x

Iklan

Siti Nur Salwa

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 19 Desember 2021

Sabtu, 25 Desember 2021 09:09 WIB

Pengenalan Dua Tokoh Utama dan Pesan Moral yang Terkandung dalam Novel Dawuk karya Mahfud Ikhwan

Membahas tentang dua tokoh utama dalam novel Dawuk serta mengkaji pesan moral yang terkandung didalamnya

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Novel Dawuk adalah novel karya Mahfud Ikhwan dengan tebal buku 181 halaman yang merupakan terbitan Marjin Kiri pada tahun 2017. Novel ini bercerita tentang seorang tokoh utama bernama Mat Dawuk yang jatuh cinta dengan seorang wanita bernama Inayatun. Namun cinta mereka berdua tidak seperti kisah cinta orang pada umumnya. Bagaimana tidak, Mat Dawuk, yang digambarkan memiliki paras yang tidak bisa dibilang indah bahkan masyarakat sekitar menyebutnya buruk rupa ternyata menikahi Inayatun, gadis cantik nan jelita yang disebut warga sebagai kembang desa di Rumbuk Randu. Hal ini tentu menimbulkan banyak kontroversi karena Mat Dawuk si buruk rupa dianggap tidak cocok untuk bersanding dengan Inayatun sang kembang desa. Warga desa Rumbuk Randu kemudian menyebut mereka sebagai pasangan ganjil karena perbedaan fisik yang jauh tersebut.

Mat Dawuk sendiri bukanlah nama asli dari suami Inayatun. Muhammad Dawud, inilah nama asli dari Mat Dawuk. Sebutan “dawuk” adalah ejekan dari orang-orang sekitar karena penampilan Dawuk yang sejak kecil begitu kumuh dan tak terawat. Hal ini dapat dibuktikan dalam kutipan novel yang menyebutkan “Nama aslinya bagus, bahkan agung: Muhammad Dawud. Tapi, karena sejak kecil ia begitu kumuh, kumal, tak terawat, orang mengejeknya “dawuk”, sebutan yang biasanya dipakai orang Rumbuk Randu untuk menyebut kambing berbulu kelabu.” Ada juga kutipan yang menyebutkan “Agak sulit menjelaskan betapa buruk rupanya Mat Dawuk di masa bocahnya, sebagaimana sulit menjelaskan betapa mengerikan wajahnya saat dewasa.” (Novel Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu, hlm.19).

Walaupun masyarakat menganggap pernikahan mereka ganjil, namun Dawuk dan Inayatun merasa bahwa pernikahan mereka bukanlah hal yang salah. Mereka tetap bahagia menjalani kehidupan rumah tangganya. Mereka percaya bahwa hubungan mereka dilandasi dengan rasa cinta satu sama lain. Maka dari itu, mereka tidak pernah mendengar omongan orang-orang tentang pernikahan mereka dan tetap menjalankan kehidupan rumah tangganya layaknya suami istri pada umumnya. Hal ini dapat dibuktikan dengan kutipan dalam novel Dawuk yang menyebutkan “Ini persis seperti kandang di film Betaab. Luas dan sepi,” kata Inayatun dengan mata ceria, sehabis mereka bercinta di lantai, sebab dipan mereka tidur belum selesai dibikin. Siang-siang pula. (Novel Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu, hlm. 48).

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

Mungkin pembaca akan mulai bertanya-tanya, mengapa sosok Inayatun yang begitu cantik dan sempurna mau menikah dengan Mat Dawuk si buruk rupa. Alasan yang membuat inayatun jatuh cinta dan mau menerima lamaran pernikahan dari Mat Dawuk adalah karena sifat dari Mat Dawuk yang sangat tulus. Tokoh Dawuk digambarkan sebagai tokoh protagonis, yaitu sosok laki-laki yang mengedepankan nilai-nilai kebaikan. Kebaikan-kebaikan Mat Dawuk dapat terlihat ketika Dawuk berusaha melindungi Inayatun saat Inayatun ketakutan dikejar-kejar oleh laki-laki, ia juga tidak masalah jika tidak ada yang mau menyalaminya seusai shalat berjamaah di masjid.

Amanat yang ingin disampaikan dari novel ini adalah untuk jangan menilai seseorang hanya dari apa yang terlihat di luar saja, melainkan kita harus tahu dulu bagaimana kepribadian seseorang tersebut sebelum kita menilainya. Orang yang terlihat buruk rupanya belum tentu memiliki sifat yang buruk pula. Sebaliknya, orang yang sangat indah wajahnya belum tentu memiliki sifat yang seindah wajahnya. Banyak hal yang kita tidak tahu tentang orang lain, seperti apa kehidupannya atau bagaimana masa lalunya. Hal itu tidak bisa menjadi tolak ukur kita dalam menilai seseorang.

Novel ini mengajak kita untuk mencoba melihat suatu hal dengan berbagai sudut pandang, tidak hanya dari satu sudut pandang saja. Dari sosok Dawuk kita dapat belajar bahwa apapun yang dikatakan orang lain tentang diri kita belum tentu benar, dan jangan terlalu pusing memikirkan omongan orang lain yang hanya ingin menjatuhkan kita. Dan dari sosok Inayatun kita belajar bahwa fisik bukanlah segalanya, melainkan sifat dan kepribadian lah yang utama dan lebih penting yang harus ada di dalam diri seseorang. Dan dari mereka berdua kita belajar bahwa mencintai bukanlah hal yang dilihat oleh mata, namun apa yang dirasakan oleh hati. Kelebihan dari pasangan kita adalah untuk melengkapi kekurangan kita, dan kekurangan dari pasangan kita adalah sesuatu yang harus kita lengkapi.

Amanat lain yang dapat kita ambil dari novel ini adalah untuk selalu menjaga ucapan kita. Seburuk apapun itu, setidak suka apapun kita terhadap suatu hal, lebih baik diam. Diam akan tetap lebih baik daripada berbicara namun hanya akan menyakiti perasaan seseorang. Oleh karena itu, sebagai manusia yang beradab sudah seharusnya kita mampu mengendalikan lisan dan ucapan kita. Karena apa yang menurut kita baik belum tentu baik juga di mata orang lain. Sama halnya dengan ucapan, jika menurut kita ejekan yang kita berikan kepada orang lain adalah hal yang biasa dan masih batas wajar, belum tentu menurut orang tersebut itu adalah hal yang biasa. Maka dari itu, bijaklah bersuara dan sopanlah dalam bertindak.

 

 

Daftar Pustaka:

Ikhwan, Mahfud. 2017. Novel Dawuk: Kisah Kelabu dari Rumbuk Randu. Tangerang Selatan: Marjin Kiri.

 

 

Ikuti tulisan menarik Siti Nur Salwa lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB

Terkini

Terpopuler

Ekamatra

Oleh: Taufan S. Chandranegara

2 hari lalu

Kisah Naluri

Oleh: Wahyu Kurniawan

Selasa, 23 April 2024 22:29 WIB