x

Iklan

sangpemikir

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 6 Oktober 2021

Kamis, 28 Oktober 2021 08:57 WIB

Matahari Kecil itu Bernama Yasser Muhammad Syaiful

Yasser Muhammad Syaiful terbilang masih muda. Usianya baru 27 tahun. Tapi yang dilakukannya untuk masyarakat sangat luar biasa dan relevan dengan hari ini. Dia mendirikan Komunitas Matahari Kecil, atau biasa disingkat Matcil.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Yasser Muhammad Syaiful terbilang masih muda. Usianya baru 27 tahun. Tapi yang dilakukannya untuk masyarakat sangat luar biasa dan relevan dengan hari ini. Dia mendirikan Komunitas Matahari Kecil, atau biasa disingkat Matcil.

Sekilas, namanya terdengar menggemaskan. Orang yang membacanya, mungkin akan berpikir bahwa  Matcil ialah salah satu sekolah TK. Itu pikiran keliru, tentu saja. Sebab Komunitas Matcil ternyata merupakan tempat berkumpulnya relawan bidang pendidikan, khususnya guru.

Menurut data statistik di lokadata, jumlah anak putus sekolah di tahun ajaran 2019-2020 mencapai  157,166 siswa. Itu angka yang meresahkan. Sebab sebanyak itu anak tak sekolah akan membuat kita bertanya-tanya, "Apa yang dilakukan mereka sehari-hari?"

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kita tak tahu pasti jawabannya. Tapi kita tahu pasti, bahwa beberapa dari mereka dapat kita temui di jalan-jalan kota ketika siang atau pun malam.

Beberapa dari anak-anak itu berdagang koran, yang lainnya mengamen di bus kota, ada pula yang mengemis. Sisanya, hanya mereka dan Tuhan yang tahu, tapi yang pasti tidak berada di sekolah. Artinya, mereka tak mengenyam pendidikan formal selayaknya anak-anak seumurannya. Sebab musababnya banyak hal, tapi bermuara pada tempat yang sama, yaitu persoalan ekonomi rumah tangga.

Ini tentu menyedihkan. Karena tanpa pendidikan formal, kemungkinan mereka tak dapat mengakses hal-hal terkaitan kecakapan atau skill. Maka, boleh dibilang anak-anak itu telah gagal di awal di hadapan persaingan kerja, dan kelak akan berakhir pada pekerjaan ala kadarnya, dengan upah seadanya. Artinya, kemiskinan orang tua mereka, akan menumbuhkan kemiskinan yang lain, dan kemiskinan yang lain berpotensi melahirkan kemiskinan yang lain lagi. Orang-orang menyebutnya, kemiskinan struktural, dan ini nyata adanya.

Maka, sudah semestinya masyarakat bersyukur memiliki orang semacam Yasser Muhammad Syaiful. Kendati bukan orang terkenal, tapi pergerakan Matahari Kecilnya sungguh mulia. Bersama para pemuda, yang kebanyakan ialah mahasiswa, mereka bersedia menyalurkan pendidikan tanpa digaji.

Dilansir dari Tribun Jabar, semua bermula ketika Yasser menjabat sebagai Ketua Karang Taruna di Komplek Gading Regency, Soekarno Hatta, Bandung, pada 2015. Seorang warga meminta kepadanya untuk membuat sekolah di masjid.

"Ada 14 anak yang kami ajar awalnya. Ditambah beberapa orang tua yang sudah pensiun," kata Yasser, kepada Tribun Jabar, saat ditemui di SMP Terbuka Firdaus, Bandung (23/1/2019).

Di lain cerita, aktivitas belajar mengajarnya pernah nyaris berhenti. Relawan yang tersisa hanya empat orang. Namun alih-alih berhenti, Yasser dan kawan-kawannya malah mencetuskan sebuah nama, yaitu Matahari Kecil, lalu menjalin kerja sama dengan SMP Terbuka Firdaus, dan SMP Negeri 8.

Seiring waktu, Matahari Kecil berniat untuk mengajar dengan kapasitas yang cukup; menambah 25 pengajar relawan yang berusia muda. Sebab menurut mereka, generasi muda memiliki stamiba yang baik dan energik. Maka, mereka pun membuka lowongan sebagai relawan, melalui Instagram dan Path dan meminta kawan-kawannya untuk menyebarkan lowongan tersebut.

Bukan main hasilnya, karena pendaftar mencapai  206 orang. Sebanyak itu anak muda, berniat untuk mengajar dengan cuma-cuma, tentu itu hal yang mengharukan. Menanggapi hal itu, Matahari Kecil berinisiatif membangun struktur organisasi yang mandiri, dan modern, dan melahirkan beberapa tim, yaitu sociopreneur, secretary, creative project, human resource, public relations, dan documentation.

Hingga 2019, relawan pengajar di kota bandung telah mencapai 1,100 orang. Sedangkan pada 2017, Yasser dan Matahari Kecilnya telah merambah ke Jakarta dengan melaksanakan kegiatan belajar mengajar di TK Warga Teladan, Kebon Kacang.

Dilansir dari Radar Bandung, ketika pandemi pun Matahari Kecil tetap berkontribusi terhadap pendidikan melalui program-program keren. Sebut saja, Samacil (Satu Jam Bersama Matcil); sebuah siaran langsung yang dapat disaksikan di media sosial Instagram @mataharikecil_id. Lalu Education Day, Career Day, dan lain-lain.

Tradisi pendidikan kita, secara turun temurun bergerak karena wali murid membayar, dan guru-guru menerima upah. Tapi Yasser dan kawan-kawannya terlahir secara lain. Mereka mengupayakan hal-hal yang mustahil diukur dengan material. Mereka bersusah payah tanpa upah. Dan barangkali Matahari Kecil tak hanya sebuah nama yayasan, tapi memang sebenar-benarnya benda yang menyinari anak-anak yang tak terurus, entah oleh keluarga, atau negara.

Ikuti tulisan menarik sangpemikir lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Elaborasi

Oleh: Taufan S. Chandranegara

3 hari lalu