x

Iklan

Chika Lestari

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 31 Juli 2020

Selasa, 27 Oktober 2020 08:44 WIB

Mengapa di Indonesia Sering Terjadi Sentimen Terhadap Asing?

Sentimen terhadap asing seperti sudah mengakar di Indonesia. Sentimen ini seperti luka lama akibat masa penjajahan dulu. Padahal, di masa kini yang terkenal dengan 101, di era kemajuan teknologi, penjajahan seperti zaman feodal dulu tak lagi ada. Dengan teknologi dan kemajuan, sebuah negara bisa saling berhubungan, dan salah satunya menciptakan transfer of knowledge. Saat ini tengah marak sentimen terhadap Tiongkok di kalangan amsyarakat. Bagaimana sebaiknya disikapi?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Sentimen terhadap asing seringkali hadir di Indonesia, seakan mengakar. Mungkin, jika boleh berasumsi, sentimen ini bagaikan luka lama yang dimiliki oleh masyarakat Indonesia ketika dijajah oleh sebuah negara. Hingga pada akhirnya mengakar hingga ke anak cucu di masa depan. 

Padahal, di masa kini yang terkenal dengan 101, masa di mana kemajuan teknologi hidup berdampingan dengan manusia, penjajahan seperti zaman feodal tak lagi ada. Kini, karena adanya teknologi dan kemajuan, sebuah negara bisa saling berhubungan. Adanya hubungan lintas negara inilah yang memunculkan transfer of knowledge. 

Kembali lagi ke sentimen terhadap asing, salah satu sentimen yang masih mengakar di Indonesia adalah kepada Tiongkok. Sangat disayangkan apabila masyarakat maupun pemerintah mengindahkan hubungan antara Indonesia dengan Tiongkok, maka hubungan tersebut dapat menguntungkan kedua belah pihak. Baik secara ekonomi maupun bilateral. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kini, Tiongkok sedang gencar-gencarnya berinvestasi ke berbagai negara dikarenakan mengalami over-invest. Maka dari itu, Tiongkok menghibahkan investasinya ke negara lain, salah satunya Indonesia. 

Investasi Tiongkok ke Indonesia dimulai pada tahun 2008, saat itu investasi dimulai melalui Grup Tsingshan yang akan membangun perusahaan di kawasan industri pertambangan Sulawesi Tengah. Kemudian, gelombang kedua di tahun 2015 yakni penandatanganan kemitraan strategis komprehensif antara Tiongkok dan Indonesia. Sejak saat itu, Tsingshan telah berinvestasi secara signifikan dalam proyek smelter di Pulau Sulawesi. 

Tujuan Indonesia menghadirkan investasi asing ke Tanah Air adalah bukan tanpa sebab. Hal ini dikarenakan Indonesia memiliki cita-cita yang berfokus untuk meningkatkan kapasitas industri serta mengembangkan daerah terisolasi serta terpencil. Salah satunya wilayah Morowali, Sulawesi Tengah yang kini telah dibangun kawasan industri Morowali. 

Di bawah pemerintahan Era Kabinet Kerja, Indonesia mengalami peningkatan dalam menghadirkan investasi asing. Dalam masa jabatan pertamanya, investasi dari China mencapai US$3 miliar yang kemudian diarahkan oleh Jokowi ke sektor pengangkutan, penyimpangan, dan komunikasi. 

Mengapa pada akhirnya Indonesia bersedia menerima investasi dari China? Tidak seperti investor dari Amerika, Eropa, atau negara lainnya, investor China bersedia berinvestasi ke pulau di luar Pulau Jawa. Perlu diketahui, Pulau Jawa kini menjadi rumah bagi 60% dari 270 juta penduduk Indonesia. Rasanya tidak adil jika hanya Pulau Jawa saja yang mengalami pertumbuhan sedangkan pulau terpencil di Indonesia telah lama menderita karena infrastruktur yang buruk dan aktivitas ekonomi yang rendah.

Saat ini, terdapat 245 proyek strategis nasional senilai sekitar US$300 miliar yang masuk dalam daftar prioritas, termasuk PT IMIP (Indonesia Morowali Industrial Park). Perusahaan ini merupakan patungan antara Tsingshan China dan Grup Bintang Delapan Indonesia yang pada akhirnya membangun kawasan industri dengan hasil produksi baja tahan karat berkandungan nikel terintegrasi. Kawasan tersebut secara tidak langsung juga berkontribusi dalam menciptakan peluang untuk bisnis, jasa, dan real estate serta industri lokal. Data resmi menunjukkan bahwa kawasan tersebut juga meningkatkan kinerja ekspor Provinsi Sulawesi Tengah karena adanya pembangunan infrastruktur termasuk jalan dan pembangkit listrik.

Dari pengalaman investasi ini, setidaknya publik dapat belajar dari Indonesia. Kolaborasi lintas negara, hubungan simbiosis mutualisme rupanya dapat berjalan dengan baik dengan mengedepankan visi misi untuk maju secara positif bersama, tanpa harus memandang suku, ras, dan budaya. Tinggalkan sejenak sentimen anti asing, kita berjuang bersama untuk memajukan negara kita tercinta, Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Chika Lestari lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler