x

Iklan

zainal fahruddin

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 21 Januari 2020

Kamis, 24 Juni 2021 12:19 WIB

Mengenal Sosok Sultan Adji Muhammad Idris,Raja Kutai Kertanegara Pertama Bergelar Sultan

Aji Muhamad Idris menjadi sosok yang menginisiasi model pemerintahan Kutai menjadi kesultanan. Dialah pangeran pertama yang diangkat sebagai pemimpin kerajaan bergelar sultan.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Siapakah yang tidak mengenal tokoh satu ini? Ya, dia adalah sultan ke-14 dari Kesultanan Kutai Kartanegara yang diusung sebagai pahlawan nasional dalam acara seminar calon pahlawan nasional di sebuah hotel berbintang di Jalan Pangeran Diponegoro, Samarinda. Acara dihadiri sejumlah akademikus, tokoh masyarakat, hingga politikus. Ada mantan gubernur Kaltim Awang Faroek Ishak serta Wakil Gubernur Kaltim Hadi Mulyadi.

Aji Muhammad Idris disebut sebagai raja pertama Kutai Kertanegara yang membangun relasi dengan kerajaan tetangga. Hubungan ekonomi dan politiknya dirangkai dalam pola pikir anti-kolonial. Nasir menulis, Aji Muhamad Idris menjadi sosok yang menginisiasi model pemerintahan Kutai menjadi kesultanan. Dialah pangeran pertama yang diangkat sebagai pemimpin kerajaan bergelar sultan.

La Maddukelleng adalah bangsawan dari Wajo, Sulawesi Selatan, yang merantau hingga menjadi Sultan Paser di Kalimantan. Ia disebut rekan seperjuangan Sultan Aji Muhammad Idris. Keduanya memiliki hubungan erat karena Sultan Aji Muhammad Idris menikahi putri La Maddukelleng pada 1732. Pernikahan tersebut menandai penyatuan visi politik dan ekonomi kedua kerajaan. Secara ekonomi, kedua kerajaan ini disebut mampu memainkan peran penting di timur Nusantara. Armada La Maddukelleng juga dikenal kuat karena menguasai perairan selat Makassar hingga Melayu. Kerajaan Paser dan Kutai pun dapat membendung pengaruh Belanda via blokade laut. 

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Menurut Didik Pradjoko dari Departemen Sejarah, Fakultas Ilmu Pengetahuan Budaya Indonesia, Universitas Indonesia, kedua sahabat ini mulai berkonfrontasi dengan VOC pada 1736. Sultan Aji Muhammad Idris dan La Maddukelleng waktu itu mempertahankan ibu kota Wajo dari gempuran perusahaan dagang Belanda. Pada 1737, keduanya berhasil merebut Palakka, pusat perdagangan di daerah Bone, termasuk Sidenreng dan Soppeng. Serangan terus berlanjut hingga jantung pertahanan VOC yakni Fort Rotterdam di Makassar namun gagal.

Ajal menjemput Sultan Aji Muhammad Idris ketika bersama pasukannya menuju Sidenreng. Kuda yang ia tunggangi disebut jatuh dalam jebakan musuh. “Meskipun Sultan telah tiada, pasukannya bertahan untuk membantu La Maddukelleng melawan VOC dan sekutu,” imbuh Prof Andi Ima Kesuma.

Sang sultan akhirnya digelari masyarakat Bone sebagai La Darise Denna Parewosi Petta Arung Kutek Petta Matinroe ri Kawane. Artinya, “Idris, kakak Parewosi, tuan kita, Sultan Kutai yang beradu tidur di Kawane.”

Aji muhammad Idris berkuasa pada 1735 - 1778 mengaplikasikan dua undang - undang, Panji Selaten dan Beraja Niti.

 

Dikutip dari berbagai sumber, salah satunya kaltimkece.id 

(Zf) 

Ikuti tulisan menarik zainal fahruddin lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler