogha mengungkapkan pemerintah pusat telah menggelontorkan dana mencapai Rp 90,45 miliar hanya untuk influencer sejak 2014. Data ini diambil ICW dari Layanan Pengadaan Secara Elektronik (LPSE).

Menurut Egi, ICW menggunakan kata kunci influencer dan key opinion leader di LPSE sejak awal era pemerintahan Presiden Joko Widodo. Hasilnya terdapat jumlah paket pengadaan mencapai 40 dengan kata kunci tersebut.
"Anggarannya mencapai Rp 90,45 miliar. Anggaran belanja bagi mereka (influencer) semakin marak setelah 2017, mulai ada sejak itu. Hingga akhirnya meningkat di tahun-tahun berikutnya," ujar Egi dalam diskusi Kamis, 20 Agustus 2020.

Atas kondisi ini, rakyat pun bertanya. Mengapa pemerintahan ini sampai menggelontorkan anggaran begitu besar demi mencapai tujuan yang di antaranya justru untuk melindungi dan menjaga biduk pemerintahan Jokowi dari lawan politiknya?

Inilah sejarah Indonesia, sebuah pemerintahan dijalankan sampai harus mengeluarkan anggaran besar demi menyewa "kompor".

Bahkan total anggaran belanja pemerintah pusat terkait aktivitas digital adalah Rp 1,29 triliun sejak 2014. Kenaikan signifikan terjadi dari 2016 ke 2017. 

Pada 2016, anggaran untuk aktivitas digital hanya Rp 606 juta untuk 1 paket pengadaan saja. Namun pada 2017, angka paketnya melonjak menjadi 24 dengan total anggaran Rp 535,9 miliar.

Masih menurut Egi, karena tak melihat dokumen anggaran, dan LPSE itu terbatas, maka tak menutup kemungkinan jumlahnya bisa jadi lebih besar, apalagi bila ditambah pemerintah daerah.

Menariknya, dari besarnya anggaran itu, alokasi anggaran terbesar untuk aktivitas digital influencer dan buzzer ini, justru untuk Kepolisian RI. 

Dengan masih berjalannya program ini, gelontoran dana juga masih mengalir, semakin menunjukkan bahwa pemerintahan ini, nampaknya tak yakin dan tak percaya diri dengan kemampuannya, sehingga harus menggunakan dan menyewa jasa "kompor."

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler