x

Tenaga kesehatan di Puskesmas dituntut untuk tetap memberikan pelayanan optimal selama pandemi

Iklan

CISDI ID

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 8 September 2020

Senin, 30 November 2020 17:05 WIB

Wabah Covid-19 Mengganas, Kondisi Nakes di Puskesmas Jauh dari Optimal

Setelah menampilkan tantangan-tantangan yang dihadapi puskesmas selama pandemi melalui peluncuran hasil Survei Kebutuhan Puskesmas, kini CISDI, KawalCOVID-19, dan CekDiri merilis hasil Survei Kebutuhan Puskesmas bagian kedua. Hasil survei yang kedua ini berfokus pada tenaga kesehatan di Puskesmas dan membahas lebih rinci kondisi mental mereka, dukungan yang mereka butuhkan, serta tantangan yang mereka alami ketika mengakses sumber informasi.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tenaga kesehatan di Puskesmas dituntut untuk tetap memberikan pelayanan optimal selama pandemi. (Sumber foto: Antara)

 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penguatan puskesmas adalah salah satu kunci penanganan pandemi di Indonesia karena peran dan posisinya yang strategis. Terdapat 10.134 puskesmas yang tersebar di seluruh Indonesia yang melakukan kegiatan prevensi, deteksi, dan respon selama pandemi. Presiden Jokowi, pada Mei 2020 lalu, menekankan pentingnya penguatan puskesmas dan lantas meminta puskesmas menjadi simpul uji sampel dan penelusuran kasus Covid-19.

Namun, hasil Survei Kebutuhan Puskesmas yang dilakukan oleh Center for Indonesia's Strategic Development Initiative (CISDI), KawalCOVID19, dan Cek Diri, menampilkan berbagai tantangan yang dihadapi puskesmas selama pandemi.

Survei daring yang dilaksanakan pada 14 Agustus hingga 7 September 2020 ini menyertakan 765 responden dari 647 puskesmas di 34 provinsi seluruh Indonesia. Survei yang menggunakan non-probability sampling dengan kombinasi convenience, voluntary, dan snowball sampling dan bertujuan mendapatkan respon sebanyak-banyaknya ini mampu menggambarkan sebuah kondisi pada waktu tertentu dengan cepat.

Survei ini menyatakan masih terdapat 46% puskesmas responden belum mendapatkan pelatihan terkait pencegahan dan penanganan COVID-19. Selain itu, puskesmas responden lain juga melaporkan kekurangan APD terutama masker N95, masker medis, dan gaun medis. Bagian lain survei ini menyebut 96% puskesmas telah melaksanakan pelacakan kontak, namun sebesar 47% puskesmas hanya memiliki pelacak kontak (tracer) di bawah lima orang.

Selain melihat keterbatasan serta kebutuhan puskesmas dari sisi institusi, survei ini juga menyoroti kebutuhan tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas. Hasil Survei Kebutuhan Puskesmas II yang dirilis 20 November 2020 ini lebih rinci membahas kondisi mental tenaga kesehatan, dukungan yang mereka butuhkan, serta tantangan yang mereka alami ketika mengakses sumber informasi.

Kondisi Mental

Hasil survei menunjukkan 73% responden mengalami stres. Dari penelusuran lebih lanjut diketahui, 72% responden merasa khawatir atas keselamatan pasien yang ditangani, 79% khawatir dengan keselamatan diri sendiri, 85% mengkhawatirkan keselamatan keluarga mereka, serta terdapat 58% yang khawatir akan ketahanan ekonomi keluarga di masa pandemi.

Puskemas memang memiliki risiko tinggi terhadap penularan penyakit yang terjadi di fasilitas kesehatan dari dan oleh pasien maupun tenaga kesehatan. Puskesmas Wajok Hulu (Mempawah, Kalimantan Barat), Puskesmas Ampel (Boyolali, Jawa Tengah), dan Puskesmas Bantargadung (Sukabumi, Jawa Barat) adalah contoh puskesmas yang terpaksa menutup layanannya karena ditemukan tenaga kesehatan yang terkonfirmasi positif COVID-19.

Dapat ditarik kesimpulan, minimnya perlindungan terhadap tenaga kesehatan yang bekerja di puskesmas berdampak terhadap rasa stres dan khawatir akan keselamatan diri sendiri, pasien, dan keluarga.

Kebutuhan Tenaga Kesehatan

Lalu, dukungan seperti apa yang dibutuhkan untuk meringankan beban tenaga kesehatan? Berdasarkan survei, bentuk dukungan yang paling dibutuhkan adalah Alat Pelindung Diri (APD) lengkap (90%) dan partisipasi masyarakat dalam upaya pencegahan kasus (84%).

Perlu diingat intervensi penanganan pandemi Covid-19 sepantasnya dilakukan berlapis-lapis dengan pelaksanaan 3M (mencuci tangan, memakai masker, dan menjaga jarak) oleh masyarakat sebagai salah satu lapisannya. Masyarakat bisa mengurangi mobilitas dan menerapkan protokol kesehatan sebagai kontribusinya untuk mengurangi beban kerja tenaga medis.

Di sisi lain, tenaga kesehatan juga membutuhkan berbagai pelatihan untuk menjalankan tugas dengan optimal. Berdasarkan survei, 71,5% tenaga kesehatan membutuhkan pelatihan promosi dan komunikasi perubahan perilaku.

Pelatihan ini diharapkan membantu tenaga kesehatan menyampaikan informasi terkait pandemi dengan efektif kepada masyarakat. Pelatihan ini juga penting karena hanya 57% tenaga promosi kesehatan di puskesmas responden yang memiliki sertifikasi atau pernah mengikuti pelatihan promosi kesehatan.

 

Sumber Informasi

Pengambilan kebijakan yang tepat seharusnya didasari data dan informasi akurat. Karenanya, sumber informasi yang bisa diakses tenaga kesehatan menjadi vital.

Berdasarkan survei, hanya 58% tenaga kesehatan yang mempercayai data yang disampaikan kelompok masyarakat sipil, seperti KawalCOVID19, LaporCOVID19, dan CISDI. Sementara responden yang menjawab tidak tahu atau tidak percaya, memilih menggunakan data dan informasi dari dinas kesehatan setempat (78%), gugus tugas percepatan penanganan COVID-19 (69%), dan Kementerian Kesehatan RI (68%).

Sayangnya, KawalCOVID19 sudah berkali-kali menyoroti kekurangan data yang disajikan pemerintah, dikarenakan data kerap tidak real-time dan under-reporting. Ahli epidemiologi Dicky Budiman menyatakan rendahnya tingkat pengetesan COVID-19 di Indonesia membuat data terkumpul tidak menggambarkan kondisi sebenarnya dari penyebaran wabah di Indonesia.

Survei juga menampilkan banyaknya tantangan puskesmas untuk mendapatkan informasi terbaru, seperti tidak tersedianya data yang diperbarui serta akses internet yang tidak memadai sehingga menyulitkan responden mengakses sumber informasi daring.

Puskesmas memang masih belum optimal menangani COVID-19. Oleh sebab itu, penguatan puskesmas bisa menjadi faktor penentu untuk memutus rantai penularan COVID-19 dan memastikan akses kesehatan untuk semua. Pemerintah harus mulai fokus memperkuat layanan kesehatan primer ini dan meningkatkan upaya penanganan di tingkat komunitas untuk mencegah peningkatan kasus secara eksponensial.

 

Tentang CISDI

Center for Indonesia’s Strategic Development Initiatives (CISDI) adalah think tank yang mendorong penerapan kebijakan kesehatan berbasis bukti ilmiah untuk mewujudkan masyarakat Indonesia yang berdaya, setara, dan sejahtera dengan paradigma sehat. CISDI melaksanakan advokasi, riset, dan manajemen program untuk mewujudkan tata kelola, pembiayaan, sumber daya manusia, dan layanan kesehatan yang transparan, adekuat, dan merata.

 

Penulis

Ardiani Hanifa Audwina

 

Ikuti tulisan menarik CISDI ID lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB

Terpopuler

10 Mei 2016

Oleh: Wahyu Kurniawan

Kamis, 2 Mei 2024 08:36 WIB