x

dua sejoli yang sedang tak bisa bersama terhalang pohon (dokumen pribadi)

Iklan

Moh Dzaky Amrullah @Dzaky.Amrullah

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Maret 2021

Kamis, 6 Juli 2023 12:24 WIB

Dunia Nyata

menceritaka kebahagiaan sepaang suami stri, disusul dengan bisnis sang suami yang lancar. kebahagiaan mereka bertambah setelah sang istri mengabarkan kehamilannya pada suami tercinta. namun apakah kebahagiaan itu akan bertahan lama?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Awal hari yang indah, yang memanjakan siapa saja yang memandang ke arah timur. Melihat mentari pagi yang bersinar, memberikan harapan pada setiap orang yang putus asa. Indahnya akan terasa lagi kalau ditemani kopi buatan istri. Tak ada kopi hitam, kopi manis, kopi pahit. Semuanya tak ada. Yang ada hanya satu: istimewa.

Narto adalah orang kaya yang sangat sibuk, namun baginya kesibukan itu bukan merupakan penghambat untuk mesra dengan istrinya, Sumiyati yang cantik jelita bak bidadari. Pagi itu merupakan hari yang indah bagi Narto karna perusahaannya akan kedatangan tamu dari Negeri sebelah, tepatnya Malaysia.

“Bagaimana, Pa, pertemuannya nanti sama orang yang dari Malaysia itu?” tanya Sumiyati, istri tercinta Narto.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

“Ya jadi, Ma, katanya nanti siang mereka sudah sampai di kantor Papa,” jawab Narto di depan kaca yang sedari tadi masang dasi keribetan.

“Yaudah sana makan dulu, udah Mama buatin makanan kesukaan Papa tuh,” dengan berjalan mendekat pada suaminya, “sini Mama pasangin dasinya, udah gede belum bisa masang dasi, untung ada mama.”

“Siap Ratu cantik. Eh iya, nanti siang Papa makan di luar sama tamu Papa itu, Ma,” kata Narto dengan senyum merayu istrinya sebagai tanda ingin ada ciuman pagi itu.

“Ya sudah gapapa, nanti jangan lupa beliin makanan kesukaan Mama ya. Kalo gak anak papa yang di perut ini entar nangis.”

Terperanjat dan kaget, spontan Narto bertanya, “Mama hamil?”

“iya Pa, percobaan kita sebulan yang lalu berhasil.”

Narto langsung sujud syukur serta kata syukur itu keluar dari mulutnya “Alhamdulillah, ya Allah.”

“Mama gak dicium nih?” tanya istrinya menggoda.

“Yee... Sini Papa cium.” Ciuman mesra ala pengantin baru Narto daratkan di pipi istrinya. “Kalau gitu nanti malem undang semua keluarga besar ya, Ma. Papa mau syukuran.”

“Siap Pa, berangkat sana! Telat.”

            Suasana pagi yang akan membuat semua pasangan suami-istri cemburu melihatnya dan akan membuat semua bujang pengen segera beristri, apalagi para perawan akan malu karena tak mau segera nikah.

            Sesampainya di kantor, Narto juga menampakkan kebahagiaannya itu dengan menraktir semua pekerja di kantornya itu, semua tanpa terkecuali.

            “Perhatian semuanya. Hari ini kita makan siang di Restoran sebelah, semua orang yang bekerja di kantor ini saya harap ikut kesana. Dan bagi yang tidak masuk hari ini akan dibungkusin,” begitulah kata Narto di depan khalayak ramai yang sontak membuat semua penduduk perusahaan langung teriak. Namun mereka tak satu pun ada yang tau kenapa hari ini dia berbuat sangat baik seperti ini. Walaupun memang sudah sikapnya yang baik, namun hari ini sangat berbeda. Sekarang sumua penduduk perusahaan diundang makan siang di Restoran sebelah.

            “Sekarang saya harap semuanya beres-beres, karna kita akan kedatangan tamu dari Malaysia,” arahan Narto pada semua penduduk perusahaannya itu.

            Spontan semua karyawan langsung kembali ke tempat semula. Begitupun dengan Narto yang langsung masuk ke ruangannya.

            Hari itu merupakan hari yang sangat membahagiakan bagi Narto. Selain kabar istrinya yang hamil, pihak Malaysia yang mau kerja sama dengan perusahaan Narto, juga kabar tentang keadaan perusahaannya yang untung tiga kali lipat dari keuntungan biasanya.

            “Ya kalau begitu. Lebihkan gaji tiap karyawan lima juta. Nanti siapkan uang buat bayar makanan seluruh karyawan di Restoran sebelah. Sisanya nanti buat anak yatim. Oh iya, bungkus makanan yang banyak, nanti kita bagikan pada orang di pinggir jalan,” kata Narto pada sekertarisnya yang melapor padanya tentang keuntungan perusahaannya bulan ini. Memang begitulah Narto, selalu baik dan selalu memberikan berbagai kejutan buat orang-orang yang mengenalnya.

            “Lalu bagaimana dengan Bapak? Apa keluarga besar Bapak gak kekurangan nanti?” tanya Santi, sekertaris kepercayaan Narto.

            “Sudah gak usah pikirkan keluarga saya, saya sudah cukup dengan keuntungan yang biasanya. Sudah, kerjakan saja apa yang saya minta. Pasti ada baiknya kalo saya berbuat baik.”

            “Ya sudah Pak, saya langsung kerjakan apa yang Bapak minta. Makasih, Pak, sudah memercayakan ini sama saya.”

            “Iya sama-sama. Kalau nanti mau pulang, jangan lupa bungkusin makanan di Restoran sebelah buat bapak-ibukmu ya, kalau ada adek atau siapa di rumahmu juga dibungkusin aja.”

            “Iya sekali lagi makasih, Pak.”

            “Iya saya juga berterima kasih padamu yang sudah berkhidmat sama perusahaan ini. Kalau ada apa-apa terkait rangkaian yang saya minta barusan, langsung hubungin saya aja ya. Ya sudah saya mau persiapan buat ketemu dengan utusan Malaysia itu.”

            Begitu indah rasanya bekerja dengan Narto yang selalu membahagiakan karyawannya, selalu membuat karyawannya tambah hormat dan mencintai atasan yang berkharisma itu. Begitulah dia yang pernah ditawarin naik ke kursi Presiden, namun dia selalu menolaknya dengan alasan “pasti ada yang lebih baik darinya.”

            Siang itu seluruh penduduk perusahaan berbondong-bondong ke Restoran sebelah untuk makan siang bersama. Seluruh karyawannya itu sampai membuat Restoran kewalahan mengurusi pesanan. Bahkan semua pengunjung yang datang hari itu juga digratiskan, tentu saja karna Narto sudah membayar seluruh persiapan makanan buat hari itu. Dan sisanya nanti akan dibagikan pada para pengemis di pinggir jalan.

            Setelah makan siang itu, rupanya utusan Malaysia yang mau mengadakan kerjasama itu sudah datang. Walaupun awalnya mereka kaget dengan suasana perusaan yang sangat sepi, tapi akhirnya mereka mengerti apa yang sedang dilakukan Narto bersama para penduduk perusahaan. Tak lupa Narto mengundang para tamu itu untuk bergabung bersama Narto dan akan membahas kerja sama itu di Restoran tempat Narto dan penduduk perusahaan itu makan siang.

            “Mohon maaf sebelumnya. Kalau saya boleh tau, ini ada acara apa ya, Pak?” tanya salah satu utusan Malaysia itu.

            “Sebenarnya ini semua rasa syukur saya pada-Nya atas kehamilan istri saya. Karena keuntungan perusaan kami untung tiga kali lipat, saya bayar semua makan siang  penduduk perusahaan. Sisanya nanti buat sumbangan ke panti asuhan dan sebagiannya buat belikan makan orang membutuhkan di pinggir jalan, Pak. Nanti malam kalau Saudara semua berkenan, saya mau ngundang acara keluarga kami di rumah. Sekalian nanti saya perkenalkan sama keluarga besar kami,” jawab Narto menerangkan.

            “Terimakasih ajakannya, Pak, tapi kami harus balik segera ke Malaysia. Kalau ada waktu lagi inshaAllah kami bisa, Pak,” jawab salah seorang lagi yang sedari tadi tersenyum kagum dengan semua cerita Narto.

            Dan salah seorang lagi dari utusan Malaysia itu angkat bicara, “Iya, Pak kami tidak bisa hadir. Terkait kerjasama, saya rasa kalau perusaan kami bekerjasama dengan Bapak, pasti akan banyak untungnya.”

            “Kalau begitu kesepakatan kami tambah sepuluh tahun lagi, Pak. Apa Bapak tidak masalah?”

            “Saya tidak masalah pak, saya berterima kasih sudah mau mempercayakan ini semua pada perusahaan kami. InshaAllah kami akan berusaha bekerja dengan lebih baik lagi,” jawab Narto.

            “Saya kira kalau sudah selesai, kami harus balik lagi ke Malaysia. Kami pamit dan terimakasih buat jamuannya hari ini, Pak.”

            “Iya sama-sama.”

            Semua rencana hari itu bersama utusan Malaysia berjalan lancar, bahkan lebih baik dari apa yang diharapkan Narto. Semua ini tak lepas dari kebaikannya. Itu yang membuat utusan Malaysia kagum dan mau menambah sepuluh tahun kerja sama dengan perusahaan Narto.

            Setelah selesai makan siangnya bersama penduduk perusahaan, Narto mengajak semua penduduk perusahaan agar sudi membawa makanan yang sudah dibungkus untuk nanti dibagikan pada para pengemis di sepanjang jalan pulang. Dan hari itu perusahaan pulang siang, karena Narto harus mempersiapkan diri bertemu dengan keluarganya, serta dia harus mempersiapkan semuanya di rumahnya.

            “Mohon perhatiannya semuanya,” kata Narto yang membuat semua orang memandanginya dan berhenti makan, “saya harap nanti tiap orang sudi membawa makanan yang sudah dibungkus dan membagikan pada para pengemis di sepanjang jalan nantinya, oleh karena itu perusahaan hari ini dicukupkan dan besok mulai masuk seperti biasanya. Bagi yang mau ikut ke panti asuhan silahkan habis ini mendaftarkan namanya di Santi, dan silahkan ambil gaji buat bulan ini. Setiap orang ketambahan uang lima juta, dan itu sebagai ucapan terimakasih saya pada kalian yang sudah mau ber-khidmat pada perusahaan ini. Berkat kalian semua perusaan kita bulan ini untung tiga kali lipat dari bulan biasanya.” Sontak membuat semua orang tepuk tangan dan bersorak gembira dengan apa yang telah Narto umumkan. Bahkan membuat para penduduk perusahaan antri panjang untuk mendaftarkan namanya ikut ke panti asuhan.

            Di sepanjang jalan menuju perusahaan. Semua orang yang membawa bungkus nasi dari Restoran itu mulai membagikan makanan pada para pengemis. Dan itu berlanjut di sepanjang jalan menuju Panti juga kebagian nasi bungkus yang disediakan Narto. Begitulah suasana bahagia yang dirasakan Narto hari itu yang tak hanya dirasakan dirinya dan istri tercintanya, namun juga dirasa banyak orang.

            Setelah selesai menyerahkan bantuan pada panti asuhan, Narto pulang ke rumahnya dengan membawa bakso kesukaan istrinya. Bahagianya itu bertambah ketika istrinya yang sedari tadi sudah menunggu Narto di kamarnya dengan baju terbaiknya dan dengan keadaan yang paling cantik, seakan Narto melihat Sumiyati sejak pertama ia jatuh cinta padanya.

