x

Iklan

Anggara Satriyo aji

Penulis Indonesiana
Bergabung Sejak: 9 Januari 2022

Senin, 10 Januari 2022 13:32 WIB

Memahami Media Massa Sampai Akarnya dan Melek Politik

ANGGARA SATRIYO AJI UIN SUNAN AMPEL SURABAYA PRODI PEMIKIRAN POLITIK ISLAM

Dukung penulis Indonesiana untuk terus berkarya

Media sosial (sering disalahtuliskan sebagai sosial media) adalah sebuah media daring yang digunakan satu sama lain para penggunanya bisa dengan mudah berpartisipasi, berkomunikasi, berbagi, dan menciptakan berbagai konten tanpa dibatasi oleh ruang dan waktu.Selain memiliki fungsi yang dapat memudahkan berbagai urusan media sosial juga tidak terlepas dari hal-hal negatif yang dapat memengaruhi pola pikir dan juga pola hidup si pengguna media sosial.Contoh dampak pengggunaan media sosial yang berlebihan yaitu seperti berkurangnya waktu tidur akibat terlalu lama menghabiskan waktu dengan bermain media sosial,lebih suka bermain media sosial daripada menghabiskan waktu bersama teman maupun keluarga,kurang pergaulan akibat terlalu sibuk dengan dunia Maya dan hal itu dapat memengaruhi pola hidup si pengguna media sosial.Pada penelitian kali ini saya akan menganalisis dampak apa saja yang diperoleh dari penggunaan media sosial baik positif maupun negatif. 
Media sosial merupakan sebuah media berbasis kecanggihan teknologi yang diklasifikasikan dari berbagai bentuk, seperti majalah, forum internet, weblog, blog sosial, microblogging, wiki, siniar, foto atau gambar, video, peringkat dan bookmark sosial. Dengan menerapkan satu set teori dalam bidang media penelitian (kehadiran sosial, media kekayaan) dan proses sosial (self-presentasi, self-disclosure), Kaplan dan Haenlein menciptakan skema atau klasifikasi untuk berbagai jenis media sosial (disampaikan dalam artikel Horizons Bisnis yang diterbitkan sepanjang tahun 2010).

PERKEMBANGAN MEDIA SOSIAL
Pesatnya perkembangan media sosial masa kini disebabkan oleh semua orang yang merasa seperti bisa "memiliki" media sendiri. Jika untuk memiliki media tradisional seperti televisi, radio, atau koran dibutuhkan modal yang besar dan tenaga kerja yang banyak, maka lain halnya dengan media sosial digital. Seorang pengguna bisa mengakses media sosial dengan fasilitas jaringan internet yang lambat sekalipun, tanpa biaya besar, tanpa alat mahal, dan dilakukan sendiri tanpa memerlukan karyawan. Pengguna media sosial dengan bebas bisa mengedit, menambahkan, dan memodifikasi (baik tulisan, gambar, video, grafis, dan berbagai model content lainnya).
Media sosial adalah mengenai menjadi manusia biasa yang saling membagi ide, bekerja sama, dan berkolaborasi untuk menciptakan kreasi, berpikir, berdebat, menemukan orang yang bisa menjadi teman baik, menemukan pasangan, dan membangun sebuah komunitas. Intinya, menggunakan media sosial menjadikan seseorang sebagai diri sendiri. Selain kecepatan informasi yang bisa diakses dalam hitungan detik, menjadi diri sendiri dalam media sosial adalah alasan media sosial berkembang pesat. Tidak terkecuali, keinginan untuk aktualisasi diri dan kebutuhan menciptakan personal branding.
Perkembangan media sosial sungguh pesat, bisa dilihat dari banyaknya jumlah anggota yang dimiliki masing-masing situs jejaring sosial.
No    Nama situs    Jumlah member
1    Facebook
2.047.000.000
2    Youtube
1.500.000.000
3    WhatsApp
1.200.000.000
4    Facebook Messenger
1.200.000.000
5    WeChat
938.000.000
6    QQ
861.000.000
7    Instagram
700.000.000
8    Qzone
638.000.000
9    Tumblr
357.000.000
10    Twitter
328.000.000
11    Sina Weibo
313.000.000
12    Baidu Tieba
300.000.000
13    Skype
300.000.000
14    Viber
260.000.000
15    Snapchat
255.000.000
16    Reddit
250.000.000
17    LINE
214.000.000
18    Pinterest
175.000.000

DAMPAK MEDIA SOSIAL
Salah satu dampak dari keberadaan media sosial ialah masyarakat memiliki ketergantungan terhadap teknologi terkini. Pada awalnya manusia adalah sebagai makhluk sosial, namun dengan adanya teknologi saat ini, nilai-nilai budaya masyarakat sudah mulai memudar. Inilah perubahan yang terjadi dari dampak media sosial dimana manusia yaitu menjadi makhluk anti-sosial. Dilingkungan masyarakat, hampir semua kalangan sudah menggunakan yang namanya media sosial. Perkembangan teknologi media sosial ini sudah menjamur dan mengakar di kehidupan sehari-hari serta telah mengubah gaya hidup bahkan pola pikir.

