x

mudik dilarang

Iklan

Supartono JW

Pengamat
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Kamis, 1 April 2021 21:00 WIB

Larangan Mudik Menyakiti Hati Rakyat

Jadikan masyarakat terdidik maupun yang belum terdidik ujung tombak dari penyadaran kepada masyarakat lain agar terus menjadi pengingat dan mendisiplinkan dirinya, kekuarganya, serta masyarakat di sekitarnya untuk terus ketat menjaga protokol kesehatan. Semisal, selalu mengingatkan siapa saja yang tidak memakai masker, dan berada di dekatnya atau di depan matanya dengan selalu mengucapkan: "Maaf, Bapak/Ibu/Sdr/i/ dll, mengapa tidak pakai masker?" Dan... seterusnya. Jadi, mudik tidak perlu dilarang, tetapi buat peraturan mudik yang ketat dan dijalankan dengan tegas dan disiplin, yang melanggar kena sanksi sesuai peraturan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Tepatkah kebijakan pemerintah melarang masyarakat untuk kembali tak boleh mudik lebaran tahun ini? Sebab, tahun lalu pemerintah pun memberlakukan larangan mudik lebaran yang diiringi polemik boleh pulang kampung. Sehingga antara kata mudik dan pulang kampung pun ramai menjadi perbincangan berbagai pihak dan warganet.Kini, sebab sudah diwacanakan mudik tahun ini kembali dilarang oleh pemerintah, meski peraturannya belum ada, maka masyarakat dan pihak-pihak hingga stakeholder yang terkait erat dengan urusan mudik pun resah.

Akibatnya, di berbagai media massa muncul pemberitaan tentang penolakan masyarakat atas larangan mudik lebaran tahun ini dan dunia maya atau jagat media sosial dihebohkan dengan aspirasi warganet agar tetap mudik di tengah kebijakan pemerintah melarang kegiatan mudik 2021.

Bahkan ada media yang sampai menulis ada gerakan yang menyampaikan aspirasi warganet yang tetap ingin mudik. Sampai lahir template  bertuliskan pesan "Mudik Dilarang Kami Tetap Pulang, Lawan Pandemi dengan Silaturahmi: Fight For Freedom" yang diposting di sosial media Instagram.

Postingan itu tak pelak  langsung direspons oleh para netizen, dengan membuat foto dan template slogan. Banyak netizen berkomentar, ada yang pro dan ada yang juga kontra, namun dalam beberapa kolom komentar di beberapa media, nampak warganet lebih banyak yang tidak berkesan dengan larangan mudik tahun ini dengan berbagai alasan.

Saat saya simak satu persatu berbagai berita yang mengangkat topik larangan mudik, ada yang kali ini menarik dan layak untuk diapungkan untuk dijadikan catatan sekaligus refleksi bagi pemerintah. Pasalnya, peraturan larangan mudik lebaran tahun lalu saja, hingga kini masih membekas tak nyaman di hati masyarakat. Akibat dari sikap pemerintah yang tak tegas dalam mengawal jalannya peraturan larangan mudik lebaran, plus munculnya hal bias, mudik dilarang tetapi pulang kampung dibolehkan.

Namun, meski masyarakat menyadari bahaya virus corona dan memahami esensi larangan mudik, karena adanya sikap tak tegas dari pemerintah, bahkan sampai disebut mencla-mencle, saya setuju dengan adanya opini di media massa yang menyebut frase melarang itu menyakitkan.

Mudik yang sudah membudaya dan mentradisi di Indonesia, memang sudah menjadi bagian yang sangat berharga bagi rakyat Indonesia. Karenanya, bila tahun lalu, masyarakat terpaksa wajib mengikuti peraturan larangan mudik, ternyata tidak dengan pelarangan mudik tahun ini.

Coba perhatikan baik-baik aspirasi perlawanan ini:

Mudik Dilarang Kami Tetap Pulang, Lawan Pandemi dengan Silaturahmi.

Bila ditelisik, ada sindiran tentang kata pulang, karena tahun lalu mudik dilarang, tetapi boleh pulang kampung. Dan, ternyata peraturan mudik juga tidak sedisiplin peraturan yang ditetapkan dalam praktiknya. Tidak ketat.

Berikutnya, sikap berontak masyarakat justru mempertentangkan larangan mudik dengan lawan pandemi dengan silaturahmi.

Atas respon warganet seperti itu, terlebih dalam kondisi masyarakat yang masih terpuruk dan menderita, sementara berkumpul dengan keluarga adalah hiburan satu-satunya yang paling menggembirakan bagi masyarakat dan murah di saat Hari Raya, maka sewajibnya menjadikan pemerintah tidak hanya membuat kebijakan dan peraturan dari sudut pandangnya sendiri.

Bahasa larangan

Bahasa melarang mudik, malah tambah menyakitkan bagi masyarakat dan stakeholder yang terkait dengan urusan mudik.

Mengapa bahasanya bukan yang membikin rakyat lega, nyaman, tapi juga menjadikan masyarakat malah lebih diberikan kepercayaan untuk melawan pandemi, bukan bahasa melarang mudik.

Bila pemerintah tak melarang mudik, namun membuat peraturan mudik dengan protokol yang ketat dengan cara-cara persuasif, bukan menekan apalagi melarang. Lalu, melakukan sosialisasi peraturan protokol mudik yang ketat dengan masif, tentu masyarakat akan ada rasa bangga karena diberikan kepercayaan.

Kepercayaan pemerintah kepada masyarakat untuk dapat menjaga protokol kesehatan ketat dalam peraturan mudik, justru akan menjadi senjata ampuh dalam memerangi corona. Sebab dengan kepercayaan serta sanksi tegas bagi yang melanggar, justru akan ada kerjasama saling membahu antara rakyat dan pemerintah.

Untuk itu, kepada Bapak Presiden, semoga dapat mempertimbangkan kembali wacana larangan mudik lebaran yang sementara telah membikin rakyat tak nyawan.

Ajak rakyat bekerjasama dalam memerangi corona. Bukan malah membuat rakyat tambah jauh dari rasa memiliki pemerintahan di negeri ini.

Jadikan masyarakat terdidik maupun yang belum terdidik ujung tombak dari penyadaran kepada masyarakat lain agar terus menjadi pengingat dan mendisiplinkan dirinya, kekuarganya, serta masyarakat di sekitarnya untuk terus ketat menjaga protokol kesehatan.

Semisal, selalu mengingatkan siapa saja yang tidak memakai masker, dan berada di dekatnya atau di depan matanya dengan selalu mengucapkan: "Maaf, Bapak/Ibu/Sdr/i/ dll, mengapa tidak pakai masker?" Dan... seterusnya.

Jadi, mudik tidak perlu dilarang, tetapi buat peraturan mudik yang ketat dan dijalankan dengan tegas dan disiplin, yang melanggar kena sanksi sesuai peraturan.

Ikuti tulisan menarik Supartono JW lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler