Hadapi Monopoli Informasi, Jurnalis Perlu Kerja Cerdas

Rabu, 23 Desember 2020 06:28 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Menjadi tugas jurnalis untuk menjernihkan peristiwa apapun yang menyangkut kepentingan masyarakat luas maupun demi menyingkapkan kebenaran faktual suatu peristiwa. Para jurnalis sungguh tidak bertanggung jawab bila hanya demi kecepatan publikasi, ia mengabaikan tugas terpenting menyingkapkan kebenaran. Jurnalis dapat menyediakan pemberitaan yang lebih adil dan menyeluruh sekaligus mencegah terjadinya monopoli informasi oleh pihak tertentu.

 

Dalam ikhtiar menemukan kebenaran suatu peristiwa, jurnalis dan media memiliki peran penting dalam menyajikan informasi yang akurat dan berimbang kepada masyarakat. Melalui media massa yang dikelola oleh para jurnalis profesional—untuk membedakannya dari jurnalis warga, masyarakat berharap memperoleh informasi yang telah ‘dijernihkan’ di ruang berita atau newsroom.

Fungsi newsroom sebagai clearing house of information sangat krusial terutama jika beredar versi-versi yang berbeda mengenai peristiwa yang sama. Bahkan, ketika hanya ada satu versi informasi pun mengenai sebuah peristiwa, para jurnalis dan media semakin dituntut berperan untuk memverifikasi kebenaran dan akurasinya. Tanpa peran jurnalis, keberadaan hanya satu versi informasi dan berasal dari satu sumber informasi berpotensi memonopoli kebenaran mengenai kejadian faktualnya.

Jika jurnalis hanya mengandalkan satu sumber, sedangkan sumber tersebut terlibat pula atau terkait pula dengan peristiwa yang diberitakan, maka ia hanya akan menjadi ‘penyambung lidah’ sumber tersebut dan gagal menyajikan berita yang lebih objektif, adil, berimbang, dan akurat kepada masyarakat. Ini berpotensi meruntuhkan kredibilitasnya sebagai jurnalis maupun media tempat ia bekerja.

Kebutuhan untuk memverifikasi kebenaran informasi dari suatu sumber dan memastikan kualitasnya dari berbagai segi dapat dilakukan dengan mencari informasi dari sumber-sumber lain. Kebutuhan verifikasi itu semakin mendesak apabila jurnalis menengarai kemungkinan adanya konflik kepentingan pada sumber informasi karena ia terlibat atau terkait dengan peristiwanya. Misalnya saja, dalam kasus polisi vs FPI, menjadi penting bagi jurnalis dan media untuk menggali informasi lain di luar yang telah diberikan oleh kedua pihak tersebut. Contoh lain, dalam hal kebakaran gedung Kejaksaan Agung beberapa waktu lalu, jurnalis semestinya mencari sumber-sumber informasi di luar institusi tersebut untuk mengetahui bagaimana kebakaran itu terjadi, siapa pelakunya, apa motifnya, dokumen apa yang terbakar, dst.

Berbagai informasi dari sumber-sumber lain diperlukan sebagai pembanding. Jurnalis dapat memverifikasi ataupun menguji kualitas informasi yang diberikan oleh institusi yang terlibat dalam peristiwa yang menjadi objek pemberitaan. Informasi dari sumber lain juga dibutuhkan untuk memperoleh gambar yang lebih utuh mengenai peristiwa tersebut, sebagai materi untuk melakukan rekonstruksi peristiwa dari sudut pandang jurnalis dengan asumsi jurnalis ini bebas dari bias kepentingan kecuali mengungkapkan kebenaran untuk masyarakat.

Bias kepentingan juga mungkin dihadapi media maupun jurnalis manakala jurnalis memiliki kedekatan dengan pihak-pihak yang diliput. Misalnya, jurnalis yang bertahun-tahun meliput sebuah kementerian sehingga mengenal akrab para pejabatnya dari menteri sampai satpam, potensi terjadinya bias kepentingan sangat terbuka. Jurnalis ini berpotensi bersikap tidak objektif sebagaimana yang dituntut oleh profesinya manakala ia melaporkan peristiwa penting terkait kementerian tersebut, apa lagi peristiwa yang sensitif. Secara tidak sadar mungkin saja jurnalis yang telanjur dekat dengan institusi ini akan serba tanggung dalam menjalankan tugas yang diberikan media tempatnya bekerja.

Kedekatan ini dapat memengaruhi media atau jurnalis dalam melihat persoalan, khususnya jika institusi tersebut terkait dengan objek pemberitaan. Redaktur di ruang berita yang bertugas mengolah informasi yang dikumpulkan rekan-rekan jurnalisnya haruslah jeli dan peka dalam melihat potensi bias karena kedekatan jurnalisnya dengan sumber informasi dan institusi terkait. Campur tangan pimpinan media dan atau pemilik media bisa pula memengaruhi objektivitas redaktur di newsroom maupun jurnalis di lapangan.

Kencenderungan monopoli informasi mungkin saja terjadi jika jurnalis hanya mengandalkan satu sumber, dan ini dapat mengarah kepada klaim kebenaran secara sepihak. Kehadiran pihak-pihak lain sebagai sumber informasi dapat membuka peluang bagi jurnalis dan media untuk memperoleh informasi dari sisi-sisi yang berbeda dibandingkan yang diberikan oleh kedua pihak yang terlibat dalam peristiwa itu. Dengan demikian, jurnalis dapat menyediakan pemberitaan yang lebih adil dan lebih menyeluruh sekaligus mencegah terjadinya monopoli informasi.

Menjadi tugas jurnalis dan media untuk menjernihkan peristiwa apapun yang menyangkut kepentingan masyarakat luas maupun demi menyingkapkan kebenaran faktual suatu peristiwa. Para jurnalis sungguh tidak bertanggung jawab bila hanya demi kecepatan publikasi, misalnya updating informasi yang cepat untuk publikasi media online, ia lantas mengabaikan prinsip-prinsip jurnalistik serta mengabaikan pula tugas terpenting menyingkapkan kebenaran.

Tentu saja ada syarat penting yang harus dipenuhi agar jurnalis mampu menjalankan tugas itu. Syarat penting itu tidak lain ialah kemandirian atau independensi media dan kemauan keras jurnalis untuk menyingkapkan kebenaran dengan menyajikan informasi dari berbagai sisi secara adil. Bersikap adil adalah landasan penting dalam melihat persoalan. >>

Bagikan Artikel Ini
img-content
dian basuki

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
img-content
Lihat semua