Kajian Sosiologi Konflik Pada Pelaporan Pencemaran Nama Baik Pejabat Publik

Rabu, 24 November 2021 06:24 WIB
Bagikan Artikel Ini
img-content0
img-content
Iklan
img-content
Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

berbicara kepada kekuasaan tanpa rasa takut

Pengantar

Luhut Binsar Panjaitan (LBP) melaporkan dua warga negaras, Haris Azhar dan Fatia Maulidiyanti, dengan pasal pencemaran nama baik ke pihak Kepolisian. Pelaporan pencemaran nama baik itu, didasari pada rekaman video yang berisikan wawancara yang menuding keterlibatan LBP pada bisnis tambang di Papua. LBP saat melaporkan pencemaran nama baik itu adalah seorang Menteri Koordinator Bidang Kemaritiman dan Investasi, jabatan ini kemudian yang menimbulkan polemik di kalangan masyarakat.

Ketua Yayasan Lembaga Bantuan Hukum Indonesia (YLBHI) Asfinawati menyebutkan bahwa pelaporan LBP terhadap Koordinator KontraS Fatia Maulidiyanti dan Direktur Eksekutif Lokataru Haris Azhar bisa dilihat dari 2 dimensi, yakni siapa pelapor dan siapa terlapor.
Asfinawati menuturkan bahwa pihak yang melapor adalah pejabat publik, yakni Luhut sendiri. Menurutnya, pejabat publik terikat pada etika sebagai pejabat publik, kewajiban hukum dan harus bisa dikritik. Karena kalau tidak bisa dikritik maka tidak ada suara rakyat dalam berjalannya negara. Begitu suara rakyat tidak ada, maka tidak ada demokrasi. Asfinawati menuturkan, kritik dari Fatia terhadap Luhut bukan dalam cakupan individu, tetapi cakupan LBP sebagai pejabat publik (selengkapnya baca : https://www.gatra.com/detail/news/523595/hukum/ketua-ylbhi-beri-tanggapan-terkait-laporan-luhut-pandjaitan).

Dilain pihak, LBP menegaskan laporan ini dibuat sebab  tayangan wawancara tersebut sangat keterlaluan dan memberikan dampak pada nama baik keluarga. Adapun, laporan terdaftar dengan nomor STTLP/B/4702/IX/2021/SPKT/POLDA METRO JAYA, 22 September 2021 (selengkapnya baca : https://www.liputan6.com/news/read/4664671/alasan-luhut-binsar-panjaitan-polisikan-haris-azhar-dan-fatia-maulida)

Pencemaran Nama Baik Pejabat Publik Dalam Kajian Sosiologi Konflik

Menjadi sangat menarik untuk mengkaji laporan pencemaran nama baik yang dilakukan seorang pejabat publik terhadap seorang atau beberapa orang warga negara, dalam berbagai disiplin ilmu. Salah satu disiplin ilmu yang dapat dipakai untuk menganalisis persoalan ini adalah sosiologi konflik. Sebelumnya akan diuraikan apa yang dimaksud dengan pejabat publik dan sosiologi konflik dalam tulisan ini.

Utrecth menyatakan Jabatan ialah suatu lingkungan pekerjaan tetap yang diadakan dan dilakukan guna kepentingan negara (kepentingan umum) [1]. Pejabat adalah pegawai pemerintah yang memegang jabatan tertentu [2]. Menurut Herbert Blumer, sekelompok orang yang dihadapkan pada suatu permasalahan dengan berbagai pendapat mengenai cara pemecahan persoalan tersebut, serta terlibat dalam diskusi mengenai persoalan itu merupakan publik [3]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa pejabat publik adalah seorang pegawai pemerintah yang memegang jabatan dilingkungan pekerjaan tetap untuk kepentingan umum.

Sosiologi adalah ilmu yang memusatkan perhatian pada segi-segi kemasyarakatan yang bersifat umum dan berusaha untuk mendapatkan pola-pola umum kehidupan masyarakat [4].  Konflik merupakan salah satu bentuk interaksi sosial. Bentuk interaksi sosial dapat berupa kerjasama (cooperation), persaingan (competition) dan pertentangan (conflict) [5]. Dengan demikian dapat disimpulkan bahwa  sosiologi konflik adalah hubungan masyarakat yang memiliki interaksi sosial berupa kerjasama, persaingan dan pertentangan.

Mengapa kajian  sosiologi fonflik  dibutuhkan?.  Pertama, sosiologi konflik memberi perspektif analisis terhadap berbagai fenomena komprehensif mengenai dimensi konflik sehingga bisa diketahui skala, latar belakang, dan arah perkembangan konflik dalam masyarakat. Kedua, hasil kajian analisis sosiologi konflik dapat dimanfaatkan untuk memberi kejelasan bentuk penanganan seperti tata kelola konflik, pendidikan perdamaian, dan pembangunan perdamaian. Penanganan konflik dalam kajian kontemporer ditujukan untuk mereduksi tingkat kekerasan dan mentransformasi konflik yang destruktif menjadi konflik yang konstruktif [6].

Dalam kajian sosiologi konflik terhadap laporan pencemaran nama baik pejabat publik harus dilihat dari ketiga unsur interaksi sosial yaitu, kerjasama, persaingan dan pertentangan.

Pertama unsur kerjasama, strategisnya peran pejabat publik diiringi tanggung jawab yang tidak sederhana. Oleh karena itu, setidaknya terdapat 3 (tiga) tugas pertama yang harus dilakukan pejabat publik [7] : 

  1. membantu masyarakat untuk memahami hak dan tanggung jawabnya. Bukan tanpa alasan hal ini dilakukan. Semakin cair hubungan masyarakat dengan pejabat publik. Maka, semakin pola komunikasi yang terbentuk juga semakin baik. Publik menjadi leluasa untuk menyampaikan persoalan yang dihadapi. Pejabat publik mengetahui akar persoalan. Hingga akhirnya, muncul kesadaran untuk memahami hak dan kewajiban satu sama lain.
  2. membangun iklim pelayanan publik yang sehat. Budaya melayani memang bukan hal yang baru. Pembangunan Zona Integritas dan Wilayah Birokrasi Bersih dan Melayani sebagaimana Permenpan RB Nomor 10 Tahun 2019 telah menjadi kewajiban bagi penyelenggara. Namun, budaya melayani tersebut hanya akan berhenti pada dokumen adimistratif apabila, tidak dilakukan dengan kesadaran penuh.
  3. terbuka dalam menyampaikan kondisi yang dihadapi internal. Sebagai bagian dari demokrasi, persoalan internal yang dihadapi penyelenggara adalah informasi yang ingin diketahui publik.

Dengan demikian, berdasarkan unsur pertama ini, maka laporan pencemaran nama baik pejabat publik dalam kajian sosiologi konflik tidak seharusnya terjadi jika terbentuk pola komunikasi yang baik antara pejabat publik dengan masyarakat, terbangunnya iklim pelayanan publik yang sehat, serta adanya keterbukaan.

Kedua unsur persaingan, menurut kamus besar Bahasa Indonesia persaingan adalah usaha untuk memperlihatkan keunggulan [8]. Dengan defenisi ini seorang pejabat publik dan warga negara tidak dalam pola untuk memperlihatkan keunggulan satu sama lain, melainkan mencari suatu kebenaran yang sebenar-benarnya. Satu dan lainnya bukan lah merupakan pesaing.

Ketiga unsur pertentangan, perselisihan mengenai nilai-nilai atau tuntutan-tuntutan berkenaan dengan status, kuasa, dan sumber-sumber kekayaan yang persediaannya terbatas. Pihak-pihak yang sedang berselisih tidak hanya bermaksud untuk memperoleh sumber-sumber yang diinginkan, tetapi juga memojokkan, merugikan atau menghancurkan lawan mereka [9]. Dalam hubugan pejabat publik dan warga negara maka maksud untuk memojokkan, merugikan dan menghancurkan lawan mereka tidak boleh pernah ada. Konflik adalah gejala sosial yang pasti akan hadir dalam setiap kehidupan karena konflik bersifat inheren. Artinya, konflik akan senantiasa ada di mana saja, kapan saja, dan dalam setiap ruang dan waktu [10].

Penutup

Dalam pandangan hubungan manusia konflik diangap sesuatu yang wajar terjadi, sesuatu yang tidak dapat dihindari karena adanya perbedaan pandangan. Konflik harus didorong untuk terus muncul sehinga akan ada dinamika. Konflik yang muncul perlu dipetakan, di cari akar konfliknya, dan berupaya untuk mencari solusi melalui pola/skema yang berkesinambungan.

Bahan Bacaan

[1] Utrecth,E. (1957). Pengantar Hukum Tata Usaha Negara. NV. Bali Buku Indonesia, Jakarta.

[2] Poerwasoenata,WJS. (2003). Kamus Bahasa Indonesia Edisi Ketiga. Balai Pustaka. Jakarta.

[3] Herbert Blumer. (1967). Social Movements. Barnes & Noble, Inc., New York.

[4] Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Rajawali Press, Jakarta.

[5] Soemarjan, Soelo dan Soeleman Soemardi. (1974). Setangkai Bunga Sosiologi, Yayasan Badan Penerbit Fakultas Ekonomi Universitas Indonesia, Jakarta.

[6] Novri Susan. (2010), Pengantar Sosiologi Konflik. Kencana. Jakarta.

[7] Bellinda W. Dewanty. (2021).  Dalam https://ombudsman.go.id/artikel/r/artikel--tiga-tugas-pertama-pejabat-publik-setelah-dilantik.

[8] https://kbbi.web.id/saing

[9] Damsar. (2021).  Pengantar Sosiologi Konflik,Fajar Interpratama Offset, Jakarta.

[10] Soekanto, Soerjono. (2007). Sosiologi Suatu Pengantar. Jakarta: Rajawali Press.

Bagikan Artikel Ini
img-content
Taufik Hidayat _

Penulis Indonesiana

0 Pengikut

Baca Juga











Artikel Terpopuler