x

Lukisan Penangkapan Pangeran Diponegoro karya Raden Saleh. Dari Wikipedia

Iklan

Handoko Widagdo

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 April 2019

Rabu, 30 Juni 2021 06:45 WIB

Kompleksitas Hubungan Diponegoro dengan Sentot

Paparan Prof. Mr. Dr. Soekanto tentang hubungan Diponegoro dengan Sentot dari sisi kekerabatan, sosial, militer dan psikologi. Hubungan yang lebih kompleks daripada hubungan Diponegoro dengan Kyai Mojo.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Hubungan Diponegoro & Sentot

Judul: Hubungan Diponegoro & Sentot

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Penulis: Soekanto

Tahun Terbit: 1984

Penerbit: Bina Aksara   

Tebal: 43

ISBN:

 

Dalam buku-buku atau artikel yang membahas Diponegoro, nama Kyai Mojo dan Sentot tentu tidak asing. Sebab kedua nama tersebut sangat erat hubungannya dengan Diponegoro dalam melawan Belanda. Kyai Mojo dan Sentot adalah dua mitra Diponegoro yang bahu-membahu bersama laskar Diponegoro memerangi Belanda. Keduanya juga akhirnya berpisah karena alasan tertentu.

Baik Kyai Mojo maupun Sentot mempunyai hubungan kekerabatan dengan Diponegoro. Tetapi dalam hal berjuang melawan Belanda keduanya mempunyai orientasi yang berbeda. Kyai Mojo bercita-cita mendirikan Mataram yang diperintah dengan menggunakan dasar Syariah. Kyai Mojo bergabung dengan Diponegoro karena Diponegoro menjamin hal tersebut. Namun setelah melihat bahwa Diponegoro tidak sepenuhnya menggunakan Islam sebagai basis perjuangannya, maka kebersamaan mereka selesai.

Berbeda dengan Kyai Mojo yang sangat jelas orientasinya, hubungan Sentot dengan Diponegoro ternyata lebih kompleks. Selain keduanya mempunyai hubungan yang lebih kompleks. Hbungan Diponegoro dengan kedua kompatriotnya ini belumlah banyak dibahas secara detail. Bahkan Dr. Peter Carey pun merasa masih perlu untuk mendalami topik hubungan Diponegoro dengan Sentot. Peter Carey adalah peneliti yang telah menghabiskan 30 tahun hidupnya untuk meneliti Diponegoro.

Buku pendek karya Prof. Mr. Dr Soekanto yang kemudian diedit ulang oleh Prof. Dr. Soerjono Soekanto, S.H., M.A. ini adalah salah satu bahan penting untuk melihat hubungan Diponegoro dan Sentot. Mula-mula buku ini ditulis oleh Soekanto dan terbit pada tahun 1959. Buku ini kemudian diedit ulang oleh Soerjono Soekanto dan terbit pada tahun 1983. Soerjono Soekanto adalah putra dari Soekanto.

Buku ini membahas hubungan Diponegoro dengaan Sentot dari sisi kekerabatan, keadaan yang bersifat sosiologis, militer dan psikologis. Jadi sebenarnya buku ini mencakup bahasan yang cukup lengkap tentang hubungan Diponegoro dengan Sentot. Tapi sayang sekali karena bentuknya yang amat ringkas, pembahasannya tidak disertai dengan contoh-contoh yang menguatkan pendapat yang dikemukakan.

Dalam hal hubungan kekerabatan, Soekanto menunjukkan bahwa baik Diponegoro maupun Sentot adalah sama-sama cicit Hamengku Buwono (HB) I dan sama-sama cucu HB II. Soekanto juga menyampaikan bahwa ada fakta yang masih perlu digali lebih lanjut tentang saudara perempuan Sentot yang dinikahi oleh Diponegoro (hal. 12).

Dilihat dari sisi kehidupan sosial, baik Diponegoro maupun Sentot dibesarkan dalam situasi yang tidak menyukai Belanda. Diponegoro hidup di luar keraton tetapi dianggap pandai. Diponegoro sangat kecewa dengan Keraton yang dikuasai oleh penjajah (Inggris dan Belanda) yang justru memeras rakyat untuk membiayai penjajah. Sedangkan Sentot adalah anak Ronggo Prawirodirjo III yang memberontak dan dibunuh oleh Belanda. Meski saat kejadian Sentot masih kecil, tetapi ia berada di tengah-tengah keluarga yang membenci Belanda. Itulah sebabnya saat berusia 17 tahun Sentot bergabung dengan Diponegoro melawan Belanda.

Sentot adalah salah satu pemimpin militer Diponegoro yang sangat cakap, cerdas dan berani. Ia mendapat gelar Alibasah, saat Gusti Alibasah gugur dalam pertempuran melawan Belanda (hal. 28). Lengkapnya ia bergelar Raden Basah Prawirodirjo Ngabdul Mustopo. Meski Sentot masih sangat muda saat bergelar Alibasah, tetapi Diponegoro sangat mempercayainya. Sebab saat itu situasi perang sudah mulai kurang berpihak kepada Diponegoro. Perundingan-perundingan sudah mulai digagas. Banyak tentara Diponegoro yang gugur dan desersi setelah berperang selama 3 tahun. Dalam situasi seperti itulah Diponegoro memerlukan panglima perang yang bisa dipercayainya.

Sedangkan secara psikologis Diponegoro dan Sentot mempunyai suasana batin yang sama. Yaitu sama-sama pemeluk Islam yang taat. Baik Diponegoro dan Sentot sama-sama belajar dari nenek buyut di Tegalrejo dan dari para kyai desa. Hal ini sangat berbeda dengan Kyai Mojo yang pernah hidup di tanah Arab. Namun perbedaan usia antara Diponegoro dengan Sentot membuat tindakan-tindakan mereka kadang berbeda jalan.

Seperti telah disampaikan di atas, buku ini sangat tipis untuk membahas sebuah topik yang berat. Namun setidaknya bahasan-bahasan tentang dasar-dasar hubungan Diponegoro dengan Sentot telah diawali oleh Soekanto. Semoga ke depan ada penelitian yang lebih mendalam tentang hubungan dua pahlawan Jaw aini. 605

Ikuti tulisan menarik Handoko Widagdo lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler