Puisi, perjalanan, dan segala entah

Anna Kiesenhofer, Seorang Amatir, Doktor Mate-matika dan Juara Balap Sepeda Olimpiade

Selasa, 27 Juli 2021 08:37 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Seorang pembalap sepeda amatir, pemegang gelar PhD di bidang mate-matika terapan, peneliti pascadoktoral di Ecole Polytechnique Federale de Lausanne (EPFL), dan juara Olimpiade; pernahkah anda membayangkan kemungkian itu bakal terjadi? Tapi itulah yang diwujudkan Anna Kiesenhofer saat menjuarai nomor Road Race Olimpiade Tokyo 2020, Senin, 26 Juli. 

Seorang pebalap sepeda amatir, pemegang gelar PhD di bidang mate-matika terapan, peneliti pascadoktoral di Ecole Polytechnique Federale de Lausanne (EPFL), dan juara Olimpiade; pernahkah anda membayangkan kemungkian itu bakal terjadi? Tapi itulah yang diwujudkan Anna Kiesenhofer saat menjuarai nomor Road Race Olimpiade Tokyo 2020, Senin, 26 Juli. 

Anna, atlet Austria berusia 30 tahun, itu sukses finis terdepan di jalur Fuji International Speedway, secara dramatis. Ia unggul 75 detik atas pembalap asal Belanda Annemiek van Vleuten. "Rasanya luar biasa. Saya tidak bisa mempercayainya," kata Kiesenhofer mengomentari kemenangannya itu. "Bahkan ketika saya melewati batas, itu seperti, 'Apakah ini sudah selesai? Apakah saya harus terus berkendara?' Menakjubkan."

Medali emas Olimpiade Tokyo tentu menjadi pencapaian besar dalam perjalanan hidupnya. Anna bukanlah seorang atlet profesional seperti kebanyakan pebalap lain yang berlaga di olimpiade kini. Ia juga tak berlatih di klub.

Di luar lintasan balap, Anna sudah lebih dulu meraih "medali" tertinggi di ranah akademis. Dia belajar matematika di Technical University of Vienna (2008-11), lalu menyelesaikan gelar Masternya di University of Cambridge (2011-12). Dan menyempurnakan ilmunya dengan menjangkau gelar PhD di Polytechnic University of Catalonia pada 2016.

Ia membalap gelar itu dengan menulis tesis tentang --harap jangan pusing-- sistem yang dapat diintegrasikan pada manifold b-symplectic. Tahukan anda perihal apakah itu? Anna kini merupakan bagian dari kelompok yang meneliti persamaan diferensial parsial nonlinier yang muncul dalam fisika matematika.

Sejak dulu minat olah raga Anna memang setinggi gairahnya di dunia pemikiran. Pada 2011-2013 dia menekuni olah raga triathlon dan duathlon. Tapi cedera membekapnya dan ia memgalihkan minatnya pada olah raga bersepeda pada 2014. Saat itu dia bergabung di tim Catalan Frigoríficos Costa Brava – Naturalium.

Pada 2015, Anna menjajal turnamen cyclo-sports yang berakhir di Mont Ventoux. Di sini dia sukses naik podium sebagai juara pertama. Dia lalu mengikuti Tour de l'Ardèche tapi mengalami kecelakaan. Anna jatuh di etape pertama dan cedera. Ssetelah mencoba beberapa etape lagi, ia memutuskan mundur.

Pada tahun 2016 sebuah prestasi kembali ia sabet dengan memenangkan Coupe d'Espagne. Lalu pada September tahun itu juga ia juara kedua pada Tour de l'Ardèche. Tahun ini sebelum berangkat ke Tokyo dia menjuarai time trial Kejuaraan Balap Sepeda Jalan Raya di Ausrtria.

Tapi demikianlah, Anna tak pernah bergabung dalam sebuah klub profesional. Pekerjaan utamanya tetaplah seorang peneliti dan berkutat di dunia riset. Ia melakukan persiapan menuju Tokyo 2020 tanpa pelatih. Semua dilakukan sendiri. Dia mengurus semuanya mulai dari asupan nutrisi, mengatur karbohidrat, hingga memilih jenis gel dan perlengkapan lombanya. 

Dan itu menjadikan dia tak pernah dinilai sebagai pesaing kuat dalam lomba di jalanan Tokyo sepanjang 137 kilometer kemarin. Itu diakuinya. "Tak ada yang berharap bahwa saya akan memenangkan olimpiade," kata dia.

Tetapi lihatlah yang dia lakukan saat bertarung. Sejak start, ia sudah memisahkan diri rombongan besar. Ia bersama empat pesaing lainnya memimpin lomba, yakni, Omer Shapira, Anna Plichta, dan Van Vleuten. Anna lalu berhasil memisahkan diri pada 41 km terakhir saat mendaki Kagosaka Pass. Dari sana ia melaju sendirian menuju garis kejayaannya!

Ia menjatuhkan diri usai melewati garis akhir dan larut dalam emosi.  "Rasanya luar biasa. Saya tidak bisa mempercayainya," kata Kiesenhofer, seusai menerima medali seperti ditulis Tempo.co. Sebelum lomba dimulai Anna berusaha realistis. Ia bukan siapa-siapa dibanding atlet profesional yang lain. 

Kepada kanal Union Cycliste Internationale (UCI) di YouTube dia mengatakan dia bukanlah jenis pebalap yang sekedar mengayuh pedal secepatnya. Tapi dialah mastermind di balik semua kinerja balapnya. "Selama setengah tahur terakhir saya benar-benar fokus untuk hari ini. Saya telah mengorbankan segalanya untuk hari ini agar mendapat terbaik," kata dia.

Hasil terbaik itu, bahkan dalam mimpinya sekalipun, bukanlah sebuah medali emas. "Saya hanya ingin tampil kompetitif," kata dia. Tapi kini dialah sang pemenang di ajang paling prestisius sejagat itu.  

Sudah pasti, sekarang setiap klub profesional berharap Anna bergabung dengan mereka. Setiap klub itu akan sangat senang sekali jika bisa mendapat tanda-tangannya. 

Tapi apa kata Anna? "Saya akan tetap pada pekerjaan saya dan tetap mengayuh sepeda seperti sebelum ini".

 Wuush!

 

 

 

 

 

 

Bagikan Artikel Ini
img-content
Tulus Wijanarko

Editor Indonesiana

1 Pengikut

img-content

Menjejak Puncak Lawu Setelah 35 Tahun

Minggu, 6 Oktober 2024 08:19 WIB
img-content

Karena Kami Jijik Kepadamu

Kamis, 22 Agustus 2024 05:58 WIB

Baca Juga











Artikel Terpopuler