Iklan
Scroll Untuk Melanjutkan

PROSPEK MEDIA SOSIAL DALAM PEMBANGUNAN POLITIK

Penetrasi internet dalam ruang publik masyarakat Indonesia mengalami intensitas kenaikan dalam setiap tahunnya.  Menurut data yang dilansir dari Wijaya (2014), jumlah pengguna internet yaitu sekitar 72,7 juta jiwa dari populasi Indonesia merupakan pengguna aktif internet. Dari jumlah tersebut 62 jutanya adalah penggua aktif media sosial berbasis smartphone. Secara garis besar, pengguna media sosial tersebut adalah para kelas menengah Indonesia yang berdomilisi di kota-kota besar seperti Jakarta, Bandung, Surabaya, Medan, Makassar. Adapun platform media sosial yang menjadi favorit bagi kelas menengah tersebut adalah Facebook (14 persen), WhatsApp (12 persen), maupun Twitter (11 persen).  Besarnya potensi penggunaan media sosial di Indonesia kemudian menobatkan Indonesia sebagai “the social media capital of the world” (On Device Research, 2013).
Masifnya penggunaan media sosial dalam kebutuhan keseharian kelas menengah Indonesia menandakan kebutuhan akan akses informasi yang banyak, cepat, dan instan. Berbagai pesan dan informasi yang timbul dalam media sosial itulah yang kemudian diolah menjadi sumber pengetahuan utama bagi kelas menengah Indoensia dalam menilai maupun menanggapi sesuatu. Dibandingkan dengan tawaran informasi yang ditawarkan oleh media konvesional, informasi yang ditawarkan oleh media sosial menawarkan ruang debat publik karena baik komunikan maupun komunikator dapat secara langsung saling menguji realibilitas substansi informasi tersebut. Selain itu, hal lain yang menjadi perhatian penting, bahwa suatu keniscayaan bahwa media di Indonesia adalah bagian dari konglomerasi politik sehingga menjadikan informasi sebagai bagian dari proses agitasi dan propagnda politik terhadap publik.
Maka, media sosial merupakan bentuk konvergensi informasi dalam era sekarang dimana informasi berasal dari multiarah dan multisumber. Perkembangan teknologi dan informasi yang kini sudah berbasis Web 2.0  menawarkan ruang dialogis sehingga semua orang bisa menjadi informan dan penerima, terlepas dari kebenaran maksud informasi tersebut bermuatan politik atau tidak.  Dengan kata lain, media sosial memberikan ruang bernama cyberspace untuk mendorong adanya deliberasi nilai-nilai demokrasi seperti halnya kesukarelaan (voluntarism), kesamaan (egalitarianism), maupun juga  berjejaring (networking) dalam kondisi demokrasi kontemporer. Oleh karena itulah, sangatlah penting dan signifikan untuk mengelaborasi lebih lanjut mengenai eksistensi media sosial dalam kelas menengah Indonesia.