            Ceritanya akan bagaimana perjalannya hari ini pada istrinya, membuat istrinya sangat bahagia. Bukan karena kerja sama dengan pihak Malaysia itu berjalan dengan lancar yang membuat Sumiyati sangat bahagia, tapi bagaimana suaminya itu sangat baik bahkan juga membuat Sumiyati seakan-akan baru pertama melihat Narto suaminya itu.

            Malam setelah Narto dan Sumiyati mempersiapkan semuanya buat menyambut seluruh keluarga besarnya. Tepat seperti apa yang telah direncanakan, keluarga besarnya mulai berdatangan setelah salat Isya. Narto pun mulai maju ke panggung yang telah disiapkan untuk menyambut mereka. “Assalamualaikum. Apa kabar semuanya? Saya harap semuanya menikmati apa yang telah kami siapkan sebagai rasa syukur kami pada Allah yang telah memberikan kehamilan pada istri saya. Seandainya semua keluarga besar berkenan saya harap semuanya bisa tinggal di rumah kami, semuanya telah kami persiapkan,” kata Narto di atas panggung yang membuat semua anggota keluarga besarnya itu tepuk tangan dan bersorak gembira.

            Kekaguman semua keluarga besar itu bertambah ketika Narto menceritakan kerja samanya bersama pihak Malaysia dan seluruh rangkaian acara yang telah ia siapkan sedari tadi pagi sampai puncaknya bersama keluarga besarnya itu.

            “Kami semua bersyukur bisa memiliki anggota keluarga seperti Narto, dan saya harap nanti dari keluarga ini akan ada Narto-Narto lain yang akan meneruskan perjuangannya. Dan saya sebagai orang yang paling tua dari keluarga besar kita, saya mewakili semua anggota keluarga untuk berterima kasih atas prestasi yang telah diraih Narto dan yang telah mebuat nama keluarga besar kita terangkat. Sebagai tanda terimakasih kami. Kami telah menyiapkan mobil di depan rumah, walaupun mobil itu tidak akan pernah sebanding dengan apa yang telah dilakukan Narto. Kami harap Narto bersedia menerimanya,” kata pak Suprapto, orang yang paling tua dari keluarga besar Narto dan Sumiyati yang masih hidup.

            Semua rangkaian acara pada malam itu berjalan dengan lancar. Rumah Narto dan Sumiyati ramai dengan seluruh keluarga besarnya, ribut dengan pujian kagum pada Narto dan bising dengan lantunan syukur pada Allah.

            Plak!!! Suara tepukan mengagetkan Narto dan membuatnya bangun dari lamunannya.

            “Ah kamu, Pri. Ngagetin aja,” kata Narto kepada Supri yang memukul pundak Narto.

            “Kamu sih habisnya ngelamun aja, orang datang dari tadi gak digubris. Lagi mikirin apa sih, To?”

            “Ini Pri, aku kepikiran mau nikah. Aku ngebayangin kalo nanti aku kaya dan punya istri cantik kaya Sumiyati si anak kepala desa itu. Pasti aku bahagia,” kata Narto dengan tersenyum dan menatap langit dengan penuh harap.

            “Halah kamu To, di siang bolong gini kamu malah mimpi gitu, gak sadar apa kamu itu anak siapa? Kerja aja kamu belum punya, bagaimana mau kaya? Si Sumiyati juga sudah dilamar orang, malah ngebayangin punya istri Sumiyati. Mbok yo ngaca, Sumiyati itu cantik banget, lah kamu?” ejek Supri pada Narto yang dibarengi dengan ketawa mereka berdua di depan warung biasa mereka memandangi kereta sapi lewat membawa padi-padi yang telah siap untuk di jual di pasar-pasar kampung.

Ikuti tulisan menarik Moh Dzaky Amrullah @Dzaky.Amrullah lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu