x

Iklan

Syarifudin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 April 2019

Senin, 7 September 2020 12:25 WIB

Menengok Geliat Baca dan Melek Huruf, Liputan CNN TV ke TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak

Jelang Hari Aksara, masih adakah geliat baca dan melek huruf di era digital. Crew CNN TV meliput TBM Lentera Pustaka di Kaki Gunung Salak Bogor

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jelang Hari Aksara Internasional 2020, crew CNN TV Indonesia melakukan liputan ke Taman Bacaan Masyaralat (TBM) Lentera Pustaka di Desa Sukaluyu, Kaki Gunung Salak, Bogor. Setelah menempuh perjalanan 1,5 jam dari Jakarta, CNN TV tiba untuk menengok kisah geliat baca dan melek huruf anak-anak kampung yang terancam putus sekolah dan ibu-ibu buta huruf. Mereka yang berjuang untuk tetap bertahan membaca di tengah gempuran era digital dan terbebas dari belenggu buta aksara. Tentu, dengan menerapkan protokol kesehatan di tengah wabah Covid-19.

Masih adakah geliat baca dan melek huruf?

Nyata dan terbukti di TBM Lentera Pustaka. Sekalipun di tenga wabah Covid-19 dan saat sekolah-sekolah masih “belajar dari rumah”, justru taman bacaan di Kaki Gunung Salak Bogor menjadi pilihan 60 anak-anak usia sekolah untuk belajar sekaligus membaca 3 kali seminggu. Beragam buku pengetahuan, ensiklopedia, komik, cerita rakyat, sejarah, dan akhlak menjadi santapan anak-anak yang terancam putus sekolah akibat kondisi ekonomi dan berasal dari kelaurga prasjehatera ini. Tidak hanya itu, sekitar 12 ibu-ibu buta huruf yang tergabung dalam GErakan BERantas BUta aksaRA (GEBERBURA) pun secara rutin seminggu 2 kali belajar baca-tulis. Agar terbeas dari belenggu buat aksara.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Maka pada Minggu, 6 September 2020, crew CNN Indonesia TV menengok secara langsung aktivitas geliat baca dan melek huruf di TBM Lentera Pustaka. Meliput aktivitas anak-anak kampung yang sedang membaca di taman bacaan, bertanya kepada orang tua yang menemani anaknya saat membaca, meng-cover suasana dan antusiasme anak-anak membaca dan ibu-ibu yang belajar baca dan tulis. Termasuk mewawancarai Zahwa (kelas IV SD) dan Nazriel (lkelas V SD) tentang pengalaman membaca di taman bacaan, mewawancari Ibu Eusi yang menemani anak membaca dan Ibu Arniati yang menjadi warga belajar buta huruf.

 

Saat diwawancarai crew CNN Indonesia TV, Syarifudin Yunus selaku Pendiri & Kepala Program TBM Lentera Pustaka menegaskan pentingnya memelihata tradisi membaca buku di kalangan anak-anak di tengah godaan era digital. Agar anak-anak terbiasa dengan buku bacaan dan mampu membentuk karakter yang berbasis kearifan lokal wilayahnya. Ibu-ibu buta huruf pun harus dibantu dan dibimbing dengan sepenuh hati. Agar terbebas dari buta aksara di zaman yang kayanya supermodern seperti sekarang.

“Kegiatan membaca buku dan melek huruf di TBM Lentera Pustaka sudah berjalan 3 tahun ini. Saya pun setiap week end datang khusus dari Jakarta untuk menemani anak-anak membaca di Minggu pagi dan mengajar ibu-ibu buta huruf di Minggu siang. Maka aktivitas literasi harus dilakukan dengan sepenuh hati dan konsisten. Ini semua saya lakukan sebagai warisan untuk umat, agar masyarakat di Desa Sukaluyu ini lebih berdaya” ujar Syarifudin Yunus saat diwawancarai CNN TV.

 

Crew CNN TV pun menyaksikan langsung, sekitar 60 anak pembaca aktif datang ke TBM Lentera Pustaka dengan memakai masker dan duduk berjarak. Sambil membaca buku dan memegang celengan kaleng sebagai bagian literasi finansial. Karena memang setiap hari Minggu, anak-anak TBM Lentera Pustaka diajarkan untuk menabung. Selain terviasa menjalakan “ritual” senam literasi, salam literasi, dan doa lietrasi, anak-anak TBM Lentera Pustaka pun dibiasaka membaca secara bersuara atau membaca nyaring. Untuk melatihvokal dan konsentrasi saat membaca.

 

Berbekal koleksi lebih dari 3.800 buku bacaan dan menerapkan model “TBM Edutainment”, TBM Lentera Pustaka hadir di Desa Sukaluyu sejak tiga tahun lalu untuk menekan angka putus sekolah. Karena faktanya di wilayah ini, 81% tingkat pendidikan masyarakatnya sebatas SD dan 9% SMP. Maka cara yang dipilih agar tidak ada anak putus sekolah harus mengubah mind set atau cara pandangnya melalui buku bacaan, sekaligus membangun kesadaran orang tua akan pentingnya sekolah atau pendidikan. Dan alhamdulillah hingga kini, tidak ada anak-anak TBM Lentera Pustaka yang putus sekolah.

“Tjuan besar saya adalah jangan ada lagi anak putus sekolah. Maka untuk tetap sekolah, saya memilih mengubah mind set anak melalui buku-buku bacaan. Itulah alasan berdirinya TBM Lentera Pustaka. Karena putus sekolah adalah sumber kemiskinan, kebodohan, bahkan narkoba dan pernikahan dini” tamabh Syarifudin Yunus yang juga kandidat doctor taman bacaan dari S3 Manajemen Pendidikan Pascasarjana Unpak.

 

Karena itu, Syarifudin Yunus menyampaikan harapan agar pemerintah daerah memberi perhatian yang lebih besar atas keberadaan dan eksistensi taman bacaan. Pendidikan itu bukan hanya formal saja di sekolah. Tapi ada pendidikan masyarakat yang sifatnya informal dan nonformal seperti taman bacaan. Maka pemerintah harus peduli, siapapun harus peduli kepada taman bacaan. Caranya pedulinya adalah temani dan perhatikan aktivitas di taman bacaan. Karena taman bacaan memang bukan “panggung’ untuk mencari popularitas.

 

Maka liputan CNN TV ke TBM Lentera Pustaka dalam rangka Hari Aksara Internasioanl tahun 2020 pun pautu diacungi jempil. Sebagai wujud kepedulian media tellevisi dalam mengangkat realitas dan problematika geliat baca dan melek huruf yangterjadi di masyarakat Indonesia, yang selama ini tidak terperhatikan.

 

Karena sungguh, huruf A dan kata-kata indah sama sekali tidak bermakna. Ketika masih ada anak-anak yang terancam putus sekolah dan ibu-ibu yang masih buta huruf. Salam Aksara ! #TBMLenteraPustaka #GeberBura #TamanBacaan #BudayaLiterasi

Ikuti tulisan menarik Syarifudin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler