x

Personil Slank Abdee saat menggelar konfrensi pers Konser kolaborasi HUT Slank dan Provinsi Nusa Tenggara Timur (NTT) bertajuk SLANK HUT NTT 361 with Sumba Humba Eco Festival di Markas Slank, Jakarta, 12 Desember 2019. Kolaborasi Slank dengan Pemerintah Provinsi NTT diharapkan dapat mengembangkan pariwisata di NTT sebagai penggerak utama ekonomi masyarakat. Tempo/Nurdiansah

Iklan

dian basuki

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Senin, 31 Mei 2021 06:51 WIB

Jatah Komisaris BUMN Jalur Relawan

Penunjukan relawan menjadi komisaris perusahaan negara terlihat seperti main-main, padahal dampaknya tidak main-main, sebab itu perusahaan negara, rakyat ikut punya. Tapi rakyat bisa berbuat apa? Khawatirnya, pola penunjukan seperti ini akan dijadikan kebiasaan yang dianggap lumrah di masa-masa mendatang.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Pemilihan Abdee Slank oleh Menteri BUMN Erick Thohir sebagai salah seorang komisaris PT Telkom sedang jadi trending topic di media sosial. Maklum, dulu Abdee dan kawan-kawannya di Slank dikenal sebagai pengritik kekuasaan, namun belakangan menjadi pendukung setia Jokowi bahkan sejak pilpres 2014. Suara kritisnya tak lagi terdengar. Jadi kalau ada yang kontra, ya dapat dimaklumi; kalau yang setuju mah, ya wajar saja.

Lantas bagaimana komentar selebritas? Waktu ditanya jurnalis, Ahmad Dhani Dewa memuji pemilihan Abdee. “Dari semua keputusan yang pernah diambil Presiden Jokowi, menjadikan Abdee Slank sebagai Komisaris Telkom adalah keputusan yang paling tepat,” kata Dhani. Luar biasa, bukan? Iwan Fals juga memuji: “Wuiiih mantab Abdi, semakin gondrong semakin rock n roll, sehat & bahagia. Semoga amanah.”

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Sebagai sesama teman musisi, Dhani dan Iwan memang perlu bersikap begitu, mosok mau mengritik? Kan tidak elok. Siapa tahu nanti Dhani dan Iwan juga direkrut jadi komisaris BUMN apa begitu, walaupun keduanya bukan relawan. Tapi, yang mustahil saja bisa terjadi, seperti Prabowo yang semula lawan-tanding pilpres kemudian jadi menteri pertahanan kabinet Jokowi. Apa lagi Dhani yang hanya pendukung Prabowo, ya tidak susah lah, atau misalnya saja Iwan Fals dipilih jadi komisaris PT Dirgantara Inndonesia karena pernah bikin lagu Pesawat Tempurku. Semua tergantung pada Erick Thohir si empunya wewenang.

Bahwa Dhani dulu suka mengritik pemerintah, bisa saja keadaan berbalik; apa lagi sekarang sudah jadi politisi Gerindra. Dulu, Abdee dan grup Slank dikenal dengan liriknya mengritik praktik kekuasaan yang tidak adil. Namun, seiring bergantinya penguasa, sikap pun berubah. Bila yang dikritik praktik kekuasaan yang tidak benar dan tidak adil, banyak orang berharap pengritiknya akan konsisten bersikap.  Tapi zaman kan berubah he he ...

Abdee sebenarnya bukan relawan pertama yang memperoleh kursi komisaris dari Erick Thohir, yang entah dengan siapa menteri BUMN ini menggodog keputusan bahwa relawan ini kebagian duluan, yang itu belakangan; atau si anu kebagian di BUMN sana, si ani kebagian di BUMN sini.

Bukan hanya pemilihan Abdee yang dikritik, tapi juga relawan-relawan sebelumnya. Inti kritik itu ialah apa pertimbangan pemilihan mereka sebagai komisaris? Apakah membayar utang budi? Lantas, apa kompetensi mereka sesuai dengan kebutuhan perusahaan? Apakah penunjukan mereka sesuai dengan prinsip-prinsip good corporate governance, yang berulang kali didengungkan oleh menteri BUMN dan menteri lainnya?

Tentu saja, Erick Thohir dan stafnya sudah punya jawaban—jawaban yang standar saja, tidak perlu rumit-rumit. Sebab toh, mereka yang protes atau mengritik juga tidak akan bisa berbuat apa-apa, misalnya membuat relawan tertentu urung dilantik menjadi komisaris. Itu tidak akan terjadi. Erick niscaya tahu, biarkan saja orang mengritik. Buktinya, ia tetap mengangkat relawan satu per satu menjadi komisaris BUMN.

Sayangnya, tidak ada anggota DPR yang mempertanyakan hal ini, padahal BUMN itu perusahaan negara, artinya rakyat juga ikut memiliki.Tapi kita kan tahu, mayoritas anggota DPR itu kan orang-orang dari partai yang sama dengan orang-orang yang duduk di kabinet. Mereka pun tahu, politisi juga kebagian duduk jadi komisaris.

Ada yang khawatir bahwa praktik-praktik penunjukan komisaris ala Erick Thohir ini akan mendorong terbangunnya etos relawan-relawati yang mati-matian mendukung capres/cawapres karena berharap akan dipilih jadi komisaris. Ibarat jalur masuk perguruan tinggi yang bermacam-macam, mereka mencoba peruntungan di jalur relawan untuk menjadi komisaris BUMN. Bila capres yang didukung menang, peluang akan terbuka. Atau, pola penunjukan seperti ini akan dijadikan kebiasaan yang dianggap lumrah. Tapi politisi mana yang peduli dengan soal-soal seperti ini?

Penunjukan relawan menjadi komisaris perusahaan negara terlihat seperti main-main, padahal dampaknya tidak main-main, sebab itu perusahaan negara, rakyat ikut punya. Tapi rakyat bisa berbuat apa? Ngritik, protes? Mungkin sih terdengar oleh menteri, tapi tidak akan mampu memaksa menteri mengubah keputusan, sebab protes itu tanpa daya. Jadi, akhirnya kita mah paling hanya bisa mendoakan, seperti juga pesan Iwan Fals, agar yang bersangkutan amanah menjalankan tugas sebagai komisaris agar manfaat keberadaannya dirasakan oleh rakyat banyak. >>

Ikuti tulisan menarik dian basuki lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler