x

Iklan

Septi Yadi

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 20 Januari 2021

Minggu, 14 Maret 2021 06:36 WIB

Untuk Industri Batu Bara, Lebih Baik Gunakan PLTU agar Limbah Dapat Lebih Bermanfaat

Mengapa teknologi PLTU bisa hasilkan non limbah B3 untuk batu bara? Bagaimana prosesnya?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Pemerintah telah mengetuk palu terkait penghapusan limbah batu bara dari kategori limbah bahan berbahaya dan beracun (B3) yang tertuang dalam Peraturan Pemerintah (PP) Nomor 22 Tahun 2021 tentang Penyelenggaraan Perlindungan dan Pengelolaan Lingkungan Hidup. Adapun limbah batu bara yang dimaksud ialah fly ash dan bottom ash (FABA).

Keputusan pemerintah tersebut rupanya mendapat dukungan dari Kementerian Lingkungan Hidup dan Kehutanan (KLHK), dimana pihaknya mengklaim bahwa hasil limbah FABA yang bukan limbah B3 sudah berdasarkan kajian ilmiah. 

Direktur Jenderal Pengelolaan Sampah, Limbah, dan B3 (PLSB3), Rosa Vivien Ratnawati, menerangkan bahwa KLHK sebagai instansi teknis memiliki alasan ilmiah berdasarkan scientific based knowledge. Dirinya juga menambahkan, pulverize coal sudah dioptimalisasi dalam pembakaran batu bara pada PLTU. Hal ini berarti, temperatur tinggi digunakan dalam pembakaran tersebut, sehingga karbon yang tak terbakar dalam FABA "menjadi lebih stabil dan minim".

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

"Pembakaran dilakukan pada temperatur rendah, dan sehingga unburned carbon di FABA-nya masih tinggi. Mengindikasikan pembakaran masih kurang sempurna dan relatif tidak stabil saat disimpan, sehingga masih dikategorikan limbah B3," ujar Rosa saat menjelaskan mengapa metode pembakaran batu bara dengan tungku hasilnya masuk dalam kategori limbah B3, dilansir dari bbc.com, Jumat (12/3/2021).

Menurut penjelasan Rosa, bagi pihak industri yang menggunakan metode pembakaran batu bara dengan tungku, hasil pembakaran batu baranya masuk dalam kategori limbah B3, sedangkan industri yang menggunakan PLTU atau fasilitas pulverize coal dinyatakan non limbah B3.  

Pengolahan limbah FABA tentunya memiliki sejumlah manfaat bagi kehidupan manusia, diantaranya adalah bahan bangunan, substitusi semen, jalan, restorasi tambang hingga tambang bawah tanah. 

Meskipun FABA sudah tidak lagi menjadi keluarga limbah B3, limbah tersebut tidak boleh dibuang secara sembarangan dan harus dikelola sebaik mungkin. 

"Jadi enggak boleh dibuang sembarangan karena memang nantinya bagaimana masyarakat lingkungan yang harus mengolah ada dalam persetujuan dokumen lingkungannya," ujar Rosa. 

Indonesia bukan negara pertama di dunia yang menghapus limbah FABA dari kategori limbah B3, namun sudah ada beberapa negara seperti Tiongkok, Amerika Serikat, India, Vietnam, dan Jepang memberlakukan kebijakan tersebut. Penghapusan kebijakan ini juga disambut baik oleh Hariyadi Sukamdani selaku Ketua Umum Apindo. Dirinya menyatakan bahwa pengelolaan FABA lebih baik ketimbang menumpuknya menjadi hamparan yang bisa mencemari tanah. Hariyadi mencontohkan, negara lain mendaur ulang FABA untuk dijadikan bahan bangunan dan konstruksi.

"Kita lihat saja kenyataannya, di negara lain justru diolah dan menjadi berfungsi karena punya nilai komersil," katanya.

Di satu sisi, dikutip dari website Kementerian Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Deputi Pengelolaan Lingkungan dan Kehutanan, Nani Hendiarti, mengatakan pemerintah wajib menerapkan prinsip kehati-hatian dalam pemanfaatan limbah FABA ini. Secara paralel, PLTU yang banyak menghasilkan FABA sudah dapat melangkah cepat dan tepat dalam penyusunan skenario dan peta jalan pemanfaatannya.

Penasihat khusus Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, Yohanes Surya turut menerangkan, pemanfaatan FABA dapat menurunkan biaya produksi listrik dan mendapatkan keuntungan dari pemanfaatannya.

Data Direktorat Jenderal Ketenagalistrikan Kementerian ESDM mencatat, pada tahun 2018 proyeksi kebutuhan batu bara hingga 2027 sebesar 162 juta ton. Prediksi potensi FABA sebesar 16,2 juta ton, dengan asumsi 10% dari pemakaian batubara.

Sebelum regulasi ini diresmikan Presiden Joko Widodo, penanganan limbah abu batu bara masih terbatas pada penimbunan lahan, sehingga jika tidak ditangani dengan baik akan mengakibatkan pencemaran.

Aplikasi pemanfaatan FABA yang sudah diterapkan di lapangan sebagian besar terkait dengan bidang konstruksi dan infrastruktur.

Dari sini masyarakat belajar bahwa tidak semua limbah dikatakan “jahat” apabila kita sebagai “penanggung jawab”nya dapat bijak dalam pengelolaan serta tidak berhenti untuk peduli dengan lingkungan sekitar.

 

Ikuti tulisan menarik Septi Yadi lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler