x

Sastra

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 10 Desember 2020 10:48 WIB

Pelajaran Humaniora dari Hercai dan Sastra Sejenisnya, Penting bagi Rakyat Indonesia

Menyaksikan Hercai dan sastra sejenisnya, sunguh memperkaya dan mempertajam penguasaan bahasa, filsafat, sosial budaya, hingga edukasi hingga pemirsanya berbudi pekerti dan rendah hati.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapa pun yang dekat dan memahami sastra, maka dia berbudi dan rendah hati. (Supartono JW.09122020).

Kali ini, serial drama yang diimpor dari Turki dan ditayangkan di televisi Indonesia, rasanya sangat tepat untuk saya ulas. Mengintip serial Hercai yang kini digandrungi pemirsa televisi di Indonesia di semua lapisan, rasanya saya kembali sedang berada di Turki, sebab di beberapa bagian latar settingnya, saya pernah menginjakkan kaki di situ beberapa tahun yang lalu.

Menariknya lagi, bukan hanya persoalan serial drama ini telah tayang di lebih dari 100 stasiun televisi di manca negara, namun drama ini sangat tepat menjadi pembelajaran dan edukasi menyoal sastra bagi masyarakat Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Lebih dari itu, setiap kisah asmara yang dibumbui intrik dan dendam lalu ditulis menjadi novel atau dipanggungkan dalam drama atau dijadikan sinetron atau film, di seluruh penjuru dunia ini tetap akan menarik sepanjang zaman.

Di luar kisah Adam dan Hawa, kisah-kisah asmara yang telah dikenal publik dunia semisal Romeo-Julia dari Italia-Eropa, Sampek-Engtay, Ular Putih dari China-Asia, hingga Jaka Tarub, Nawang-Wulan dari Indonesia dan lain sebagainya, hingga saat ini kisahnya tetap melegenda dan tetap menarik untuk dibaca atau ditonton bukan saja oleh kalangan milenial, tapi oleh seluruh lapisan masyarajat bila dipanggungkan atau difilm-kan dan tetap mampu menghibur, menguras air mata, serta menyisakan pendidikan sastra bagi penikmatnya.

Pengalaman nyata, hasil sastra

Semua itu bukan omong kosong, sebab saya sendiri sudah memproduksi pementasan drama yang para pemainnya mulai dari siswa SD, SMP, SMA, hingga mahasiswa S1 dan S2, semuanya antusias mulai dari proses produksi hingga pementasan.

Bahkan tiga legenda  kisah Asmara yang naskahnya ditulis oleh N. Riantiarno, yaitu Roman-Yulia, Opera Ular Putih, dan Sampek-Engtay, mampu di pentaskan dengan sukses oleh siswa SMP dan membikin para penontonnya menitikkan air mata. 

Bila saat itu, produksi ini saya daftarkan ke Museum Rekor Indonesia (MURI), yakin MURI akan memberikan apresiasi. Bagaimana tidak, kisah asmara Roman-Yulia, mampu dimainkan dengan baik oleh para aktor dan aktris yang masih duduk di kelas 7 SMP. Berikutnya, para aktor dan aktris yang sama, di kelas 8 juga sukses memainkan Opera Ular Putih. Dan, menjelang Ujian Nasional (UN) di kelas 9, aktor dan aktris yang sama pun sukses memainkan lakon Sampek-Engtay.

Takjubnya, lakon yang ditulis oleh N. Riantiarno untuk orang dewasa dan durasi pentas lebih dari dua setengah jam, dimainkan tanpa kesulitan oleh para siswa, meski tak ada bagian yang diedit atau dipotong.

Bahkan, N. Riantiarno sebagai Bapak Teater Indonesia, yang sempat hadir menonton pertunjukkan Opera Ular Putih, saat itu sempat menitikkan air mata, karna kaget, herann terharu, kagum, dan persaan lainnya berbaur menjadi satu, karena naskah yang ditulisnya mampu diperankan dengan sangat baik oleh siswa SMP kelas 8.

Yang lebih mengesankan, khusus untuk kostum pun, baik Opera Ular Putih dan Sampek Engtay semua diimpor dari Teater Koma sesuai kostum pemeran aslinya.

Sementara, lakon cinta Nawang Wulan, justru saya produksi untuk konsumsi penonton kalangan guru dan dosen nasional dengan pemain para mahasiswa S2 dengan model produksi ala teater rakyat. Pementasan ini pun berhasil dan menghibur mereka, serta menyisakan pendidikan sastra tentang teknik pementasan khususnya, mementaskan drama itu mudah.

Yakin, semua orang yang pernah terlibat dalam semua pementasan tersebut, baik tim produksi, pemain, hingga penonton, tentu masih membekas tentang inti kisahnya, sebab-konfil-akibatnya, sehingga memahami dan mampu mempraktikkan sastra dalam kehidupan nyata, terutama menjadi manusia berbudi dan rendah hati.

Hercai dan pembelajarannya

Kembali ke masalah Hercai. Di tengah pandemi corona, sejak pertengahan November 2020, publik pecinta serial drama televisi atau ngetren dengan sebutan sinteron di Indonesia disuguhi tontonan menarik, Hercai.

Di tengah kering dan tandusnya apresiasi sastra, kurang dekatnya masyarakat  Indonesia dari rakyat jelata hingga yang duduk di kursi parlemen dan pemerintah pada sastra. Lalu masih miskinnya masyarakat terhadap pemahaman makna "sebab-konflik-akibat" dalam kehidupan nyata. Hercai tepat menjadi alternatif.

Pasalnya, yang pernah duduk di bangku sekolah dan kuliah masih banyak yang kurang tuntas mendapatkan pendidikan sastra tersebut dari para guru dan dosennya yang lebih banyak hanya numpang lewat saat mengajarkannya.

Itu semua akibat dari para guru dan dosen yang juga kurang kompeten dalam bidang sastra. Seharusnya, masalah sastra yang mengajarkan perikehidupan dan perikemanusiaan ini bukan hanya menjadi tanggungjawab guru/dosen bahasa, namun tanggungjawab semua guru/dosen berbagai bidang, sehingga Indonesia tak terus dirasuki rusuh dan kisruh.

Karenanya, hadirnya Hercai  dapat menjadi pilihan pembelajaran karakter, budi pekerti luhur, etika, sopan santun, empati, simpati, dan kerendahan hati masyarakat Indonesia baik yang pernah duduk di bangku sekolah/kuliah atau bagi yang belum menyentuhnya di saat pembelajaran jarak jauh (PJJ). Melalui serial Hercai, maka dengan sendirinya, para penonton dan pemirsa akan teredukasi.

Apa itu Hercai?

Hercai adalah serial drama dari Turki yang menyajikan kisah cinta, romantisme,  penuh intrik dan dendam dengan latar kultur budaya yang eksotik, menampilkan  
aksi Akin Akinozu (Miran) dan Ebru Sahin (Reyyan) yang sudah tayang di NET TV sejak Senin (16/11/2020).

Dalam kamus Turki, pengertian Hercai adalah semuanya tidak stabil atau tidak terkawal. Hercai yang diangkat dari novel dengan judul yang sama, didukung oleh Penampilan apik aktor dan aktrisnya, eksotika latar kulturnya, serta alur ceritanya yang menghanyutkan hati pemirsa. Itulah kekuatan drama Turki, yang nafasnya tak jauh dari kisah asmara Roman Yulia, Ular Putih, Sampek Engtay, dan Jaka Tarub yang lebih dulu melegenda.

Selain telah menuai sukses tayang di lebih dari 100 negara dan cukup populer dan mendapat pujian pemirsa di manca negara, serial drama ini pun telah meraih sejumlah penghargaan bergengsi, seperti penghargaan ‘Best TV Couple Awards’ atas penampilan terbaik Akin Akinozu dan Ebru Sahin. Lalu, berhasil menerima penghargaan kategori ‘Best TV Series’ dalam International Izmir Festival 2020, serta kategori ‘Best TV Series’, dan ‘Best TV Actress’ (Ebru Sahin) dalam Turkey Youth Awards 2020.

Semua itu tak terlepas dari keberadaan Turki sebagai satu di antara negara yang cukup produktif melahirkan cerita-cerita drama series berkualitas yang didistribusikan ke berbagai belahan dunia  karena di Turki terdapat sekitar 500 rumah produksi yang menggarap cerita serial drama dengan berbagai konflik dramatis dan latar pemandangan indah.

Hercai sendiri di rilis perdana dan tayang di ATV, Turki pada 15 Maret 2019, kemudian berlanjut sukses di manca negara. Di tulis dalam bentuk novel oleh
penulis Turki, Sumeyye Ezel, Hercai pun kini setiap malam ditunggu pemirsa televisi Indonesia yang tayang persis setelah maghrib. Serial ini hanya terdiri dari 47 episode dan ditayangkan oleh Net TV sejak 16 November 2020 dari Senin-Minggu di setiap pukul 18.00 atau kini pindah pukul 19.00 WIB.

Melalui Hercai, semoga para pemirsa di Indonesia, dapat kembali belajar tentang arti cinta, benci, dendam, intrik dan taktik serta perikehidupan dan perikemanusiaan yang ujungnya adalah budi pekerti dan keredahan hati. Menjadi tahu mengapa ada akibat dari sebuah konflik, mengapa sebuah masalah harus menjadi konflik.

Lantas dapat berpikir, agar tak ada akibat, maka jangan ada konflik, dan jangan membesar-besarkan masalah atau sengaja mencari masalah agar berkonflik dan ujungnya berakibat ada yang menjadi korban dan dikorbankan.

Lihat kekinian Indonesia, baru saja ada 6 korban penembakan anggota FPI akibat dari konflik yang akar masalah atau sebabnya tidak segera di tuntaskan sehingga menjadi konflik. Selain itu, berapa yang dapat kita kalkulasi dari semua sengkarut masalah di Indonesia yang sebabnya dari dendam, kepentingan politik, dan kepentingan-kepentingan lainnya yang berlindung di balik kata rakyat, tapi pada akhirnya rakyat tetap menjadi korban dan kambing hitam. Sampai kapan?

Menyaksikan Hercai, juga dapat membikin pemirsa menjadi tahu, mengapa negeri Turki yang dipenuhi peninggalan sejarah dunia itu sangat indah dan bersih serta tidak ada kesemrawutan. Bagaimana Indonesia yang kaya hutan, gunung, sawah, lautan? Bagaimana hutan kita? Siapa yang kini menjamah dan menguasa? Lalu, gunung, sawah, dan lautan dan peninggalan bersejarah lainnya?

Menyaksikan Hercai dan sastra sejenisnya, sunguh memperkaya dan mempertajam penguasaan bahasa, filsafat, sosial budaya, hingga edukasi hingga pemirsanya berbudi pekerti dan rendah hati.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler