x

Iklan

Syabar Suwardiman Seorang Guru

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 26 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:18 WIB

Merdeka Belajar: Enaknya Menjadi Guru di Jawa

Masih sangat banyak tantangan untuk mewujudkan Merdeka Belajar. Para guru di kawasan lain di luar Pulau Jawa menghadapi tantangan yang sangat berat, baik tantangan alam maupun budaya masyarakatnya. Dalam tulisan ini menceritakan bagaimana guru-guru di Kawasan Timur Indonesia harus bertaruh nyawa untuk menuju tempat kerjanya atau menghadapi kerasnya masyarakat di sekitar sekolah. Program Merdeka Belajar berperan sebagai penetrasi untuk mengatasi keadaan tersebut. Perlu percepatan dalam pelaksanaannya, dengan kemajuan di bidang teknologi informasi, akses internet harusnya menjadi sarana untuk menembus batas-batas tantangan tadi. Sehingga tidak ada lagi disparitas di bidang pendidikan, Jawa dan luar Pulau Jawa.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Internet

Bersyukurlah menjadi guru di Pulau Jawa.  Suatu ungkapan yang spontan keluar dari mulut saya ketika mendengarkan kisah-kisah perjuangan para guru, di luar Pulau Jawa, terutama Kawasan Timur Indonesia.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Kisah pertama, sebut saja namanya Pak Umar, seorang guru di Kabupaten Tual Maluku Tenggara.  Untuk menuju sekolah tempatnya mengajar hampir tiap hari ia naik speed, istilah untuk angkutan kapal cepat (speed boat) antarpulau.  Pulang-pergi ia mengeluarkan Rp 20.000 (dua puluh ribu rupiah).  Jika ada panggilan rapat mendadak, maka ia harus mengeluarkan biaya transpor sebesar Rp 50.000 (lima puluh ribu rupiah).  Hal ini dapat dipahami karena tidak ada penumpang lain di speed yang ia tumpangi.

Sementara, seorang guru di Kota Ternante Maluku Utara harus mengajar ke Pulau Moti, pulau kecil yang hanya terdiri dari enam kelurahan.  Sama seperti Pak Umar ia juga menggunakan speed.  Ketika cuaca buruk speednya pernah salah arah dan menuju laut lepas yang berbatasan dengan Filipina.

Kisah kedua, seorang perempuan yang menjabat sebagai seorang kepala sekolah dasar negeri di Nusa Tenggara Timur.  Sebut saja namanya Ibu Tari.  Setiap pagi ketika jam pembelajaran akan dimulai, ia harus menelepon Kepala Desa meminta bantuan untuk mengingatkan warganya yang berada di sekitar sekolah, yang memutar musik dengan sangat kencang.  Tentunya mengganggu proses belajar, karena tidak hanya satu warga tapi hampir seluruh warga memutar musik sesuai seleranya masing-masing.  Terbayang, tiap pagi ada dangdutan, remix dangdut koplo, musik rock, saling bersahutan dengan kencangnya. Rasanya nano-nano di kuping, mengingatkan pada iklan permen manis asam asin, nano-nano.

Kisah ketiga, tidak berada di Kawasan Timur Indonesia, tetapi di Kalimantan, Kawasan Tengah Indonesia.  Sebut saja namanya Pak Dayan, ia menjabat kepala sekolah di sebuah sekolah dasar swasta.  Banyak terobosan yang ia lakukan, salah satunya ingin menjadikan sekolahnya sebagai Sekolah Adiwiyata.  Namun usahanya menemui jalan yang terjal.  Ada saja warga yang merusak lingkungan sekolahnya dengan mencabut tanaman di lingkungan sekolahnya.  Setiap ia menegur, baik langsung maupun melalui tokoh masyarakat, tetap terjadi perusakan di lingkungan sekolah.  Meskipun kondisinya mulai membaik, tetapi sempat rumahnya menjadi sasaran kemarahan karena teguran yang ia lakukan. 

Judul tulisan “Enaknya Menjadi Guru di Jawa”, bukan berarti di Pulau Jawa tidak ditemukan kasus-kasus seperti diceritakan pada kisah-kisah di atas, hanya secara umum di Pulau Jawa jauh lebih baik keadaannya.  Contoh kasus di Pulau Jawa seorang Pengawas Sekolah yang ditugaskan untuk menilai sekolah yang berada di Jawa Barat Bagian Selatan menceritakan bagaimana ia harus mencapai lokasi yang cukup sulit dan harus naik ojek dengan ongkos sebesar Rp 200.000 (dua ratus ribu rupiah).

Untuk terlibat dalam program Merdeka Belajar, para guru yang berada di Kawasan Timur Indonesia setiap hari harus berjuang untuk menembus batas keberanian, untuk merdeka dari segala keterbatasan dan tetap berada di garis terdepan untuk tetap menghidupkan semangat pembelajaran di tengah-tengah masyarakat. 

Saatnya Merdeka Belajar dengan Akses Internet

Selalu ada harapan dalam setiap kesulitan.  Tidak bisa dipungkiri internet menjadi andalan untuk mempercepat peningkatan mutu pembelajaran, meskipun sangat banyak kendala yang harus dihadapi.  Internet harus didukung oleh ketersediaan jaringan listrik.  Beberapa Kawasan Timur Indonesia masih menggunakan tenaga listrik mengandalkan tenaga surya.  Kemampuannya untuk kestabilan akses internet menjadi terbatas.  Ini pekerjaan rumah yang sangat besar bagi pemerintah Indonesia. Kemendikbudristek sebagai kementerian teknis tentunya sangat berharap pemerintah mempercepat pembangunan sarana internet di Indonesia.

Namun ada yang menarik pada kasus Bu Tari yang berada di NTT (kisah kedua), jaringan listrik sudah tersedia, tetapi saat akan memasang jaringan internet, Bu Tari harus mengajak setidaknya dua sampai dengan tiga sekolah yang berada di kecamatan yang sama, sehingga jaringan internet bisa dipasang di sekolahnya. Ini sebuah ironi yang harusnya tidak terjadi. Mengapa untuk pendidikan yang berkaitan dengan pembangunan sumber daya manusia, diperlakukan sama dengan pelanggan untuk kawasan perumahan?  Sekali lagi ini sebuah ironi pendidikan, Kemendikbudristek harus membuat terobosan agar hal ini tidak terjadi untuk percepatan proses pendidikan di era Merdeka Belajar.

Program Merdeka Belajar berperan sebagai penetrasi mengatasi keadaan tersebut.   Tugas percepatan itu tentunya bukan hanya menjadi tugas Kemendikbudristek, perlu kerjasama lintas kementerian.  Sehingga Kemendikbudristek bisa fokus pada aspek percepatan peningkatan mutu pendidikan.  Dengan jaringan internet yang stabil, berbagai hal bisa dilakukan dengan cepat dan menjangkau seluruh kawasan Indonesia.  Dalam jangka panjang ini tentunya akan menjadi sangat efektif dan efisien. 

Jaringan internet yang stabil akan mempercepat perbaikan berbagai kesenjangan dalam pendidikan. Tidak ada lagi disparitas dalam bidang pendidikan, seperti kualitas guru, tenaga kependidikan dan siswa.  Tidak ada lagi ucapan spontan saya, “enak menjadi guru di Pulau Jawa”. Semoga ini segera terwujud dan pendidikan Indonesia mampu menghadapi tantangan di masa depan.

Salam Merdeka Belajar!

Ikuti tulisan menarik Syabar Suwardiman Seorang Guru lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

1 hari lalu