Kisah Nangka Tok, Literat Itu Bukan Wangi di Luar, Busuk di Dalam

Selasa, 28 September 2021 16:38 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Filosofi nangka jadi spirit taman bacaan dan pegiat literasi. Tetap wangi aromanya dan enak buahnya. Jangan omongannya wangi tapi pikirannya busuk

Salah satu tanaman yang ada di Kebun Baca Lentera Pustaka adalah Nangka. Selain rindang pohonnya sehingga teduh saat membaca. Pohon nangka juga punya makna yang luar biasa. Karena nangka, "pohon yang tidak terlalu tinggi, tidak pula merasa rendah. Tidak ketinggian, tidak kerendahan”. Cukup pas. Nangka tok di taman bacaan.

Untuk kehidupan, pohon nangka memberi pesan. Jangan sampai salah bergaul, jangan ula salah pilih orang. Karena ada orang yang aroma omongannya wangi seperti nangka. Tapi busuk di dalamnya. Tapia ada pula nangka yang tampak luarnya busuk. Tapi buahnya enak dan bisa dinikmati. Jadi apa pun, jangan sampai salah pilih.

Memang, nangka bukan pohon langka. Bukan pula pohon dengan nilai ekonomis tinggi. Hanya pohon kebanyakan. Mudah ditanam asal ada lahannya. Tapi nangka, selalu memberi nasihat yang tidak lekang oleh waktu. Untuk reminder kehidupan siapa pun.

Pohon nangka, bila dirawat dengan baik. Maka rasa dan aromanya bisa dinikmati semua orang. Tapi sebaliknya, bila dibiarkan alias tidak dirawat. Maka yang didapat hanya aroma saja. Wang tapi tidak bisa dinikmati. Tidak akan ada rasa dan selera untuk memakannya. Karena busuk di dalamnya.

 

Seperti nangka, kehidupan pun begitu. 

Siapa pun, saat berada di pergaulan dan lingkungan dirawat pasti baik. Ada akhlak, ada etika, dan ada objektivitas. Tapi sebaliknya bila tidak dirawat, maka yang didapat hanyalah pergaulan dan lingkungan yang semu. Hanya pesona tampilan luarnya saja wangi. Tapi busuk di dalamnya. Karena tidak berlandaskan akhlak baik dan sangat subjektif. Apalagi ditambah bumbu merasa paling benar sendiri, sementara orang lain selalu salah. Wangi ceramahnya, busuk pikiran dan perilakunya.

 

Hebatnya pohon nangka. Selagi masih kecil bisa dibuat sayur asem. Saat muda bisa dibikin gudeg. Selagi tua dan matang, sungguh buahnya nikmat luar biasa. Selama tumbuh, dari kecil, muda, hingga tua. Pohon nangka selalu memberi manfaat, senantiasa bermanfaat untuk manusia sekitarnya.

 

Nangka tok di taman bacaan. Spirit pohon nangka itulah yang patut ada di taman bacaan, patut ditiru para pegiat literasi. Untuk selalu menebar manfaat bagi orang lain. Di mana pun berada. Karena hidup bukan hanya untuk diri sendiri. Bukankah sebaik-baik manusia di muka bumi adalah manusia yang paling bermanfaat bagi orang lain? 

 

Bila sudah ditanam, pohon nangka hanya tahu tetap tumbuh. Tanpa peduli sesulit apapun kondisinya. Selalu berjuang untuk berbuah. Agar bisa dinikmati orang yang menanamnya. Begitu pula taman bacaan. Saat sudah dimulai maka hanya tahu untuk membangun tradisi baca anak-anak. Selalu optimis untuk eksis. Berjuang untuk memberi manfaat kepada lingkungan sekitar.

 

Maka seperti pohon nangka. Taman bacaan pun harus berani bertindak untuk optimis ukan pesimis. Merawat pikiran yang positif, bukan negatif. Sehingga mampu menjauh dari keluh-kesa, apalagi perilaku akhlak yang busuk dan subjektif. Lalu gagal menerima realiatas. Seakan hidup isinya masalah lalu lupa bersyukur.  

 

Tapi sebaik apapun pohon nangka. Ada satu hal yang harus tetap hati-hati. Karena ada pepatah, "siapa yang makan nangka, siapa pula yang kena getahnya". Bahwa ada orang yang melakukan perbuatan jelek. Tapi menimpakan kesalahannya ke orang lain.

 

Nangka tok di taman bacaan. Ada pesan, kerjakan saja hal-hal yang baik. Karena tidak ada tempat untuk berpikir dan berceloteh yang tidak manfaat. Jangan ceramahnya baik. Tapi realitasnya omong kosong. Salam literasi. #TamanBacaan #PegiatLiterasi #TBMLenteraPustaka #KampungLiterasiSukaluyu

Bagikan Artikel Ini

Baca Juga











Artikel Terpopuler











Terpopuler di Peristiwa

img-content
img-content
Lihat semua