x

Iklan

Puji Handoko

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 13 November 2020

Rabu, 25 November 2020 12:43 WIB

Konversi Diesel ke EBT, Masa Depan Energi Indonesia Cerah

Selain mengurangi biaya operasional PLN dan mengurangi impor BBM, proses konversi itu juga bisa membuat ekonomi masyarakat tumbuh. Sebab dengan listrik yang berkelanjutan, lokasi wisata akan mampu memaksimalkan potensinya. Mereka tidak perlu lagi cemas dengan pasokan listrik yang terbatas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Jumlah impor Migas yang terus membengkak dari tahun ke tahun membuat berbagai langkah perlu dilakukan segera. Indonesia tidak bisa lagi terlalu bergantung pada migas. Dalam rancangan energi masa depan, bauran Energi Baru dan Terbarukan (EBT) harus menempati posisi pertama.

Pemangkasan penggunaan BBM salah satunya bisa dilakukan dengan cara dedieselisasi pembangkit listrik. Di masa lalu Pembangkit Listrik Tenaga Diesel (PLTD) dijadikan pilihan demi percepatan elektrifikasi. Saat itu Indonesia mengalami defisit listrik. PLTD dianggap menjadi solusi.

Namun seiring berjalannya waktu, pasokan listrik telah mencukupi. Untuk itu peran PLTD perlu dikaji ulang. Sebab membengkaknya impor BBM membebani anggaran belanja. Dedieselisasi atau proses konversi dari diesel menjadi EBT mendesak sifatnya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Komitmen untuk melakukan perubahan besar-besaran itu telah dilakukan PLN. Perusahaan pelat merah itu akan mengkonversi semua PLTD dan menggantinya dengan EBT. Tak lama lagi proses itu dilaksanakan. Awal tahun depan yang tinggal beberapa bulan lagi proses lelang akan dibuka.

Tidak tanggung-tanggung, jumlah PLTD yang hendak diubah berjumlah 5.200 pembangkit. Jumlah itu tersebar di 2.130 lokasi di seluruh Indonesia. Sementara total konversi mencapai dua gigawatt (GW), dan EBT akan menggantikan posisinya.

"Kami ajak swasta, kami nggak mungkin sendiri. Kami buka peluang kerja sama dengan IPP (Independent Power Producer), dengan private silahkan. Mungkin awal Januari kami sudah buka tendernya," kata Direktur Mega Proyek PLN Ikhsan Asaad, sebagaimana dikutip Republika, Selasa 24 November 2020.

Selama ini penggunaan PLTD di daerah-daerah terpencil memakan biaya produksi yang sangat tinggi. Sebab proses mengantarkan BBM ke lokasi pembangkit sangat sulit dilakukan. Apalagi jika proses itu dilakukan melalui laut. Kondisi perairan akan sangat menentukan pasokan BBM ke pembangkit tersebut. Jika ombak sedang tinggi, otomtasi harus menunggu.

Apalagi PLTD tidak sanggup mengalirkan listrik 24 jam di sejumlah daerah. Bahkan ada banyak daerah yang hanya mendapatkan pasokan listrik selama 6-12 jam sehari. Dengan proses sulit dan mahal itu, output kelistrikannya juga tidak maksimal.

Konversi itu akan mengurangi biaya operasional pembangkit. Dan untuk kepentingan nasional lebih luas, dedieselisasi juga akan meringankan beban keuangan pemerintah. Oleh sebab itu, tidak ada asalan lagi untuk menundanya.

Selain mengurangi biaya operasional PLN dan mengurangi impor BBM, proses konversi itu juga bisa membuat ekonomi masyarakat tumbuh. Sebab dengan listrik yang berkelanjutan, lokasi wisata akan mampu memaksimalkan potensinya. Mereka tidak perlu lagi cemas dengan pasokan listrik yang terbatas.

Apalagi para nelayan juga akan bisa menggunakan cold storage untuk menyimpan hasil tangkapan mereka supaya tidak busuk. 

Demi percepatan, proses konversi itu sudah tepat jika menggandeng swasta. Tidak hanya dalam hal membangun pembangkit, tapi mungkin juga untuk mengelolanya. Hal itu dilakukan untuk memancing semangat swasta dalam mengambil peranan mengembangkan EBT di seluruh pelosok Indonesia.

Dedieselisasi merupakan langkah bijak untuk menatap masa depan energi negeri ini. Kita tidak boleh lagi hidup di masa lalu. Bangsa ini harus bisa keluar dari bayang-bayang suram penggunaan BBM untuk membangkitkan listriknya. EBT adalah jawaban sekaligus jalan keluar dari berbagai masalah yang sedang menghantui. Sebuah ikhtiar untuk merawat planet bumi menjadi lebih baik di kemudian hari.

 

 

Ikuti tulisan menarik Puji Handoko lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler