x

Suasana Sekolah

Iklan

Hikmah Sholawati

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 29 November 2021

Kamis, 2 Desember 2021 17:54 WIB

Merdeka Belajar, antara Harapan dan Kenyataan

Merdeka belajar, program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia belum lama digaungkan. Nadiem Anwar Makarim, menginisiasi program ini di tahun 2020 sebagai salah satu langkah transformasi pendidikan di Indonesia. Sekolah, guru, siswa dan wali siswa menyambut baik program ini dengan harapan sistem pendidikan sekarang lebih baik dari sebelumnya.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

     Merdeka belajar, program Kementerian Pendidikan dan Kebudayaan Republik Indonesia belum lama digaungkan. Nadiem Anwar Makarim, dikenal dengan mas menteri, menginisiasi program ini di tahun 2020 sebagai salah satu langkah transformasi pendidikan di Indonesia. Konon, dasar kebijakan ini adalah berbagai keluhan wali siswa mengenai sistem pendidikan nasional yang berlangsung selama ini.

     Penulis sebagai guru pada jenjang Madrasah Ibtidaiyah (MI), tentu merasa sangat gembira dengan terobosan baru mas menteri. Meski sebenarnya, jika merdeka belajar diartikan sebagai kebebasan sekolah, guru, dan siswa berinovasi dan bertindak dalam proses belajar mengajar, sebagian madrasah di bawah naungan Kementerian Agama sudah berinovasi mengimplementasikan Keputusan Menteri Agama (KMA) 184 tahun 2019. Merdeka belajar di madrasah terwujud dengan diprogramnya madrasah berbasis tahfiz, riset, sains, maupun berbasis yang lain di berbagai daerah. Dalam benak penulis (mungkin sebagian guru) melintas berbagai harapan. Tak keliru rasaya jika dikatakan merdeka belajar adalah gambaran dari kebahagiaan guru dan siswa dalam menerapkan proses pembelajaran sesuai dengan minat, bakat, dan kebutuhan. Guru bisa menerapkan gagasannya melaui kegiatan pembelajaran yang dirancang secara inovatif. Rencana Pelaksanaan Pembelajaran (RPP) yang dibuat secara ringkas memungkinkan guru memiliki waktu lebih banyak dalam mempersiapkan kegiatan esok hari. Apalagi dalam masa pandemi covid ini, kreativitas guru dalam merancang kegiatan pembelajaran mengambil bagian penting demi keberlangsungan pendidikan.

     Pembelajaran yang dilaksanakan dalam Pertemuan Tatap Muka Terbatas (PTMT), memungkinkan guru memiliki inovasi untuk mengajar secara daring dan luring. E-learning menjadi hal yang tak terpisahkan. Tentu saja dalam perkembangannya muncul beberapa kelebihan dan kekurangan. Kegiatan pembelajaran yang mengacu pada kebutuhan siswa jelas lebih menarik minat belajar siswa. Penggunaan teknologi juga menjadi sarana penting dan menyenangkan. Siswa lebih terpacu belajar dengan kreativitas yang ditawarkan guru. Mereka menjadi lebih tertantang menyelesaikan proyek berbasis teknologi. Tak jarang hasil belajar siswa mengejutkan lebih baik daripada yang diharapkan. Sayangnya, pada beberapa kasus ditemukan bahwa keberadaan gawai sebagai salah satu fasilitas dalam pembelajaran daring justru menjadi momok karena pemanfaatan yang keliru. Kelemahan lain adalah kurangnya ide dan ketidaksiapan guru menyiapkan kegiatan pembelajaran yang mampu memenuhi kebutuhan semua siswa.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

     Merdeka belajar jelas memberikan akses luas untuk guru dan siswa dalam melaksanakan kegiatan pembelajaran. Asesmen Kompetensi Minimum (AKM) yang digadang-gadang menjadi pengganti Ujian Nasional (UN) jelas menjadi kabar gembira bagi pihak sekolah. Sebuah sekolah tak lagi harus sama persis dengan sekolah lain dalam proses maupun evaluasi hasil belajar. Jika pada tahun-tahun sebelumnya guru akan menyiapkan seluruh tenaga dan waktunya untuk mempersiapkan Ujian Nasional, maka sekarang guru bisa lebih kreatif memberikan kegiatan pembelajaran tanpa terbebani nilai siswa yang akan dirangking tiap sekolah. Alamat tak bisa tidur nyenyak jika peringkat sekolah menjadi yang terbawah, padahal segala upaya sudah dilakukan.

     Asesmen yang baru-baru ini dilaksankan memberikan dampak. Soal literasi dan numerasi yang disajikan membuat guru dan siswa terpacu mempelajari hal yang sebenarnya tidak baru. Minimnya literasi sebagian siswa membuat guru berusaha lebih keras untuk membiasakan siswa membaca dan memahami. Pada daerah-daerah tertentu di mana siswa lebih familiar menggunakan telepon genggam daripada perangkat komputer, pelaksanaan AKM tentu saja perlu persiapan matang. Gagapnya sebagian siswa pada literasi, numerasi, dan teknologi membuat proses pengisian soal dan survey karakter menjadi terhambat.

     Pada tahun-tahun mendatang, tumbuh harapan yang membuncah, bahwa merdeka belajar akan menjadi salah satu program yang menghasilkan menusia Indonesia dengan pendidikan dan karakter terbaik.

     Apakah program pendidikan sebelumya tidak membuat guru dan siswa bahagia? Tentunya program pendidikan tiap periode tidak bisa dikomparasikan. Jika berpegang teguh pada ajaran Ki Hajar Dewantara, ‘Ing ngarsa sung tuladha (di depan memberi teladan), Ing madya mangun karsa (di tengah membangun kemauan), dan Tut wuri handayani (di belakang memberi dorongan  dan pengaruh), tentunya program pendidikan seperti apapun akan memberikan hasil terbaik bagi siswa khususnya dan pembangunan Indonesia pada umumnya.
    

 

           

           

Ikuti tulisan menarik Hikmah Sholawati lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler