x

Ilustrasi wajah wanita

Iklan

Rosa Linda

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 November 2021

Selasa, 30 November 2021 22:30 WIB

Ada Apa dengan Sari

Arjun. Sangat bingung dengan perubahan sikap adiknya yang ceria dan periang. Sering berteriak tiba-tiba seperti ada yang mengganggunya. Akankah Arjun menemukan jawaban apa yang terjadi dengan adiknya, Sari?

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Ada Apa dengan Sari

 

oleh : Rosa Linda

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

 

Tatapan matanya kosong. Sari, duduk bersila di dekat pintu garasi. Sari, mulai memainkan mulutnya. Kepulan asap mulai keluar dari mulutnya yang mungil. Sesekali, terdengar Sari berbicara, seolah di depannya ada lawan bicara.

 

"Nah, kau tengok itu. Sari mulai berbicara sendiri. Emak sudah bilang, bawa adikmu berobat," ucap Emak, melihat tingkah Sari.

 

"Tapi, Mak, badan Sari sehat. Mungkin, dia lagi melepas beban saja di kepalanya." Jawab kakak Sari, Arjun.

 

"Dia seperti tak normal, Jun. Emak takut, adikmu berubah menjadi gila," rasa khawatir Emak Sari terlihat jelas diwajahnya.

 

Emak dan kakak Sari berbicara sangat pelan. Sari, mulai menunjukkan gelagat aneh sekitar dua minggu yang lalu. Berbicara sendiri, terkadang ketakutan melihat orang yang datang ke rumah. Sari seperti orang normal. Ditanya, akan dijawab dengan benar. Diajak ngobrol pun masih bisa. Sari, sering melamun di garasi.

 

Sari bukanlah wanita cengeng. Sari, wanita kuat, tak pernah patah semangat. Jika dia tidak terlalu lelah, setiap pulang kerja, Sari selalu membantu kakaknya berjualan nasi goreng. Sampai akhirnya, lebih tepatnya dua minggu yang lalu, Sari berubah menjadi pemurung, bahkan terlihat aut-autan. 

 

Dulu, cita-cita Sari, menjadi seorang akuntan. Untuk itulah, Arjun berjuang keras menyekolahkan Sari sampai S1. Masih teringat, ketika Sari mendapat panggilan kerja dan diterima.

 

"Kakak, nanti ga usah jualan lagi dipinggir jalan. Kalau Sari karirnya menanjak. Kakak, Sari buatin restoran. Biar kakak ga khawatir hujan sama preman."

 

Kini, gadis yang ceria itu, tak lagi ceria. Hanya jeritan ketakutan yang selalu terdengar dari kamarnya.

 

*** 

 

Dua minggu yang lalu, ketika pulang kerja. Sari seperti orang linglung.

 

"Assalamualaikum," terdengar suara Sari mengucap salam.

 

"Udah pulang Sar?" tanya Arjun. Sari hanya terdiam membisu, kemudian masuk kamar.

 

"Sari kenapa, Jun?" Tanya Emak.

 

"Enggak tahu Mak, mungkin kecapean. Saya berangkat dulu, doain hari ini laris manis," jawab Arjun, sambil mendorong gerobaknya perlahan. Dia masih melihat pintu kamar Sari yang tertutup rapat. Tak biasanya Sari bertingkah seperti itu.

 

"Sari belum keluar kamar, Mak?" tanya Arjun sedikit khawatir.

 

"Sar, buka Sar. Abang, mau ambil tas kecil," panggil Arjun beberapa kali. Tak terdengar sepatah katapun dari dalam kamar. Arjun mengetuk pintu sangat kencang. Arjun menggoyangkan gagang pintu, berharap pintu akan segera terbuka. Usaha Arjun sia-sia. Arjun menyipitkan matanya dan  berusaha melihat dari lubang kunci.

 

"Astaghfirullah," pekik Arjun. Pintu kamar didobrak paksa. Arjun dengan cepat mengambil kursi. Dia menahan tubuh Sari yang tergantung di tiang kamar, dengan sigap, Arjun lamgsung membawa tubuh Sari ke klinik di dekat rumah.

 

Selepas dari klinik, Sari tampak seperti orang linglung, dia menangis sambil menjepit kedua kaki, kemudian  tertidur di ranjang.

 

"Sari kenapa? Apa dia baik-baik saja?" tanya Ibu Sari.

 

"Saya juga ga tahu Bu, dokter hanya kasih obat penenang saja. Tadi, kata dokter, mungkin Sari stress karena pekerjaannya. Nanti kalau sudah tenang, Sari dirujuk ke rumah sakit. Ini surat rujukannya," Jelas Arjun sambil memperlihatkan secarik kertas.

 

***

 

"Sari Maulida," suara suster memanggil nama Sari lembut. Arjun menuntun tangan Sari. Mereka berdua memasuki sebuah ruangan. Tampak di luar ruangan tertulis Irma Sugesti, psikiater. Satu jam lebih, mereka berada di ruang itu.

 

"Bisa kita bicara sebentar Pak?" Kata dokter itu.

 

"Mendengar cerita adik Bapak tadi, saya rasa adek Bapak terkena Gangguan stres pasca trauma atau PTSD. PTSD ini dapat berkembang setelah seseorang mengalami kejadian traumatis atau mengerikan, seperti pelecehan seksual atau fisik, kematian tak terduga dari orang yang dicintai, atau bencana alam. Pikiran atau kenangan yang tidak menyenangkan tersebut tidak bisa hilang secara otomatis. Apakah baru-baru ini, adik Bapak mengalami kejadian yang tidak mengenakkan?" tanya psikater, dijawab Arjun dengan gelengan kepala.

 

"Setelah ini, saran saya, Bapak cari tahu secara mendalam mengenai masalah adik Bapak. Mungkin, bisa cari tahu sebab musababnya dengan teman sepermainannya atau kantornya. Ini saya resepkan beberapa obat, dan jika Bapak sudah menemukan penyebabnya. Bapak bisa kembali lagi kesini, kita lakukan pengobatan agar adik Bapak pulih seperti sedia kala,“ terang psikiater itu dan lagi-lagi Arjun mengangguk tanda mengerti.

 

Arjun memandang Sari lekat. Dia tak tahu, apa yang menimpa adiknya. Seingatnya, terakhir Sari bercerita tentang kegiatannya di kantor. Sari bercerita, jika teman sekantor, Maya. Mendapatkan perlakuan tidak menyenangkan dari senior dan manajer perusahan. Tak hanya teman sekantornya, anak baru yang diterima kerja, tidak akan bertahan lama. Jika sampai satu bulan bertahan, itu sudah termasuk yang terlama. Arjun sempat menanyakan, apakah Sari mengalaminya? Sari selalu bilang, dia tak pernah mengalaminya, karena ada seorang wanita Senior yang sekaligus atasan Sari bernama Maulida selalu mengawasi gerak-gerik para senior yang bertingkah tidak senonoh.

 

Di dalam angkot sewaan. Sari hanya diam membisu, kemudian dia tertidur pulas, di atas kursi angkot.



***

Peristiwa Naas 



“Pagi,” sapa Sari pagi ini. Hanya dua orang karyawan yang sudah datang dan duduk di tempat mereka masing-masing.

 

“Ibu Maulida belum datang, Put?” tanya Sari yang melihat meja Ibu Maulida, Kepala bagian keuangan kosong.

 

“Ibu Maulida, dipanggil ke pusat. Tadi sih udah dateng, cuma langsung pergi,” jawab Putri, teman sekantor Sari.

 

“Oh ya, mbak. Tadi Pak Dedi, minta laporan keuangannya diserahkan pagi ini,” kata Putri kembali.

 

“Bukannya, laporan keuangan biasa dilaporkan Ibu Maulida,” tanya Sari heran. Putri yang ditanya, hanya mengangkat kedua bahunya.

 

Sari segera meraih gawainya, dia berusaha mengirim pesan kepada Ibu Maulida. Seingat Sari, Ibu Maulida pernah berpesan agar tak masuk ke dalam ruangan Pak Dedi. 

 

Pak Dedi adalah seorang Manajer keuangan. Selain teliti dan detail, dia terkenal dengan sifat genit kepada karyawan wanita. Hanya Ibu Maulida yang tak pernah diganggunya, karena Ibu Maulida masih punya ikatan kerabat dengan istri Pak Dedi. Jika berbuat macam-macam, maka Pak Dedi akan dilaporkan kepada istrinya yang sekaligus direktur utama di perusahaan Sari bekerja.

 

[Masuk ke ruangannya, jangan sendiri! Tapi, minta didampingi Maya atau Putri. Siang saya baru ada di kantor. Laporan keuangan, akan diperiksa pagi ini, dan hasil pemeriksaannya akan dicocokkan di kantor pusat. Jika terjadi apa-apa, kabari saya]

 

Balasan pesan singkat Ibu Maulida muncul. Sari menarik napas panjang, dia  tampak sedikit takut untuk masuk ke dalam ruangan Pak Dedi. Sari tak ingin bernasib sama seperti karyawan baru. Dua minggu yang lalu. Seorang karyawan wanita setelah keluar dari ruangan Pak Dedi, langsung mengundurkan diri. Menurut cerita yang didengar Sari, wanita itu sempat dilecehkan Pak Dedi lewat kata-kata.

 

“Temenin gua, May! Gua engak berani ke ruangnya. Biasanya, bareng bu Maulida,” pinta Sari. Maya langsung menggelengkan kepalanya. Sari berusaha membujuk Maya, namun gagal. Sari, berjalan perlahan menuju ruangan Pak Dedi. Suara mempersilahkan masuk terdengar.

