Urip (na)mung Mampir Ngombe
(Review Buku Santri-Pesantren Indonesia)*
Oleh : Ki Lutfi Caritagama**
Membaca bagian awal dari buku ini saya merasa tersindir sekaligus senang. Betapa tidak, sebagai seorang anak negeri (sekolah dari SD sampai perguruan tinggi di negeri semua) dan belum pernah mondok di pesantren. Namun aktifitas mengaji setidaknya Al-Quran ditanamkan kuat oleh orang tua yang bukan kyai di pesantren. Namun kekaguman akan dunia pesantren dengan segala seluk-beluknya merasuk dalam sanubari. Sehingga istilah Santri Tabaruk menjadi sindiran dan sekaligus penyejuk jiwa saya.
Sebagai lulusan Sastra Nusantara Fakultas Ilmu Budaya UGM dan Interdisiplinary Islamic Studies konsentrasi Islam Nusantara UIN Sunan Kalijaga maka tidak asing dengan pesantren. Dunia Pendidikan klasik yang masih bertahan sampai sekarang. Maka menyelami buku tulisan Muhammad Arief AlBani, Santri-Pesantren Indonesia, Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045 seakan menyelami sejarah pesantren awal sampai modern dengan segala dinamikanya. Ada satu kesimpulan yang bisa saya rangkum, yaitu meneguhkan Urip (na)mung Mampir Ngombe.
Ungkapan dalam bahasa Jawa ini sebagai perumpamaan yang penuh dengan makna. Memang secara umum atau setidaknya yang sering kita dengar adalah bermakna hidup yang hanya sementara. Namun dengan membaca buku ini serta dikaitkan dengan misi hidup seorang Muslim di dunia sebagai khalifah, yaitu adanya kewajiban menuntut ilmu. Maka ungkapan ini sangat dalam dan berarti jika dikaitkan dengan pesantren.
Urip berarti hidup, (na)mung itu berarti ora ana liyane/ mligi tidak ada lainnya, hanya itu/ khusus itu. Maka hidup itu hanya menunaikan kewajiban tidak ada yang lain, kewajibannya seorang Muslim dan Muslimatun adalah “minum” dalam pengertian yang dalam, yaitu adalah menuntut ilmu. Maka yang perlu diperhatikan adalah mencari tempat minum/ tempat dimana ada kajian, yaitu di pesantren. Maka dengan minum tidak akan kehausan sehingga bisa menjalankan aktivitas keseharian dengan lebih baik, tidak dehidrasi dan sebagainya. Begitu juga dengan mengaji, hidup akan terang benderang dan melihat permasalahan yang baik dan buruk itu lebih komprehensif atau lebih mudah. Sebagaimana elang melihat obyek mangsanya dari atas, sangat jelas terlihat.
Oleh karena itu tidak heran capaian Pendidikan di pesantren dalam sejarahnya bisa membedakan mana penjajah dan mana yang bukan. Harapannya peantren sekarang juga demikian, dapat melihat sesuatu obyek dengan lebih luas. Pemikiran mana yang baik (sesuai dengan cara pandang Islam) dan pemikiran mana yang buruk (cara pandang selain Islam). Baik dan buruk itu takarannya adalah Syariah Islam. Sehingga pemahaman saya terkait “minum” mempunyai pemahaman yang berbeda. Bahwa sebenarnya urip atau hidup itu adalah ngaji “minum”, Tempat minumnya adalah pesantren supaya sehat jiwa raga. Matur nuwun[]
* Judul Buku : Santri-Pesantren Indonesia
Siaga Jiwa Raga Menuju Indonesia Emas 2045
Penulis : Muhammad Arief Albani
Tebal Halaman : xxiv + 132 Halaman
Ukuran Buku : 14,8 x 21 cm
Penerbit Zahira Media Publisher.
** Lutfianto,SS.MA/ Ki Lutfi Caritagama
Guru Bahasa Jawa SMAN1 Pajangan Bantul Yogyakarta
Creator Wayang Kekayon Khalifah
Ikuti tulisan menarik Muhammad Arief Albani lainnya di sini.