Media Sosial sebagai Manifestasi Politik Digital
Eksistensi media sosial dalam kelas menengah Indonesia merupakan salah satu bentuk dari implementasi politik digital. Pengertian politik digital secara sederhana dapat dikatakan sebagai ruang pembentuk ikatan–ikatan politik dalam masyarakat berbasis konten teknologi yang sifatnya memperkuat atau mengurangi kadar demokrasi (Postill, 2012; Coleman, 2015).  Pada dasarnya pengertian politik digital secara harfiah adalah arena besar yang memungkinkan adanya partisipasi, representasi, maupun artikulasi kepentingan kemudian bersinergi dan berkontestasi satu sama lain melalui konten digital sebagai agennya.
Adapun kajian mengenai politik digital di antara kalangan ilmuwan sosial politik studi politik Indonesia masih langka. Studi awal yang mengangkat mengenai kajian politik digital datang dari Hill danSen (2005), keduanya menyoroti fungsi mailing list maupun blackmail sebagai agen perantara ide-ide demokrasi pada konteks Orde Baru. Selanjutnya kajian digital politik di Indonesia. Studi selanjutnyaoleh Merlyna Lim (2013) maupun Nugroho (2010) yang mengritisi adanya peran internet khususnya media sosial berperan besar untuk menciptakan kesadaran politik bagi masyarakat. Adapun kajian mutakhir dari Postill (2015) melihat adanya keterikatan politik yang tercipta dari interaksi kelas menengah dalam sosial media.
Secara garis besar, tingkatan politik digital kelas menengah Indonesia terdapat beberapa tahapan yakni political awareness (kesadaran politik),political engagement (keterikatan politik), dan kini political activism (aktivisme politik).  Dalam beberapa kasus munculnya gerakan misalnya Gerakan 1 Juta Pendukung KPK, Koin Cinta Prita, maupun Relawan pada Pemilu 2014 menunjukkan kesadaran politik yang dipicu media sosial kini sudah mengarah dari semula gerakan moral yang berbasis keterikatan politik (political engagement) mulai menjadi gerakan politik (political activism).
Namun adanya transisi itu juga belum bisa dijadikan parameter mendasar mengingat derajat kesadaran politik kelas menengah politik Indonesia yang masih fluktuatif tergantung pada konteks yang mempengaruhi. Konstruksi terhadap preferensi politik kelas menengah Indonesia tergantung seberapa jauh isu tersebut itu di-endorse dan kemudian influencer menyebarkan isu tersebut sebagai masalah atau kepentingan bersama(common interest) bagi kelas menengah Indonesia. Premis tersebut yang sebenarnya menjadi titik pijak bahwa keberadaan media sosial Indonesia perlu untuk dioptimalkan sebagai media politik.

Prospek dan Titik Krusial Politik Digital Kelas Menengah Indonesia
erdapat dua premis penting untuk mengerangkai poltik digital bagi kelas menengah Indonesia yakni 1) penguasaan domain internet itu lebih baik menjadi arena kontrol negara atau menjadi arena kepemilikan bebas bagi masyarakat untuk mengaksesnya, dan 2) intensitas penggunaan internet khususnya media sosial bagi kelas menengah Indonesia masih dimaknai sebatas aktivitas leisure dan pleasure, dan bukan mengarah pada kegiatan politik.  Persoalan pada poin pertama terletak pada keberadaan UU No.11 Tahun 2008 tentang Informasi dan Transaksi Elektronik yang banyak memuat pasal multitafsir yang bisa berpotensi mereduksi aktivisme media sosial bagi kelas menengah. Penetrasi negara berupa pengaturan internet sebenarnya sudah banyak dilakukan misalnya saja pemberlakuan gateway untuk melarang konten pornografi, judi online,hack, maupun phising, dan juga pemberlakuan slogan Internet Sehat untuk mengajak publik mengakses internet hanya untuk keperluan normatif saja. Persoalan pada poin kedua terletak pada kebutuhan internet bagi masyarakat Indonesia yang lebih pada urusan pleasure dan leisure. Artinya bahwa internet belum menjadi arena penting untuk berdebat dan berdiskusi terhadap isu-isu terbaru.
Terhadap dua persoalan tersebut,  prospek politik digital berbasis media sosial akan tetap memainkan peranan penting dalam masa depan demokrasi Indonesia ke depannya. Budaya politik kelas menengah perlu diubah dari sekedar pleasure menjadiexposure sebagai sebuah kelompok politik ekstra parlementer. Hanya saja yang menjadi masalah krusial adalah pengaturan internet di Indonesia. Di satu sisi, negara ingin melakukan penetrasi sekaligus juga proteksi terhadap konten internet, namun di sisi lainnya, pengaturan tersebut merupakan cara yangrepresif melakukan sensor terhadap aktivisme politik kelas menengah Indonesia. Kedepannya, perlu dirumuskan adanya parameter yang tepat untuk mendudukkan posisi internet dalam relasi negara dan masyarakat yakni apakah internet sebagai public goods ataukah private goods. Namun yang jelas internet kini sudah berkembang menjadi arena baru bagi demokrasi Indonesia.

 

Ikuti tulisan menarik Anggara Satriyo aji lainnya di sini.


Suka dengan apa yang Anda baca?

Berikan komentar, serta bagikan artikel ini ke social media.












Iklan

Terpopuler

Terpopuler