 

“Ooo, laporan keuangan ya? Letakkan di sana, dan kamu segera keluar!” perintah Pak Dedi, dengan cepat, Sari keluar ruangan.

 

Sari memegang dadanya yang berdegub hebat. Nafasnya tak beraturan. Air di dalam botol, diatas meja kerja. Segera diteguknya cepat. Maya memegang bahu Sari, Maya berusaha menenangkan Sari.

 

“I’m ok,” kata Sari sambil mengembangkan senyum.

 

[Laporan keuangannya, ok. Good Job]

 

Sebuah pesan singkat muncul kembali di gawai Sari. Sari lagi-lagi tersenyum. Sari sangat lega, bisa keluar dari ruangan Pak Dedi, dan tak terjadi sesuatu hal yang tak diinginkan seperti cerita yang didengarnya. Sari teringat di dalam ruangan Pak Dedi. Tadi, sebelum keluar ruangan, Sari melihat, ada sepatu wanita di bawah meja Pak Dedi. Sari tak tahu, sepatu itu milik siapa.

 

‘Tak perlu aku pikirkan, yang penting. Aku sudah keluar dari ruangan itu’ gumam Sari di dalam hati.

 

Jam makan siang, sudah tiba. Sari dan beberapa karyawan keluar ruangan. Namun, siang ini sebuah peristiwa besar mengejutkan seluruh karyawan perusahaan. Seorang wanita bagian pemasaran, bernama Clara mengaku dilecehkan Pak Dedi di dalam ruangannya. Menurut pengakuan Clara, dia dijebak Pak Dedi dengan segelas air yang sudah dicampuri obat tidur, sehingga dia tidak sadar apa yang telah dilakukan Pak Dedi kepadanya di dalam ruangan. Namun pengakuan itu berbanding terbalik dengan pengakuan Pak Dedi. Pak Dedi mengatakan, bahwa dialah yang dijebak Clara. Clara merayunya, sehingga dia terjebak dengan rayuan dan melakukan hal yang dituduhkan. Saat itu juga, Clara langsung dipecat, sejumlah uang dikabarkan telah diterima Clara agar tutup mulut. Uang tersebut untuk mencegah Clara menyebarkan berita tersebut ke publik, mengingat perusahaan bergerak dalam bidang jasa yang sudah go internasional. Perusahaan takut, nama baik perusahaan akan tercoreng dan tercemar.

 

Terdengar sayup, Istri Pak Dedi sekaligus direktur perusahaan sedang marah besar. Dia mengatakan akan mempolisikan Pak Dedi jika kasus serupa terjadi kembali. Istri Pak Dedi bernama Ibu Putri, Ibu Putri memegang saham terbesar di perusahaan, selain direktur. Ibu putri adalah pemilik perusahaan, mengingat dia adalah pewaris tunggal dari perusahaan keluarga Sansongo. 



“Ini peringatan terakhir, dan aku tak akan mentolerir kelakuan kamu,” betak Ibu Putri dengan suara sangat keras. Ibu Putri keluar dari ruangan Pak Dedi, terdengar suara pintu yang ditutup keras. 

 

Tak butuh waktu lama, keadaan kantor setelah kejadian tempo hari, sudah berangsur normal kembali, seperti tak terjadi apa-apa. Beberapa cctv terpasang di luar dan di dalam ruangan Pak Dedi. Para karyawaan, terutama wanita, tidak lagi khawatir jika ditugaskan untuk menyerahkan dokumen yang berhubungan dengan tugas Pak Dedi.

 

Hampir satu bulan berlalu, pristiwa tak mengenakkan dan membuat heboh seisi kantor terlupakan begitu saja. Bahkan, Pak Dedi kini sudah tak lagi menjabat manajer keuangan melainkan sudah dipecat secara tidak hormat dan mendekap dipenjara untuk perbuatannya. Surat penangkapan ditempat atas nama Pak Dedi di layangkan. Bukan tanpa sebab, setelah Clara keluar, para korban pelecehaan Pak Dedi membentuk sebuah komunitas yang mewadahi para korban kekerasaan seksual, mereka saaling mendukung dan menyemangati bahkan mengumpul kekuatan untuk melaporkan Pak Dedi ke pihak berwajib. Ditambah, setelah berita heboh kejadian yang diketahui publik yakni seorang karyawaan yang tewas bunuh diri karena dilecehkan Pak Dedi di kamar mandi. Korban pelecehan ditemukan bunuh diri dikamar tidurnya dan diketahui sedang berbadan dua.



***

 

Di dalam kamar, Sari meringkuk di atas tempat tidur, dia menutup mulutnya rapat. Sari mengingat kembali ketika dia dan Maya, digiring ke sudut kamar mandi. Maya di pukul keras Pak Dedi, bajunya dilucuti satu persatu. Sari berusaha melawan dengan memukul dengan tas sampir, tenaga Sari tak begitu kuat. Sari didorong keras,  kepala Sari membentur dinding. Pandangan Sari kabur, dia melihat samar, Maya diperlakukan tak senonoh oleh Pak Dedi. Pak Dedi menghampiri Sari, beruntung gunting kecil yang diambil Sari di dalam tas, bisa digunakan untuk menodong perut Pak Dedi yang buncit, Pak Dedi takut mati, kemudian keluar sambil membenarkan letak celananya. Setiap kali otak Sari mengingat kejadian itu, Sari akan menjerit histeris. 

 

***

 

Terdengar suara Sari menjerit. Arjun membuka pintu kamar Sari. Arjun memeluknya erat. 

 

“Siapa yang melakukan ini, Sari? Aku harus mengetahuinya,” Gumam Arjun pelan.

 

Setelah memberi obat penenang dan Sari tertidur. Arjun berencana ke kantor Sari bekerja. Menemui Maya.

 

Siang harinya, Arjun benar-benar menuju ke kantor Sari. Arjun ingin mengorek keterangan sedalam-dalamnya, agar dia tahu apa yang menimpa Sari.

 

"Maaf Pak. Maya enggak kerja di sini lagi. Bapak ini siapa?" kata satpam kantor.

 

"Saya, kakaknya Sari. Adik saya, pernah bekerja disini," jelas Arjun.

 

Arjun tampak bingung dan putus asa, tak ada infomasi tentang Maya maupun cerita lain yang bisa membuat Arjun menyimpulkan, ada apa dengan kondisi mental Sari. Ditambah, dia tak mengenal siapapun di kantor Sari. Arjun seperti melewati jalan buntu. Tiba-tiba, ada seorang pria memanggil Arjun.

 

"Kakaknya Sari? Betul?" Tanya pria berbaju rapi itu. Arjun memandangi pria itu, kemudian mengangguk pelan.

 

"Untunglah, saya tadi melihat dan mendengar kalau Bapak ini, kakaknya Sari. Bisa, ngobrol sebentar?" tanyanya lagi. Kemudian mereka berdua masuk ke ruangan kantor. Pria itu, memberikan amplop tebal dan sebuah surat. Hanya beberapa patah kata yang diucapkannya. Pria itu bilang, Sari pegawai berprestasi, memiliki dedikasi tinggi terhadap perusahaan. Untuk itulah, pihak perusahaan memberikan uang pesangon karena Sari mengundurkan diri.

 

"Terimakasih Pak, sudah menyempatkan diri ke sini. Tapi, maaf, saya tidak bisa berlama-lama di sini. Saya harus segera kembali ke kantor pusat. Saya hanya perwakilan sementara, yang di tugaskan di kantor ini," Jelas pria berdasi dan berbau wangi.

 

Arjun terpaku melihat amplop di tangannya. Pria itu melambaikan tangan, kemudian pergi dengan mobil mewah. Dari jauh terlihat seorang pria berusaha mengejar mobil itu. Arjun seperti mengenalnya.

 

"Yok," teriak Arjun.

 

Yoyok, adalah pacar Maya. Yoyok sering ke rumah bersama Maya. Yoyok, tidak mengindahkan panggilan Arjun. Yoyok berusaha mengejar mobil itu dengan motornya.

 

"Bedebah," teriak Yoyok.

 

"Yok," teriak Arjun lebih keras. Arjun berusaha memanggil pacar Maya sekali lagi. Yoyok memandang wajah Arjun lekat, kemudian Yoyok mulai cerita tanpa diminta.

 

"Maya udah enggak ada lagi bang. Maya, gantung diri. Maya diperkosa sama bosnya waktu pulang dari kantor dua minggu lalu. Satu-satunya saksi yang bisa menjeratnya, Sari. Tapi, saya tahu keadaan Sari sekarang. Tadi, saya berusaha ngejar pengacaranya. Saya dengar, besok dia bebas. Saya enggak terima bang. Kalau ketemu, bakal saya bunuh dia," cerita Yoyok yang terduduk lemas, di pinggir kuburan Maya.

 

“Jadi, Sari saksi tindak pelecehan? Pantas saja, Sari seperti ketakutan. Amplop ini? Seharusnya, tak kuterima uang ini,“ gumam Arjun di dalam hati.

 

"Yok, kamu tahukan dimana rumah bos bejat itu?" Yoyok mengangguk cepat.

 

"Anterin abang kesana. Kita bikin dia menyesal telah hidup di dunia". Ucaap Arjun geram.

 

Tamat

 

Jonggol, 07-10-2021.

Ikuti tulisan menarik Rosa Linda lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler