Petani Cengkeh Menjerit, Harga Anjlok dan Banyak Pohon Mati

Jumat, 2 Oktober 2020 05:54 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Petani cengkeh Nusantara menjerit. Komoditi unggulan petani terancam lenyap dari bumi bertuah pojok utara pulau terluar Indonesia, Natuna. Pasalnya, selain harga yang anjlok dari harga biasanya, masalah lain dihadapi petani adalah hampir 75 persen pokok (pohon) cengkeh di beberapa perkebunan masyarakat Natuna sudah mati.

Pandemi Covid-19 masalah yang serius dirasakan petani cengkeh Nusantara, termasuk di Kepulauan Natuna. Komoditi unggulan petani terancam lenyap dari bumi bertuah pojok utara pulau terluar Indonesia itu. Pasalnya, selain harga yang anjlok dari harga biasanya, masalah lain dihadapi petani adalah hampir 75 persen pokok (pohon) cengkeh di beberapa perkebunan masyarakat Natuna sudah mati.

Seperti di Kecamatan Midai dan sekitarnya, misalnya. Komoditi cengkeh adalah andalan masyarakat setempat pada bulan Februari setiap tahunnya. Tetapi kenyataannya tidak sesuai harapan , terutama dalam 2 tahun terakhir. Dan terparah di tahun 2020 ini. Akibat dampak pandemi, sejumlah pabrik di Indonesia mengurangi permintaan cengkeh sehingga mempengaruhi harga di masyarakat, baik tengkulak maupun petani penghasil.

Di Kecamatan Midai, hampir 90 persen masyarakatnya petani cengkeh dan 10 persen hidup dari hasil melaut. Anjloknya harga cengkeh dan banyak pohon yang mati, membuat petani semakin menjerit. Mirisnya lagi data terakhir, banyak anak-anak petani cengkeh yang putus sekolah dan putus kuliah kemudian pulang kampung beralih menjadi nelayan.

Sementara petani kemana? Sejumlah petani terpaksa beralih profesi serabutan menjadi tukang dadakan, nelayan dan pemanen buah kelapa. Kondisi ini dibenarkan Kepala Desa Sebelat, Kecamatan Midai, Dedi Yulian.

Diakui Dedi, puncaknya harga cengkeh Midai mencapai Rp 125 ribu per kilogram pada tahun 2014. Sempat bertahan dengan posisi yang labil di anggka Rp 100 ribu lebih, dan terjadi penurunan harga tahun 2018 di angka Rp 84 ribu per kilogram, mendekati 2020 semakin anjlok ditambah masa pandemi turun ke angka Rp 45 ribu per kilogram. "Harga turun ini benar-benar membuat petani menjerik pak," kata Dedi kepada wartawan.

 

Buah Cengkeh Petani Natuna

Masalah pokok (pohon) yang banyak mati, kata Dedi, juga serius dihadapi petani kebun cengkeh. Batang dan daun yang mengering membuat pohon cengkeh mati perlahan, termasuk benih baru yang ditanam kembali."Sebagian kami petani banyak yang belum tahun masalahnya apa dan penyebabnya apa. Rata-rata dampak virus, benalu, penggerek batang, cacar daun. Anehnya setiap batang baru dari persemian ditanam kembali juga mati," tutur Dedi.

Hal ini sudah disampaikan kepada dinas terkait dan kepada Bupati Natuna, Hamid Rizal dalam safari laut beberapa minggu lalu. Berharap ada solusi untuk petani cengkeh Natuna. "Midai penghasil cengkeh paling banyak. Beberapa daratan di midai banyak ditanam cengkeh. Persoalan yang kami hadapi belakangan ini sudah kami sampaikan ke perangkat daerah, ya, kita berharap dapat solusi yang baik," ujarDedi.

Tak hanya di Midai, jeritan petani cengkeh juga timbul dari pulau lainnya, Serasan. Seperti disampaikan Muhammaf Alzoni. Menurutnya virus tak hanya terpapar pada manusia, tetapi juga merusak tanaman petani. "Virus mewabah. Jika corona si Covid-19 adalah virus yang mematikan manusia. Virus tanaman petani juga merusak cengkeh. Sehingga sama-sama berdampak lebih parah," tutur Alzoni.(Harmoko)

Bagikan Artikel Ini
img-content
Nyata Official

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

img-content

Menjelajah SitusTaman Batu di Natuna

Jumat, 16 Oktober 2020 13:15 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler