x

Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan beserta wakilnya Ahmad Riza Patria ikut bersepeda pada Minggu pagi bersama warga di kawasan Bundaran HI, Minggu 14 Juni 2020. Tempo/Taufiq Siddiq

Iklan

Elnado Legowo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 29 Agustus 2020 09:26 WIB

Usulkan Sepeda Boleh Masuk Tol, Anies Baswedan Tidak Paham Aturan.

Ide Anies Baswedan memperbolehkan sepeda masuk jalan tol bertentangan dengan UU Jalan dan berisiko tinggi. Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan menyebutkan yang diperbolehkan melintasi jalan tol, adalah mobil, bus, dan truk untuk mempersingkat jarak serta waktu tempuh. Dalam Undang-Undang tersebut tidak disebutkan bahwa sepeda dapat memasuki jalur tol. Sehingga ide Anies itu terkesan antara tidak tahu atau sengaja mengangkangi Undang-Undang tersebut.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Apabila kita memilih seorang pemimpin bukan berdasarkan dari kemampuannya, maka tidak heran apabila pemimpin tersebut akan membuat kebijakan asal.

Belum lama ini Gubernur DKI Jakarta Anies Baswedan memberi usul kepada Kementerian Pekerjaan Umum dan Perumahan Rakyat (PUPR), agar memberikan izin pemanfaatan 1 ruas jalan Tol Lingkar Dalam Jakarta (Cawang-Tanjung Priok) sisi barat untuk digunakan sebagai lintasan road bike (jalur sepeda) pada setiap hari Minggu pukul 06.00 - 09.00.

Ide ini jelas bertentangan dengan Undang-Undang Nomor 38 Tahun 2004 tentang Jalan, yang sudah ada ketetapan peruntukan jenis kendaraan yang diperbolehkan untuk melintasi tol yaitu; mobil, bus, dan truk untuk mempersingkat jarak serta waktu tempuh.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Dalam Undang-Undang tersebut tidak disebutkan bahwa sepeda dapat memasuki jalur tol. Sehingga ide Anies terkesan; antara tidak tahu atau sengaja mengangkangi Undang-Undang tersebut.

Selain itu dalam Peraturan Pemerintah Nomor 15 tahun 2005 dalam pasal 5 ayat (2) berisi; Jalan tol yang digunakan untuk lalu lintas antar kota didesain berdasarkan kecepatan rencana paling rendah 80 km/jam dan untuk jalan tol di wilayah perkotaan didesain dengan kecepatan paling rendah 60 km/jam.

Sedangkan rata-rata kecepatan sepeda adalah 10-20 km/jam, tetapi ada juga yang 45-50 km/jam. Namun itu tetap berada di bawah standar kecepatan minimum kendaraan yang diperbolehkan untuk menggunakan jalan tol.

Selain itu, rencana memperbolehkan pengguna sepeda masuk jalan tol adalah rencana yang sangat berbahaya. Sebab pesepeda sangat rentan kehilangan keseimbangan ketika mereka sedang berkendara dalam kecepatan rendah.

Ditambah dengan embusan angin kencang, entah itu dari alam atau efek dari laju kendaraan yang tinggi, sehingga membuat pesepeda semakin berisiko untuk kehilangan keseimbangan dan terjatuh. Akan lebih mengerikan apabila pesepeda terjatuh di depan truk atau bus yang sedang melaju dengan kecepatan tinggi. Ditambah dengan tidak adanya pelindung seperti mobil, sehingga akan mengakibatkan cedera fatal dan tinggi peluang kematiannya.

Belum lagi dengan sikap kurang disiplin para pesepeda dalam berlalu lintas. Sebab masih banyak para pesepeda yang melakukan pelanggaran lalu lintas seperti; menerobos lampu merah, menyeberang sembarangan, atau berkendara di luar road bike.

Semenjak muncul tren bersepeda sebagai alternatif transportasi umum maupun olahraga keseharian, sehingga banyak pesepeda 'pemula' yang masih belum begitu mahir dalam bersepeda maupun berlalu lintas. Alhasil pengguna sepeda melonjak 1.000 persen, selama pandemi ini, diiringi dengan lonjakan jumlah kecelakaan pengendara sepeda yang dimana 58 persen diantaranya meninggal dunia.

Ruas Jalan Tol Cawang-Tanjung Priok, yang rencananya bakal digunakan sebagai jalur sepeda, merupakan jalur penting untuk transportasi logistik. Maka dari itu, apabila terjadi kemacetan akibat kecelakaan dari pengguna sepeda, maka akan menghambat aktivitas ekonomi. Mengingat bahwa pukul 06.00-09.00 adalah waktu dimana banyaknya kendaraan logistik beraktivitas.

Maka dari itu, ide memperbolehkan pesepeda memasuki jalur tol hanya muncul dari orang yang tidak mengerti tentang keselamatan lalu lintas dan tidak paham Undang-Undang Jalan. Sebab nyawa menjadi taruhan dari gagasan tersebut, alhasil tidak lain dengan upaya pengurangan populasi warga Jakarta.

Ikuti tulisan menarik Elnado Legowo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

17 jam lalu

Terpopuler