x

Iklan

Elisa Koraag

Blogger perempuan yang peduli sesama
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Sabtu, 27 April 2019 20:06 WIB

Panggil Aku: Re, Pekerjaanku Pelacur!

Peluncuran Buku Novel berjudul Re, yang diangkat dari skripsi Kriminolog Maman Suherman. Mantan wartawan yang kini dikenal sebagai konsultan kreatif program tv Indonesia Lawak Club

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Judul: Re

Penulis: Maman Suherman

Terbit: April 2014

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Ukuran: 13 x 20 cm

ISBN: 978-979-91-0702-2

Penerbit: POP (Inprint KPG)

 

“Panggil aku: Re”

“Pekerjaanku : Pelacur!”

“Tepatnya pelacur:lesbian!”

Demikian sebagian cuplikan dari tulisan di kaver belakang Novel Re, yang diluncurkan, Sabtu 3 mei 2014 di sebuah resto di kebayoran Baru Jakarta-Selatan. Buku ini di angkat dari sripsi Maman Suherman tahun 1987 tapi diperbarui datanya di tahun di tahun 2013. Proses pembuatan skripsi yang kemudian difiksikan, gampang-gampang susah. karena ketika skripsi diterima dan penerbit setuju menerbitkan dalam bentuk fiksi, Maman Suherman, justru terdiam tak tahu harus bagaimana. Inilah yang mendorongnya menyusuri kembali perjalanananya saat menyusun skripsi. Menurut Maman serasa napak tilas, menyusuri jalan yang dilalui, puluhan tahun lalu. Seharusnya tak perlu terkejut tapi kenyataan yang didapati Maman tetap saja mengejutkan. Kenyataan di lapangan, faktanya tidak berubah. pelacuran tetap menjadi komuditas bisnis.

Maman Suherman, seorang kriminolog. Siapa mengira perjalanannya menjadi pekerja kata-kata a.k.a wartawan membuatnya semakin membuatnya memahami perempuan. Mantan wartawan ini kii lebih banyak dikenal sebagai Konsultan Kreatif program tv : Indonesia Lawak Club.  Penghormatan dan rasa kagum  Maman, akan perempuan, dialami pada peristiwa bersama ibunya, saat ia remaja.

Saat itu, ibunya baru seminggu ditinggal meninggal suami, telah bersumpah di atas makam suami untuk tidak akan menikah lagi. Maman Memahami berati sang Ibu berjanji menjadi ibu sekaligus ayah bagi anak-anaknya. Berbekal kemampuannya bermain tenis, sang ibu mencari nafkah sebagai pelatih tenis. Saat pulang, Maman menjemput dan memboncenginya dengan motor. Melewati sekumpulan preman mabuk yang melontarkan kata-kata tak enak. Maman mendengar ucapan tersebut. Tetapi ketika Sang Ibu bertanya, maman menjawab tidak mendengar.

Sang Ibu meminta Maman memutar motor untuk kembali dan mendekati kelompok preman. Dengan tenang, Sang Ibu turun dan bertanya, siapa dan apa yang diucapkan?  Preman mabuk mengulang ucapannya. Sang Ibu berkata pada Maman: "Kau dengar itu?" lalu Sang Ibu mengeluarkan raket tennis dan menghantan si preman hingga mendapat 12 jahitan. Sang Ibu berkata, bukan untuk menunjukan jagoan tapi menegakkan kebenaran. yang diucapkan si premana " Eh ada janda gatal". Saat itu Sang Ibu mengenakan pakaian tenis, berupa rok pendek dan t-shirt. Itu moment pertama Maman menganggap perempuan hebat. Selanjutnya Maman masih menemukan perempuan hebat lain yang memberikan pelajaran kehidupan. Sosok Re dalam novel adalah sosok nyata.

Maman tidak ingin mengajarkan orang mengenai perempuan dan kehidupannya. Maman hanya ingin membagikan perjalanan kehidupan seorang perempuan yang terjebak dalam posisi sebagai pelacur. Mengapa dibilang terjebak, sosok Re adalah perempuan yang dihakimi oleh masyarakat dalam hal ini neneknya. Menurut Sang Nenek, ibu Re adalah lonte dan Re adalah anak haram. Yang menjadi pertanyaan Re, mengapa ketika Maria hamil tanpa ayah dianggap orang suci dan putranya Isa menjadi nabi. Apa yang salah?

Ketika Re hamil, pola hidup serupa ibunya,  berulang. Ketika Re masuk dalam lingkaran jaring pelacuran, ia harus bertaruh hingga napas terakhir dalam lingkaran jaring tersebut. Buku ini sarat pesan sosial, mengenai bagaimana kehidupan perempuan yang termarjinalkan karena penerapan standar aturan sosial yang tak seimbang. Setiapkali ada perempuan hamil di luar nikah, masyarakat lebih banyak menghakimi si perempuan. si lelaki tidak terjamah.

Dalam pesan yang disampaikan Komikus Fathir, Perempuan ibarat berlian dan laki-laki ibarat emas. Tidak bisa disamakan. Bahkan perempuan nilainya lebih tinggi. Tapi jika berlian cacat, maka harganya murah. Sedangkan emas, jika cacat tinggal di lebur dan dicetak ulang harganya sama. Itu mengapa perempuan tidak boleh bercacat cela. Nilai perempuan terlalu tinggi, sehingga ekspektasi terhadap perempuanpun menjadi tinggi. Kalau ekspektasi itu tidak terwujud, bukan ekpektasinya yang diturunkan tapi masyarakat menghakimi perempuan sebagai "sombong".

Yang menarik dalam diskusi saat peluncuran buku ini. Saya seolah kembali ke masa di mana saya mengumpulkan data. Fakta dan datanya sama dengan apa yang dikumpulkan Maman. Tahun 1988, saya menyusuri rel KA dari Cikini hingga Sawah Besar. Saat itu saya sedang menuliskan reportase pelacuran kaum marjinal. Rumah-rumah kardus, hanya setinggi satu meter, dengan luas, satu kali dua meter. Menjadi tempat transaksi seksual. Saya seperti dikembalikan ke masa  masih jadi reporter. Bau busuk terasa di hidung saya. Karena rumah-rumah kardus itu, berpenghuni pelacur-pelacur dengan berbagai penyakit kelamin. Tanpa uang, para pelacur dengan aneka penyakit kelamin hanya menunggu ajal. Kembali pada buku novel Re, kisah yang memberi pelajaran hidup bagi siapa saja. karena kalau kita mau mencari makna yang dalam, bisa jadi Re adalah diri kita sendiri.   Nggak percaya, beli dan baca!

Ikuti tulisan menarik Elisa Koraag lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler