x

Sejumlah wartawan berunjukrasa menolak tindak kriminalisasi terhadap wartawan di Makassar, Selasa (3/2). Foto: ANTARA/Yusran Uccang

Iklan

Andreas Eko Soponyono

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 28 November 2021

Senin, 29 November 2021 05:45 WIB

Media Massa Harus Diikat dengan Hukum dan Etika

Hukum dan etika harus mengikat media massa untuk memberikan standarisasi serta menjadi koridor akan isi pesan ...

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

I. PENDAHULUAN

Latar Belakang

Media massa di era teknologi digital dituntut untuk dapat memberikan informasi yang cepat dan dapat menarik perhatian publik. Tidak heran bahwa setiap informasi yang baru terjadi mudah dan cepat tersebar di seluruh pelosok dalam maupun luar negeri yang terhubung internet. Kecepatan informasi tersebar ini tentunya memiliki sisi positif sekaligus negatif tergantung dari persfektif, isi pesan dan penggunaannya. Apabila informasi yang disampaikan bernilai benar dan menginspirasi maka akan memberikan efek yang positif, namun apabila ada sisi provokatif atau belum tentu kebenarannya perlu menjadi waspada oleh khalayak.

Tidak hanya itu, kecepatan isi pesan ini pun terus bertambah setiap waktunya, seperti jalur transportasi yang terus mengalir. Adanya si pembuat pesan, mengindikasi banyak ide dan konsep yang dimasukkan dalam isi pesan tersebut, termasuk dalam tatanan isinya. Oleh sebab itu, perlu adanya etika dan hukum yang mengikat media massa tersebut, baik si pembuatnya maupun yang berkaitan dengan penyebaran informasi di media massa tersebut.

Hukum dan etika media komunikasi merupakan peraturan perilaku formal yang dipaksakan oleh otoritas berdaulat, seperti pemerintah kepada rakyat atau warga negaranya (Fabriar, 2014). Dalam ranah media massa, ada beberapa regulasi yang mengatur penyelenggaraan dan pemanfaatan media massa. Selain undang-undang dan peraturan-peraturan lain yang dibuat oleh lembaga legislatif ataupun pemerintah tersebut, perlu adanya pedoman berperilaku lain yang tidak memberi sanksi fisik, baik berupa penjara atau denda, namun lebih pada sanksi moral untuk mengatur manusia dalam berinteraksi dengan media yang memiliki aspek yang kompleks berupa etika (Wilensky, 2005 dalam Fabriar, 2014).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Oleh sebab itu, penulis ingin menganalisis sebagian terpaan media massa, khususnya dengan judul “Media Massa Harus Diikat dengan Hukum dan Etika”.

 

Rumusan Masalah

Berdasarkan latar belakang tersebut, penulis menuliskan beberapa rumusan masalah dalam makalah ini, yaitu:

  • Mengapa media massa harus diikat dengan hukum dan etika?
  • Bagaimana contoh dengan menggunakan analisa berkaitan dengan media massa harus diikat dengan hukum dan etika?

 

Tujuan Penulisan

Berdasarkan rumusan masalah tersebut, penulis menetapkan tujuan penulisan makalah sebagai berikut:

  • Mengetahui alasan media massa harus diikat dengan hukum dan etika.
  • Mengetahui contoh studi kasus berkaitan dengan media massa yang harus diikat dengan hukum dan etika.

 

II. LANDASAN TEORI

Media Massa

Media Massa (mass-media) adalah channel, medium, saluran, sarana, atau alat yang dipergunakan dalam proses komunikasi massa (Fabriar, 2014). Hal ini senada dengan pernyataan bahwa media massa diartikan sebagai media komunikasi dan informasi yang melakukan penyebaran informasi secara masal dan dapat diakses oleh masyarakat banyak, ditinjau dari segi makna, media massa merupakan alat atau sarana untuk menyebarluaskan isi berita, opini, komentar, hiburan, dan lain sebagainya (Habibie, 2018).

Isi media massa digolongkan ke dalam tiga kelompok besar, yaitu:

  • Berita (news). Berita adalah informasi aktual tentang fakta-fakta dan opini yang menarik perhatian orang (Kusumaningrat & Kusumaningrat, 2019, hal. 40). Definisi mengenai berita juga dapat dikatakan bukanlah cerminan dari kondisi sosial, tetapi pelaporan dari aspek yang menonjol(McQuail, 2011, hal. 121). Kelompok berita meliputi antara lain: berita langsung (straight news), berita menyeluruh (comprehensive/depth news), berita mendalam (depth news), pelaporan mendalam (depth reporting), berita penyelidikan (investigative news), berita khas bercerita (feature news), dan berita gambar (photo news). Contoh dari berita: program Kabar Petang di media massa TV One, program Liputan 6 Siang di media massa SCTV, dsb.
  • Opini (views). Opini merupakan sebuah pernyataan preferensi atau adanya kecenderungan terhadap satu pihak argument atau pilihan yang ada(McQuail, 2011, hal. 279). Kelompok opini, meliputi tajuk rencana, karikatur, pojok, artikel, kolom, esai dan surat pembaca. Dalam surat kabar, biasanya opini mendapat halaman tersendiri dan tidak tergabung dengan berita dengan tujuan agar tidak keliru dalam menafsirkan isinya. Contohnya: adanya kolom opini dan tajuk rencana di surat kabar Kompas, dsb.
  • Iklan (advertising). Iklan merupakan suatu isi di media massa yang memuat akan informasi suatu barang atau jasa yang ditawarkan dalam rangka mempersuasif penonton untuk membeli atau menggunakannya. Saat ini, iklan di media massa sangat berkembang begitu besar. Bahkan, sebagian besar menjadikan iklan sebagai teknik marketing sekaligus menguntungkan media mass aitu sendiri. Contoh dari iklan sangat banyak, misalnya; iklan akan shampo Pantene yang banyak dimuat di media massa TV seperti Indosiar, SCTV, dsb bahkan iklan ini juga terdapat di surat kabar.

Komunikasi massa diartikan sebagai jenis komunikasi yang ditujukan kepada sejumlah khalayak yang tersebar, heterogen, dan anonym melalui media massa cetak atau elektronik sehingga pesan yang sama dapat diterima secara serentak dan sesaat (Ardianto, Komala, & Karlinah, 2017, hal. 6). Komunikasi massa merupakan produksi dan distribusi yang berlandaskan teknologi dan lembaga dari arus pesan yang kontinyu serta paling luas dimiliki orang dalam masyarakat industri (Rakhmat, 2011, hal. 186). Dalam komunikasi massa, baik komunikator maupun komunikan tidak bisa mengatur jalannya pembicaraan, baik ketika menyampaikan maupun menerima pesan. Beberapa karakteristik komunikasi massa, yaitu:

  • Komunikator terlembaga. Karakteristik komunikasi massa ini merupakan salah satu karakteristik melihat dari sisi komunikatornya atau penyampai pesan/informasi. Kita tahu juga bahwa komunikasi massa menggunakan media massa, baik berupa media massa cetak seperti koran, majalah dan sebagainya, maupun media massa elektronik seperti televisi, radio, dan sebagainya. Media massa pun berada dalam suatu lembaga atau organisasi tertentu, sehingga komunikatornya pun berada dalam lingkup dari lembaga tersebut(Ardianto, Komala, & Karlinah, 2017). Disinilah perlu dipahami bahwa komunikator tersebut terikat dengan lembaga tersebut, artinya bahwa komunikator tersebut menyusun pesan dalam bentuk artikel menurut keinginannya atau atas permintaan dari lembaga media tersebut. Proses untuk mempublikasikan artikel tersebut pun melalui proses yang berlaku di lembaga tersebut sesuai dengan alur editing dan publikasi yang telah ditetapkan.
  • Komunikan bersifat anonim. Komunikasi massa menggunakan media massa baik berupa media massa cetak maupun media massa elektronik. Pesan yang disampaikan melalui media massa tersebut dinikmati atau dibaca atau ditonton oleh khalayak, di mana khalayak di sini bukan sekadar pada seseorang semata, namun siapa saja dapat menerima pesan tersebut. Hal ini menunjukkan bahwa komunikan sebagai si penerima pesan, tidak diketahui identitasnya oleh si komunikator seperti komunikasi yang terjadi antarpersonal. Komunikasi massa tidak dapat membatasi siapa yang menjadi komunikannya secara personal, namun mungkin ada yang membatasi sebatas usia. Namun, meskipun dibatasi oleh usia, kembali lagi bahwa komunikannya tidak dapat dikenali secara personal seperti nama, alamat rumahnya atau pendidikannya. Menurut KBBI, anonim memiliki arti “tanpa nama; tidak beridentitas”. Dari sinilah dapat dikatakan bahwa komunikan pada komunikasi massa bersifat anonim, sedangkan komunikatornya tidak anonim.
  • Komunikan bersifat heterogen. Media massa berbentuk cetak maupun elektronik merupakan media yang digunakan dalam komunikasi massa. Media massa seperti koran, majalah, televisi dan radio dibaca atau ditonton oleh masyarakat luas atau sering disebut khalayak. Sehingga, khalayak tersebut adalah komunikan atau penerima pesan dari media massa yang dinikmatinya. Hal ini menunjukkan bahwa komunikator menyampaikan pesan dalam komunikasi massa kepada komunikan yang memiliki tingkat jenjang pendidikan yang berbeda, suku, agama dan tingkat ekonomi yang berbeda pula. Keberagaman dari komunikan inilah yang membuktikan bahwa komunikan bersifat heterogen.
  • Komunikasi massa bersifat satu arah. Berdasarkan penjelasan sebelumnya, bahwa komunikasi massa melalui media massa dan dinikmati oleh khalayak yang beragam, namun tidak terjadi interaksi saling bertukar pesan dari komunikator ke komunikan, dan sebaliknya. Komunikan tidak dapat menanggapi pesan yang disampaikan oleh media massa tersebut secara langsung kepada komunikatornya, kemudian mendapat feedback Selain itu, komunikator hanya dapat menyampaikan pesannya melalui media massa untuk komunikasi massa yang terjadi, sehingga alur komunikasi hanya dari komunikator ke komunikan saja.

 

Etika Media Massa

Menurut Fabriar (2014), etika merupakan suatu perilaku yang mencerminkan itikad baik untuk melakukan suatu tugas dengan kesadaran, kebebasan yang dilandasi kemampuan. Dalam konteks komunikasi, maka etika yang berlaku harus sesuai dengan norma-norma setempat. Pertimbangan etis bukan hanya di antara baik dan buruk, juga harus merujuk kepada patokan nilai, standar benar dan salah. Setiap profesi memiliki kode etik, yaitu norma yang berasal dari suatu komunitas professional sebagai acuan nilai bagi pelaku profesi. Etika berfungsi umumnya untuk melindungi kepentingan manusia, sehingga pelaksanaan jurnalistik wartawan dapat berlangsung dan dirasakan oleh manusia bahwa pemberitaan tersebut berfungsi dan berkenan bagi rasa tenteram dan damai (Dahlan, 2011).

Menurut Komala (2009), media mempunyai tanggung jawab terhadap para khalayak yang mengkonsumsinya yang disebut sebagai etika media massa yaitu:

  • Media harus menyajikan pemberitaan yang benar, komprehensif dan cerdas. Media dituntut untuk sel(Dahlan, 2011)alu akurat dan tidak berbohong. Fakta harus disajikan sebagai fakta, dan pendapat harus dikemukakan sebagai pendapat. Kriteria kebenaran juga dibedakan menurut ukuran masyarakat: masyarakat sederhana dan masyarakat modern.
  • Media harus berperan sebagai forum pertukaran pendapat, komentar dan kritik. Karenanya, media tak hanya berfungsi sebagai sumber informasi melainkan juga forum penyelesaian masalah.
  • Media harus menyajikan gambaran khas dari setiap kelompok masyarakat. Syarat ini menuntut media untuk memahami karakteristik dan juga kondisi semua kelompok di masyarakat tanpa terjebak pada stereotipe. Tujuannya adalah untuk menghindari terjadinya konflik sosial di masyarakat terkait dengan isi berita yang disajikan.
  • Media harus selalu menyajikan dan menjelaskan tujuan dan nilai-nilai masyarakat. Ini tidak berarti media harus mendramatisir pemberitaannya, melainkan berusaha mengaitkan suatu peristiwa dengan hakikat makna keberadaan masyarakat dalam halhal yang harus diraih. Hal ini karena media merupakan instrumen pendidik masyarakat sehingga media harus memikul tanggung jawab pendidik dalam memaparkan segala sesuatu dengan mengaitkannya ke tujuan dasar masyarakat.
  • Media harus membuka akses ke berbagai sumber informasi. Masyarakat industri modern membutuhkan jauh lebih banyak ketimbang di masa sebelumnya. Alasan yang dikemukakan adalah dengan tersebarnya informasi akan memudahkan pemerintah menjalankan tugasnnya. Dengan informasi, sebenarnya media membantu pemerintah menyelesaikan berbagai persoalan yang terjadi dalam masyarakat.

 

Hukum Media Massa

Hukum Media Massa merupakan peraturan tertulis yang berkaitan dengan keberadaan media massa. Melalui keberadaan hukum media massa akan mengatur baik kalangan media massa maupun pihak-pihak yang terkait (Antoni & Kusumastuti, 2007).

Menurut Habibie (2018), secara historis, Reformasi 1998 merupakan titik balik dan dianggap sebagai landasan utama dalam upaya memastikan hak-hak warga negara atas media. Setelah itu, muncul amandemen UUD 1945 dan UU Hak Asasi Manusia No. 39/1999 yang menjamin hak atas informasi dan media bagi warga. Dua kebijakan pasca-reformasi tersebut menjadi kerangka hukum dan peraturan media, yaitu UU Pers No. 40/1999 dan UU Penyiaran No. 32/2002. Secara normatif, kedua peraturan tersebut telah berada di jalur yang benar, yakni menjamin prasyarat dasar bagi warga negara untuk menjalankan kebebasan berekspresi dan berpendapat. Meski begitu, implementasinya punya kisah berbeda.

Peraturan tertulis yang berkaitan dengan media massa seperti UU Pers, UU Penyiaran, Kode Etik Humas, Kode Etik Periklanan, UU Perfilman, UU Hak Cipta. Tentu saja berkaitan dengan media baru terdapat juga UU yang berkaitan dengan media cyber (Antoni & Kusumastuti, 2007).

 

III. PEMBAHASAN

Media massa memiliki peran tertentu dalam eksistensinya di dunia komunikasi. Menurut McQuail (2011), ada enam perspektif dalam hal melihat peran media, antara lain:

  • Melihat media massa sebagai window on event and experience. Media dipandang sebagai jendela yang memungkinkan khalayak melihat apa yang sedang terjadi di luar sana atau media merupakan sarana belajar untuk mengetahui berbagai peristiwa.
  • Media juga sering dianggap sebagai a mirror of event in society and the world, implying a faithful reflection. Cermin berbagai peristiwa yang ada di masyarakat dan dunia, yang merefleksikan apa adanya. Karenanya para pengelola media sering merasa tidak “bersalah” jika isi media penuh dengan kekerasan, konflik, pornografi dan berbagai keburukan lain, karena memang menurut mereka faktanya demikian, media hanya sebagai refleksi fakta, terlepas dari suka atau tidak suka. Padahal sesungguhnya, angle, arah dan framing dari isi yang dianggap sebagai cermin.
  • Memandang media massa sebagai filter atau gatekeeper yang menyeleksi berbagai hal untuk diberi perhatian atau tidak. Media senantiasa memilih isu, informasi atau bentuk yang lain berdasar standar para pengelolanya. Khalayak “dipilihkan” oleh media tentang apa-apa yang layak diketahui dan perlu perhatikan.
  • Media massa dipandang juga sebagai guide, penunjuk jalan atau interpreter, yang menerjemahkan dan menunjukkan arah atas berbagai ketidakpastian, atau alternatif yang beragam.
  • Melihat media massa sebagai forum untuk mempresentasikan berbagai informasi dan ide-ide kepada khalayak, sehingga memungkinkan terjadinya tanggapan dan umpan balik.
  • Media massa sebagai interlocutor, yang tidak hanya sekadar tempat berlalu lalangnya informasi, tetapi juga partner komunikasi yang memungkinkan terjadinya komunikasi interaktif.

Ruben dan Steward (2006) dalam Habibie (2018) menjelaskan bahwa karakter komunikasi publik dan komunikasi massa sebagai berikut. 1. Memiliki audiens. 2. Bukan bersifat pribadi (impersonal). 3. Direncanakan, dapat diprediksi dan bersifat formal. 4. Kontrol dilakukan oleh pembicara atau komunikator. Pembicara di sini punya kemampuan untuk menciptakan informasi apa yang akan disampaikan. 5. Berpusat pada pembicara atau komunikator. Di sini pembicara mempunyai akses untuk berbicara kepada semua audiens, namun audiens tak punya akses yang sama baik kepada pembicara maupun akses kepada sesama audiens. 6. Umpan balik (feedback) yang terbatas.

Media massa merupakan sarana penyampaian informasi secara serentak dan dapat diakses masyarakat secara luas. Sebagai sarana pemenuhan hak masyarakat atas informasi, media massa harus memiliki aturan sebagai standarisasi dan komitmen sesuai dengan nilai dan norma yang berlaku (Fabriar, 2014). Media massa memiliki banyak pengaruh di dalam kehidupan saat ini. Khalayak sangat berhubungan dan bergantung terhadap media yang dikonsumsi orang banyak. Banyak hal yang diangkat dan dikemas sedemikian rupa oleh media untuk menciptakan hal-hal baru. Dengan demikian, etika menjadi satu hal penting untuk menjaga media massa dan para pelaku media berada dalam jalur yang benar dan semestinya. Berdasarkan pemaparan di atas, dapat disimpulkan bahwa etika dan hukum harus mengikat media massa dan yang berkaitan dengannya.

Beberapa kasus pelanggaran etika dan hukum yang dapat ditemui di media massa adalah sebagai berikut:

  • Tayangan reality show "Katakan Putus" di stasiun televisi "Trans TV", acara ini juga menampilka problem-problem yang mengumbar - umbar aib yang penuh dengan drama lika - liku percintaan yang begitu rumit dan sulit untuk di tonton, terutama untuk anak dibawah umur. Misalnya seperti dalam tayangan "Katakan Putus" pada tanggal 28 Januari 2019 dimana dalam tayangan tersebut ada beberapa adegan kekerasan yang di pertontonkan kepada para penonton. (Sumber: Putra, 2019, Kompasiana)
  • Iklan Mie Sedaap mengajarkan anak kecil untuk berbohong kepada orang lain dengan alasan yang sangat tidak masuk akal. Si anak bersandiwara dengan meraung-raung seolah-olah ia sedang menangisi ayahnya yang sudah tiada. Parahnya lagi, perbuatan itu dilakukan anak demi kepentingan orang tuanya dalam hal ini sang ayah yang pemalas karena tidak mau ikut kerja bakti. Tentu saja, perbuatan ayah dan anak dalam iklan itu telah melanggar susila dan norma-norma yang berlaku di masyarakat. Merespon penayangan iklan Mie Sedaap yang disiarkan pada tahun 2010, KPI (Komisi Penyiaran Indonesia) mendesak semua stasiun televisi untuk tidak menayangan iklan yang sangat tidak mendidik tersebut. Iklan Mie Sedaap versi Papa Hidup Lagi telah melanggar Pasal 49 ayat (1) Standar Program Siaran (SPS) KPI yang menyatakan soal kewajiban berpedoman pada Etika Pariwara Indonesia (EPI). Dalam EPI Bab III, A. 3.1.2 menyebutkan bahwa “iklan tidak boleh memperlihatkan anak-anak dalam adegan-adegan yang menyesatkan atau tidak pantas dilakukan oleh mereka”. (Sumber: Purwanti, 2018, hukamnas.com)
  • Pada stasiun tvOne, KPI menemukan pelanggaran pada penyiaran breaking news yang menampilkan visualisasi mayat korban maupun terduga pelaku tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah. Gambar tersebut ditayangkan tanpa adanya penyamaran (blur), sehingga terlihat secara jelas. Selain itu, pada program ini pula ditampilkan informasi yang tidak akurat tentang 'Ledakan Terjadi di Slipi, Kuningan, dan Cikini'. KPI pada program jurnalistik 'Patroli' yang disiarkan stasiun televisi Indosiar pada pukul 11.05 WIB. KPI mendapati adanya tampilan potongan gambar yang memperlihatkan visualisasi mayat yang tergeletak di dekat Pos Polisi Sarinah tanpa disamarkan (blur). KPI menilai penayangan tersebut tidak layak dan tidak sesuai dengan etika jurnalistik, serta mengakibatkan ketidaknyamanan terhadap masyarakat yang menyaksikan program tersebut. Visualisasi mayat korban ledakan juga ditemukan pada program breaking news di iNews TV. (Sumber: https://www.merdeka.com/peristiwa/langgar-kode-etik-indosiar-inews-tvone-elshinta-dijatuhi-sanksi.html)
  • KPI menghentikan semantara program infotainment ini selama dua hari pada tanggal 28 Maret 2017 dan 7 April 2017. Hukuman itu diberikan lantaran tayangan Selebrita Pagi pada 28 Februari 2017 pukul 07.30 WIB menyiarkan liputan Chef Aiko yang memiliki kemampuan melihat hal gaib sedang mengunjungi Setu Mangga Bolong dan menyampaikan perihal keberadaan siluman ular. KPI mengategorikan pelanggaran itu sebagai perlindungan terhadap anak, pembatasan program siaran bermuatan mistik, horor, dan supranatural, serta penggolongan program siaran. (Sumber: https://www.cnnindonesia.com/hiburan/20170922190044-220-243431/5-program-televisi-bandel-yang-pernah-disetop-kpi)
  • Dalam program acara “Rumpi No Secret” Trans TV pada Juli 2019, KPI mendapati tayangan yang sangat pribadi dan adanya gerakan sensual. Permasalahan ruang privat seharusnya tidak masuk dalam ranah penyiaran yang lebih diperuntukan bagi kepentingan publik. Berdasarkan aturan SPS Pasal 8 huruf h, lembaga penyiaran yang memuat adegan seksual dilarang mengeksploitasi dan/atau menampilkan bagian-bagian tubuh tertentu seperti: paha, bokong, payudara, secara close up dan/atau medium shot. (Sumber: http://www.kpi.go.id/index.php/id/umum/38-dalam-negeri/35300-14-program-siaran-disanksi-kpi)

Berdasarkan beberapa kasus pelanggaran tersebut, sangat jelas bahwa hukum dan etika harus mengikat media massa, agar isi informasi yang disampaikan sesuai koridor yang tepat dan tersampaikan kepada audience yang tepat juga. Hal ini dapat dikatakan bahwa etika dan hukum menjadi tatanan yang dapat memfilter konten dan memiliki dasar yang jelas.

 

IV. PENUTUP

Berdasarkan pembahasan yang sudah dituliskan, penulis dapat menyimpulkan sebagai berikut:

  • Hukum dan etika harus mengikat media massa untuk memberikan standarisasi serta menjadi koridor akan isi pesan, media dalam bentuk lembaga sekaligus efek terpaan media massa.
  • Beberapa contoh pelanggaran yang terjadi menjadi bukti nyata bahwa hukum dan etika harus mengikat media massa sebagai filter sekaligus mengembalikan fungsi media massa dalam memberikan informasi, hiburan bahkan tayangan ke khalayak umum sebagai penikmat konten.

 

DAFTAR PUSTAKA

Antoni, & Kusumastuti, F. (2007). Hukum Media Massa. Tangerang Selatan: Universitas Terbuka.

Ardianto, E., Komala, L., & Karlinah, S. (2017). Komunikasi Massa: Suatu Pengantar (Revisi ed.). Bandung: Simbiosa Rekatama Media.

Dahlan, A. C. (2011). Hukum, Profesi Jurnalistik dan Etika Media Massa. Jurnal Hukum Faculty of Law, Unissula.

Fabriar, S. R. (2014). Etika Media Massa Era Global. Jurnal Komunikasi Islam Fakultas Dakwah dan Komunikasi Universitas Islam Nahdlatul Ulama (UNISNU) Jepara, 6(1).

Habibie, D. K. (2018). Dwi Fungsi Media Massa. Interaksi: Jurnal Ilmu Komunikasi, 79 – 86.

Komala, L. (2009). Ilmu Komunikasi: Perspektif, Proses, dan Konteks. Bandung: Widya Padjadjaran.

Kusumaningrat, H., & Kusumaningrat, P. (2019). Jurnalistik: Teori dan Praktik. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

McQuail, D. (2011). Teori Komunikasi Massa - Buku 2 (6 ed.). (P. I. Izzati, Penerj.) Jakarta: Salemba Humanika.

 Rakhmat, J. (2011). Psikologi Komunikasi. Bandung: PT Remaja Rosdakarya.

 

Informasi Penulis

Andreas Eko Soponyono | Mahasiswa PJJ Komunikasi

Universitas Siber Asia

 

 

 

Ikuti tulisan menarik Andreas Eko Soponyono lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terkini

Terpopuler