x

Iklan

Mizan

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 18 Oktober 2019

Sabtu, 23 Januari 2021 15:09 WIB

Antara Keimigrasian dan Kedaulatan Negara

Tingkah laku turis asing di Indonesia khususnya di Bali yang cukup meresahkan warga. Bahkan salah satu turis yang mengajak semua bule pindah ke Bali melalui cuitannya. Hal demikian membuat kehebohan netizen.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Antara Keimigrasian dan Kedaulatan Negara

Oleh Ainul Mizan (Peneliti LANSKAP)

Baru-baru ini netizen dibuat heboh. Pasalnya seorang turis bernama Kristen Gray mengajak bule beramai-ramai pindah ke Bali saat pandemi. Demikian isi cuitannya.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Bahkan bukan kali ini saja turis asing membuat kehebohan di Bali. Pada Juli 2019 di Buleleng, ada seorang bule yang mengusir warga lokal yang bermain di pantai depan villa yang disewanya. Si bule berani menyatakan bahwa ia telah menyewa villa sekaligus pantainya. Pada Agustus 2019, pasangan turis dari Ceko, Sabrina dan Zdenek cebok dengan air suci di kompleks Pura Monkey Forest Ubud, Bali. Di bulan Oktober 2019, terjadi tawuran antar turis asing di Bali. Dan masih banyak lagi aksi-aksi turis asing yang membuat resah warga sekitar.

Menilik fenomena-fenomena tersebut menunjukkan bahwa turis asing di Indonesia betul-betul tidak mengindahkan nilai-nilai dan adat lokal di Indonesia. Bahkan lebih dari itu, terkesan mereka memandang remeh Indonesia. Hal ini bisa dipicu oleh keberadaan diri mereka yang berasal dari negara-negara besar. Tentunya kita bisa memahami hal tersebut terjadi. Ambil contoh, Kristen Gray sendiri yang berasal dari AS. Ia begitu lancangnya mengajak bule beramai-ramai pindah ke Bali.

***

Persoalan imigrasi itu berkaitan erat dengan kebijakan polugri negara. Lebih jauh lagi keimigrasian menyangkut kedaulatan negara. Tatkala pengaturan dalam keimigrasian itu rapuh, akan berimbas kepada kedaulatan negara. Adalah hal yang lumrah bila kita melihat ada turis asing yang melakukan keonaran, tentunya kita akan berpikir tentang keimigrasiannya ke Indonesia. Sedangkan persoalan keimigrasian terkait polugri dan kedaulatan negara di kancah politik internasional.

Maka penting sekali memetakan negara-negara di dunia sehingga bisa diketahui mana kawan dan mana lawan. Dengan begitu, tidak terjadi salah penempatan. Yang sejatinya lawan justru dirangkul. Ini hanya akan menjadi aksi bunuh diri politik.

Oleh karena itu, sejak awal Islam telah menggolongkan negara-negara kafir itu menjadi 2 bagian, yakni negara kafir harbi hukuman dan kafir harbi fi'lan.

Kaum muslimin bisa menjalin kerjasama dan perjanjian hanya dengan negara harbi hukman. Walhasil istilah kafir muahid dan musta'min telah menjelaskan koridor-koridor bentuk kerjasama yang diperbolehkan.

Negara harbi hukman yang terikat perjanjian dengan kaum muslimin maka penduduknya disebut sebagai Mu'ahid. Mereka bisa masuk ke dalam wilayah kaum muslimin dengan paspor sebagai Musta'min. Musta'min adalah orang yang mendapatkan jaminan keamanan selama keperluannya di wilayah kaum muslimin.

Musta'min itu bisa berasal dari negara harbi hukman yang tidak terikat perjanjian dengan kaum muslimin. Musta'min bisa dari orang kafir maupun muslim yang menjadi warga negara harbi hukman.

Selanjutnya Musta'min itu terjadi dalam 4 keadaan yakni untuk para duta, para pedagang, para pencari suaka dan orang-orang yang mempunyai hajat. Hajat yang dimaksud adalah dalam rangka belajar, berkunjung, berobat dan lainnya.

Para Musta'min selama berada di dalam wilayah kaum muslimin, dikenakan pada mereka penerapan hukum-hukum Islam. Artinya apabila para Musta'min tersebut melakukan pelanggaran di wilayah kaum muslimin, maka mereka akan mendapatkan sangsi Islam. Adapun sangsi Islam itu bisa terkategori hudud, jinayat, takzir dan mukholafat.

Selama di dalam wilayah Islam, mereka dilindungi agama, harta, jiwa dan kehormatannya, selama mereka tidak melakukan pelanggaran yang menciderai perlindungan tersebut. Misalnya bila mereka membunuh warga, maka mereka akan dikenai sangsi qishash dan ataupun membayar diyat (denda).

Para Musta'min tersebut mendapat ijin tinggal hanya beberapa bulan saja, maksimal setahun. Akan tetapi bila keperluannya mengharuskan tinggal lebih dari setahun maka mereka akan dikenai kewajiban untuk membayar jizyah sebagaimana kafir dzimmi.

Sedangkan warga negara kafir harbi fiklan, maka hubungannya dengan kaum muslimin adalah hubungan perang. Negara kafir harbi fiklan merupakan negara yang memerangi kaum muslimin. Penduduknya boleh memasuki wilayah Islam dengan syarat negaranya dengan kaum muslimin melakukan perjanjian damai. Hal ini bisa diambil dari hubungan antara Kafir Quraisy dengan Madinah. Pasca terjadinya Perjanjian Damai Hudaibiyah, orang-orang kafir quraisy bisa masuk ke Madinah sebagai Musta'min. Hanya saja yang perlu dicatat bahwa perjanjian damai ini harus terbatas waktu, termasuk semua bentuk perjanjian dengan negara harbi hukman. Batasan maksimal perjanjian adalah 10 tahun.

Begitu pula, semua hubungan dengan negara kafir harbi hukman tidak boleh justru bisa memperkuat posisi harbi hukman tersebut. Jadi dilarang menjual persenjataan kepada mereka yang justru bisa memperkuat militernya. Boleh kaum muslimin menjual persenjataan yang sekiranya tidak bisa memperkuat posisi mereka atas kaum muslimin. Akan tetapi bila di dalam perjanjian dicantumkan larangan menjual persenjataan apapun kepada kafir harbi, berarti tidak boleh dilakukan. Semuanya didasarkan kepada pandangan politik Kepala Negara kaum muslimin. 

Demikianlah panduan pengaturan keimigrasian polugri yang tetap dalam koridor menjaga stabilitas keamanan dan kedaulatan negara. Dengan demikian negara-negara lain akan bisa menjaga perilaku dan adabnya dalam pergaulan internasional, terutama kepada kaum muslimin.

# 22 Januari 2021

Ikuti tulisan menarik Mizan lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler