x

Sejumlah fotografer berjalan menaiki tangga untuk menuju ke Pusat Pendidikan Konservasi Alam Bodogol (PPKAB), Taman Nasional Gunung Gede Pangrango (TNGGP), Jawa Barat, 23 November 2015. TEMPO/Subekti

Iklan

Felisian Christie

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 7 September 2021

Sabtu, 18 September 2021 16:52 WIB

Kenapa Pengembangan Geothermal di Kawasan Gede-Pangrango Ditolak?

Walaupun tahapan pengembangan Geothermal Gede-Pangrango ini baru memasuki tahap sosialisasi dan kajian dari Balitbang Kementrian ESDM, tetapi masyarakat sudah mulai antusias untuk membahas dampak dari pengembangan Geothermal di kawasan TNGGP ini. Baik dampak positif maupun dampak negatif ramai dibahas.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

 

Seiring dengan dilaksanakannya FGD (Focus Group Discusion ) ke-2 yang dihadiri beberapa stekholder (pemerintah, akademisi, komunitas, media) muncul berbagai penolakan di kalangan masyarakat cianjur sekitar Gunung Gede-Pangrango.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Walaupun tahapan pengembangan geothermal di kawasan Taman Nasional Gede-Pangrango (TNGGP) ini baru memasuki tahap sosialisasi dan kajian dari Balitbang Kementrian ESDM, tetapi masyarakat sudah mulai antusias untuk membahas dampak dari pengembangan Geothermal di kawasan TNGGP ini. Mereka membahas dampak positif maupun negatif.

Walaupun tidak dipungkiri dampak positif dari upaya pemerintah dalam proses transisi energi berbasis fosil ke renewable energy sangatlah patut mendapat dukungan, akan tetapi perlu dipertimbangkan apakah pengembangan geothermal di dalam kawasan TNGGP harus dilakukan? Apakah pengembangan geothermal ini merupakan sumber enegi yang benar-benar bersih dan aman? Harus diingat area TNGGP merupakan kawasan konservasi dengan ekosistem yang masih asli sebagai penyangga kehidupan wilayah di sekitarnya.

Dan yang harus di ingat dengan potensi flora dan fauna yang cukup besar, TNGGP ditetapkan sebagai Cagar Biosfer Dunia oleh UNESCO pada tahun 1977. Dengan statusnya sebagai cagar biosfer dunia, kiranya sulit kita akan menerima pengembangan Geothermal di dalam kawasan.

Hal yang paling penting dan harus di ingat oleh kita, TNGGP selain didalamnya terdapat ekosistem penyangga kehidupan wilayah sekitarnya, juga merupakan pusat pendidikan, tempat pariwisata yang banyak di kunjungi dengan aktivitas sosial ekonomi masyarakat yang sangat besar. Potensi hidrologi yang sangat tinggi karena merupakan hulu dari 4 DAS besar (Cimandiri, Ciliwung, Cisadane, Citarum) yang dengan 60 sungainya merupakan bagian dari pemasok air bagi 4 PLTA yang ada ( Cimandiri, Cirata, Saguling, Jatiluhur ).

Lalu yang perlu dipertimbangkan, apakah dengan dikembangkannya geothermal di kawasan Gede-Pangrango akan tetap menjamin ketersediaan air, terutama untuk PLTA Cirata, PLTA Saguling, PLTA Jatiluhur? Hal ini perlu dikaji lebih lanjut, sebab di beberapa tempat potensi air permukaan berkurang telah terjadi karena pengaruh dari dampak terbukanya lahan hijau akibat pengembangan geothermal.

Mari kita pertimbangkan lebih matang tentang pengembangan geothermal di kawasan konservasi Gede Pangrango!

Ikuti tulisan menarik Felisian Christie lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler