x

Iklan

riswanda angga

Riawanda
Bergabung Sejak: 9 Desember 2021

Kamis, 9 Desember 2021 09:05 WIB

Kontroversi Omnibuslaw Cipta Kerja, Putusan Mahkamah Konstitusi Benteng Terakhir

Setelah Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker disusun muncul pro dan kontra. Terjadi ketersinggungan sana-sini namun UU Hak Cipta terus bergerak maju dan disahkan. Implementasi undang-undang cipta kerja disambut dengan positif maupun negatif. Sejak awal RUU Cipta Kerja Omnibuslaw menuai berbagai masalah sehingga menjadi perdebatan publik yang panas dengan bebragai bentuk penolakan. Namun RUU itu terus dijalankan hingga Omnibus Law Cipta Kerja yang menggabungkan beberapa undang-undang disahkan DPR menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020.

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Omnibus Law/Cipta Kerja merupakan metode atau konsep pengaturan yang menggabungkan beberapa aturan substansi yang berbeda, menjadi satu regulasi di bawah satu payung hukum (undang-undang). Peraturan perundang-undangan yang diberlakukan untuk menciptakan undang-undang baru dengan mencabut secara bersamaan dengan mengubah beberapa peraturan perundang-undangan sekaligus.

Dalam sebuah hukum ditujukan pada permasalahan pokok memungkinkan penarikan atau perubahan beberapa undang-undang sekaligus (di segala bidang) untuk lebih menyederhanakan pengaturannya, sehingga diharapkan tidak terjadi persaingan/perselisihan dan/atau perlawanan antara satu norma dengan norma lainnya. Dilihat dari posisinya omnius law merupakan undang-undang yang kedudukannya leih rendah dari Undang-Unang dasar tetapi sedikit di atas peraturan perundang-undangan lainnya.

Omnibuslaw Undang-undang No.11 tahun 2020 tentang cipta kerja mulai berlaku pada 2 November 2020. Bertujuan untuk menyelaraskan upaya penciptaan lapangan kerja dengan potensi untuk menarik sebanyak mungkin tenaga kerja Indonesia dalam menghadapi persaingan yang semakin ketat terhadap gloalisasi ekonomi. Setelah Undang-Undang Cipta Kerja atau UU Ciptaker disusun muncul pro dan kontra. Terjadi ketersinggungan sana-sini namun UU Hak Cipta terus bergerak maju dan disahkan. Implementasi undang-undang cipta kerja disambut dengan positif maupun negatif. Sejak awal RUU Cipta Kerja Omnibuslaw menuai berbagai masalah sehingga menjadi perdebatan publik yang panas dengan bebragai bentuk penolakan. Namun RUU itu terus dijalankan hingga Omnibus Law Cipta Kerja yang menggabungkan beberapa undang-undang disahkan DPR menjadi undang-undang pada 5 Oktober 2020.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Salah satu tujuan pemerintah menjadikan RUU tersebut sebagai Undang-undang ciptakerja adalah untuk menyederhanakan atau merampingkan peraturan dari segi jumlah peraturan agar lebih tepat sasaran. Hal yang di sederhanakan dalam cipta kerja diantaranya perizinan tanah, persyaratan investasi, , kemudahan dan perlindungan UMKM, kemudahan berusaha, ketenagakerjaan, dukungan riset dan inovasi, pengenaan sanksi, administrasi pemerintahan,, kemudahan proyek pemerintah, pengendalian lahan, dan Kawasan Ekonomi Khusus.

      Sebenarnya banyak ketentuan dalam undang-undang cipta kerja yang merampas hak-hak pekerja buruh ,namun di sisi lain pengusaha tentu akan sangat diuntungkan. Hal ini terlihat bereda dalam kontrak tanpa batasan dalam Pasal 59, hari libur dihapus dalam Pasal 7, aturan tentang upah diganti dalam Pasal 88, ,hak untuk meminta permohonan PHK dicabut dalam Pasal 169, sanksi tidak membayar upah dihapuskan dalam Pasal 91.

Akhirnya, pada 25 November 2021 Untuk pertama kalinya sejak berdirinya Mahkamah Konstitusi (MK) menerima sebagian permohonan untuk pengujian formal. Mahkamah Konstitusi menjadi benteng terakhir rakyat sebagai pengawal jalannya konstitusi memberi angin segar karena telah menegaskan bahwa undang-undang nomor 11 tahun 2020 tentang penciptaan lapangan kerja (UU Cipta Kerja) memiliki kekurangan secara formil sebab bertentangan dengan asas-asas pembentukan peraturan perundang-undangan, maka Mahkamah konstitusi juga berpendapat proses pembentukan UU No. 11 tahun 2020 tidak memenuhi ketentuan berdasarkan UUD 1945 . Pada akhirnya Pengadilan memutuskan bahwa Undang-Undang cipta kerja inkonstitusionalitas bersyarat.

Pengadilan memerintahkan pembentuk undang-undang untuk memperbaiki dalam jangka waktu paling lama 2 (dua) tahun setelah putusan diumumkan. Jika dalam periode ini tidak ada amandemen yang dibuat maka undang-undang penciptaan cipta kerja akan dinyatakan inkonstitusionalitas.

Anwar juga menyatakan ''apabila dalam tenggang waktu 2 (dua) tahun pembentuk undang-undang tidak dapat menyelesaikan perbaikan UU Cipta Kerja, maka undang-undang atau pasal-pasal atau materi muatan undang-undang yang telah dicabut atau diubah oleh UU Cipta Kerja dinyatakan berlaku kembali''.

Selain itu Mahkamah Konstitusi (MK) juga mendesak pemerintah untuk menunda segala tindakan atau keijakan yang bersifat strategis dan berjangkauan luas serta tidak beralasan dalam menerbitkan peraturan pelaksanaan baru terkait Undang-Undang Nomor 11 Tahun 2020 tentang cipta kerja.

Menghadapi putusan MK tentang undang-undang cipta kerja yang menguras pikiran pemerintah dan DPR untuk tetap menjadikannya sebagai aturan baru.

Pada dasarnya DPR adalah wadah/tempat dari segala keinginan dan permintaan rakyat yang kemudian disampaikan kepada pemerintah mengenai kebijakan dan aturan yang ditetapkan oleh eksekutif. DPR sebagai lembaga legislatif memiliki hak untuk mengawas jalannya pemerintahan sebagai lembaga eksekutif. Kenyataannya DPR sebagai fungsi pengawasan tidak berjalan dengan baik seperti yang di amanatkan konstitusi.

Bila demikian maka lembaga yudikatif yang memiliki kekuasaan kehakiman atau pengadilan sebagai langkah atau upaya terakhir rakyat agar mendapatkan rasa keadilan dan haknya sebagai warga negara.

Ikuti tulisan menarik riswanda angga lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler